"Mahen, kenangan kita akan tetap melekat, menetap manja dalam hati, meski aku harus berkali-kali terluka dengan rindu yang tak terobati."
▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║
Kuraih bolpoin yang bertengger manis di atas meja, Sambil sesekali menyesap susu cokelat dan menoleh ke luar jendela yang kini begitu kabur diterpa derasnya hujan. Kubuka lembar demi lembar buku yang ada di hadapanku saat ini. Buku usang milik sosok lelaki dengan senyum manis yang tak pernah terhapus dalam memori.
Sudah 10 tahun berlalu. Entah mengapa ingatan tentangnya tak pernah memudar, Tetap melekat kuat bersama rindu yang tak ada habisnya.
Ku tatap foto yang sedikit berkabur di bagian sudut, entah karena fotonya yang memang sudah usang atau netraku saja yang semakin tak berfungsi dengan baik akibat beberapa bulir bening di pelupuk mata saling berdesakan keluar.
Aku menghela napas, tersenyum tipis. Menggoreskan kata demi kata teruntuk kesekian kalinya. Menjabarkan rindu yang obatnya sudah tiada. Ku eja dengan pelan nama cantiknya, dan berhenti sejenak untuk sekedar mengingat detail wajah tampan lelaki itu.
"Teruntuk
Mahen Altheiro bagaskara.Mahen, malam ini hujan. Jika kau di sini, kau pasti sudah menyeretku keluar untuk menikmatinya. Entah mandi hujan atau sekedar bernaung sambil berbincang kecil dengan segelas kopi. Ahaha. Meski sebenarnya aku tak terlalu suka kopi. Dulu, dulu sekali kau begitu kekeh memaksaku menyesap kopi pahit itu sembari menatapmu yang tersenyum. Aku terkekeh pelan mengingat, aku menyembur kopi saat kau mengatakan, "jika rasanya pahit. Tataplah aku. Karena aku manis." pede sekali. Meski memang faktanya sih.
Eum... Mahen, aku rindu. Aku ingin memanggil doraemon agar ia bisa membantuku memutar waktu. Dekapan hangatmu yang terasa nyaman tak dapat tergantikan, begitu juga aroma vanilla yang menguar dari tubuhmu. Bisakah ... Kisah kita terulang? Mengulang di detik pertama ketika kita bertemu.
12 tahun yang lalu...
▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║
KAMU SEDANG MEMBACA
November (COMPLETED)
Ficção AdolescenteKubuka mataku dan terkejut. Wajah Mahen begitu dekat hingga membuat hidung kami saling bersentuhan. Ia melepas genggaman lalu menangkup kedua pipiku. "Jika aku mengatakan aku mencintaimu, bullshitkah?" Kubalas tatapan lelaki itu lalu menggeleng pela...