Hate

388 144 407
                                    

"Terkadang diam menjadi jawaban lelah seseorang yang telah pasrah dengan keadaan. Diam adalah alasan, ketika kepercayaan hilang kepemilikan."

│█║▌│ █║▌│█│║▌║

│█║▌│ █║▌│█│║▌║

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




PLAKK-!!

Aku refleks menoleh ke arah kanan ketika sebuah tangan menampar pipiku dengan kuat. Kupejamkan mata sambil menghela napas mendengar lontaran kalimat sarkas dari pria di hadapan.

"SUDAH PAPA BILANG, BERHENTI MENULIS!! JADILAH PENERUS PAPA, ALYA!!" ujarnya menatap nyalang kearahku. Napasnya memburu seakan habis di kejar sesuatu.

Aku menunduk, menahan tangis. Mengepal erat tangan dan merapatkan tubuh. Memilih diam, mendengarkan ocehan pria itu.

"KENAPA MENDADAK BISU KAMU?"

bentakan papa kini membuat setetes air mataku jatuh. Kudongakkan kepala, meluapkan emosi yang sedari tadi tertahan.

"Alya ngomong nanti juga bakalan salah di mata papa. Alya diem sekarang juga salah di mata papa. Atau biar benar, Alya menyusul mama saja ke surga?"

"ALYA KAM-"

"PAPA SELALU BIKIN SEMUANYA SESUAI APA YANG PAPA MAU!! PAPA GA PERNAH MIKIRIN PERASAAN ALYA ATAUPUN MAMA!! BAHKAN, KEEGOISAN PAPA BIKIN MAMA MENINGGAL BUNUH DIRI DI KAMAR!!" aku berteriak untuk pertama kali di hadapan Papa. Kini air mataku mengalir deras tanpa bisa kutahan lagi.

Lelaki itu mengepal erat, mengeluarkan sabuk di celananya dan menarikku ke kamar mandi. Aku berteriak kesakitan ketika sabuk itu mencabik-cabik punggung. Semakin keras isakanku, semakin kasar pula sabuk itu terhempas.

"BERANI BANGET YA KAMU SAMA PAPA!! SIAPA YANG NGAJARIN KAMU KAYAK GINI, ALYA!" suara Pria itu menggema memenuhi ruangan. Aku berusaha sekuat mungkin membungkam mulutku untuk tidak berteriak.

Aku berusaha menahan tangis, namun mustahil. Air mataku mengalir begitu deras merasakan perih yang teramat sangat menyayat punggung. Bisa kurasakan kulit serta baju yang kukenakan robek perlahan. Kedua tangan yang papa genggam membuatku semakin pasrah dengan keadaan. Kutatap nanar darah yang merembes dan mengalir ke perutku. Aku melemas, hingga kakiku sendiri tak kuat menopang tubuhku.

Entah di cambuk ke berapa, aku menjerit ketika Papa menceburkanku ke dalam bath up yang telah terisi air, tak berhenti di situ, kini ia menenggelamkan kepalaku berkali-kali hingga paru-paruku sesak.

Ma, Alya nyusul ya?

🌧️

Angin menerpa tubuhku yang berbalut kemeja tipis. perih, seakan turut serta menyiksa seperti perlakuan papa 4 jam yang lalu. Aku meringis, sambil menatap langit malam yang kini mulai berganti jingga, dengan mendung tak kalah menghiasi di atas sana. Aku Tersenyum, seakan mama melambaikan tangannya.

November (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang