EPILOG

99 1 0
                                    

"Percayakah kau sebuah reinkarnasi? Jika iya, tolong ajukan sebuah pertemuan kembali di kisah yang lain pada Tuhan, karena hanya kau yang paling dekat dengan-Nya, Mahen."
-Alya

▌│█║▌║▌║ █ ║▌║▌║█│▌

▌│█║▌║▌║ █ ║▌║▌║█│▌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Plakk!!

Napasku memburu, seiring dengan gerakan lelaki di hadapanku yang mengusap pipinya sambil menatap sendu.

"Puas kan lo, hah?!" tanyaku sambil menahan air mata sebisa mungkin. Namun mustahil. Karena kemudian aku kembali terisak, setelah beberapa jam melamun tanpa ada niatan untuk melakukan apapun.

"Maksud lo apa, Zy?" tanyaku pada Ozy yang kini terdiam mematung. Ia menggeleng cepat, menunjukkan ekspresi bingung.

Kurutuki ajakan Ozy setengah jam lalu, yang menyarankan untuk keluar sejenak, menghirup udara segar. Hingga aku kembali bertemu dengan lelaki bajingan di hadapanku ini.

"Gua yang ngikutin kalian berdua, Ozy ga tau apa-apa." finally, untaian kalimat yang membuyarkan kesalah-pahaman.

Dadaku seketika berubah sesak dengan air mata yang masih terus mengalir. "MAU LO APA?!" teriakku menggema memenuhi kafe.

Kafe penuh kenangan. Karena dulu, di sini Mahen begitu membanggakan sosokku di depan banyak orang. Ketika suaranya mengalun Indah, menyanyikan lagu yang dikhususkan untukku. Hingga semua Mata memandang iri sekaligus kagum. Sorakan dan tepuk tangan pengunjung kafe malam itu masih membekas dalam memoriku, juga beberapa wajah yang masih samar-samar kuingat.

Kafe yang akan selalu kudatangi setiap aku merindukan Mahen. Tidak, bahkan setiap tempat di mana kami pernah mengukir kenangan bersama. Tidak peduli sehari mau seribu kalipun.

"Gua minta maaf ... Atas semuanya." Aldo menunduk. Mengepal erat kedua tangannya, menunjukkan rasa bersalah.

Sesaat aku tergelak menatap ekspresinya yang terlihat memelas. "Percuma! MAAF LO GA BIKIN MAHEN GUA BALIK!! Maaf lo ga bisa perbaiki masa lalu!! Maaf lo tuh cuma sampah, GA GUNA! MAHEN GUA MATI GEGARA LO, BAJINGAN. PUAS KAN LO, HAH?!" lanjutku sambil terisak hebat. Mengabaikan bisikan beberapa pengunjung kafe yang terlihat penasaran.

Ozy mendekatiku ragu. Mengusap kedua bahuku, mencoba menenangkan. Namun segera kutepis karena tak nyaman.

"Andai lo ga ngelapor papa waktu itu, gua sama Mahen ga bakalan berakhir gini! Bersyukur lo karena lo ga gua seret juga ke penjara! Tapi .... " ujarku menghela napas dalam-dalam. Menghapus jejak air mata dan tersenyum miring ke arahnya. "Bukan berarti lo lepas, bitch! Selamat menikmati rasa bersalah seumur hidup tanpa hukuman apapun. Karena itu balasan setimpal atas semua sikap arogan dan keegoisan lo itu," lanjutku kemudian meraih tas yang sedari tadi tergeletak rapi di kursi.

November (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang