"Percayalah, perihal mencintaimu aku akan selalu seserius itu. Tak peduli bagaimana fisikmu, kisah masa lalu dan kekuranganmu."
-Mahen│█║▌│ █║▌│█│║▌║
"Kamu cantik," ujar Mahen menatapku lekat. Aku yang sedang menikmati sebotol boba terpaku mendengarnya. Ia berdiri memasangkan jaket tebal ke punggungku lalu kembali duduk di sampingku.
"Cowo yang tadi ganteng, ya?" Lelaki itu menyenderkan kepala di kursi taman. Sekali lagi, Kami berada di tempat ini.
Kutolehkan kepala ke arah Mahen yang memejamkan mata. "Hen, dia kakak tiriku."
Mendengarnya mata lelaki itu terbelalak, ia menatapku dengan ekspresi antusias yang begitu cerah melebihi lampu temaram di taman ini.
"Kalian terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kencan dengan aku gojeknya." lelaki itu mencebikkan bibir, seakan meremehkan dirinya sendiri.
Aku tergelak mendengar ucapannya. Menggelengkan kepala sambil menggenggam erat boba di tanganku, menyalurkan rasa sesak yang sesaat tadi memenuhi rongga paru-paru.
Kemudian aku terkejut dengan tingkah Mahen yang bertekuk lutut di hadapan. Ia memerhatikan kakiku lalu mengeluarkan high heels yang kukenakan dengan hati-hati. Kini terlihat jelas kakiku memerah dan sebagian kulitnya terkelupas.
"Pasti Sakit sekali. Sejujurnya pacar aku cantik memakai sepatu ini, tapi aku ga suka liatnya."
Aku tergelak mendengarnya. Menggelengkan kepala menutupi wajahku yang mulai memerah salah tingkah. "Memang kita udah resmi pacaran?"
Mahen tak menggubris pertanyaanku. Lebih fokus membasuh kakiku dengan sebotol air dan memasangkan plester di bagian lukanya. Aku meringis sesekali saat tangan Mahen menyentuh pelan lukaku. Ia mendongak setelah yakin kakiku telah bersih dan lukanya telah diobati.
Ia berdiri lalu menatapku sambil mengerucutkan bibir. "Tentu, tadi di telepon kau memanggilku sayang."
Mendengarnya aku tersenyum kikuk lalu menunduk. Menggigit bibir menahan malu sekaligus debaran jantung yang kian berpacu cepat.
"I-itu .. Maaf. Aku cuma--"
Mahen berdecak melihatku menundukkan kepala, ia mengangkat daguku hingga lagi-lagi kedua Netra kami bertemu. "Kalau begitu, mau tidak jadi pacar seorang Mahen Altheiro Bagaskara? Pilihan Alya cuma dua. Iya dan setuju."
Aku menepis tangan Mahen kesal. Menatapnya sambil menggembungkan kedua pipi. "Untuk apa kau menyediakan pilihan kalau hasil akhirnya sama saja, Mahen."
Lelaki itu tersenyum sumringah lalu mengacak rambutku gemas. "Bagus. Karena kedua pilihan itu hanya basa basiku saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
November (COMPLETED)
Teen FictionKubuka mataku dan terkejut. Wajah Mahen begitu dekat hingga membuat hidung kami saling bersentuhan. Ia melepas genggaman lalu menangkup kedua pipiku. "Jika aku mengatakan aku mencintaimu, bullshitkah?" Kubalas tatapan lelaki itu lalu menggeleng pela...