Fuck u

176 71 462
                                    

"Percayalah. Meski mirip, Cinta dan obsesi adalah dua hal yang berbeda. Salah satunya akan menggunakan segala cara agar kau menjadi miliknya."

▌│█║▌║▌║█ ║▌║▌║█│▌

▌│█║▌║▌║█ ║▌║▌║█│▌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Aku mengerutkan alis ketika lelaki di sampingku menghentikan mobil tepat di depan gerbang sekolah. Kutolehkan kepala ke arahnya dengan tatapan sinis.

"Maksud lo apa?" ketusku. Lelaki itu hanya mengangkat alis lalu membuka sabuk pengaman.

"Emang kenapa? Terserah gua dong turunin lo di mana. Toh ini mobil gua."

Mendengarnya aku merotasikan bola mata, segera kulangkahkan kaki keluar dari mobil dan menutup pintu dengan kencang. Tak akan pernah aku tertipu lagi dengan sikap manis Aldo padaku. Tak akan pernah.

Seperti biasa, beberapa pasang mata menatapku dengan tatapan kagumnya. Aku berdecih mengingat bahwa tatapan yang kuterima sekarang berasal dari mata yang dulunya begitu menganggapku hina.

Wajah masamku berubah sumringah saat Mahen melambaikan tangan ke arahku. Namun, seketika bibirku mengerucut melihat keberadaan beberapa gadis di sampingnya.

Aku melangkah cepat kemudian bergelayut manja ke lengan Mahen, membuat senyuman gadis-gadis itu memudar dan menatap tak suka. Kubalas ekspresi itu dengan senyuman miring.

"Sudah selesai bertanya, kan? Kalau begitu pacarku mau kubawa pergi dulu," ujarku menatap datar ke arah buku tebal berisikan rentetan angka yang dipegang salah satu gadis di hadapanku.

Mahen mengacak rambutku saat kami berjalan pelan menuju kelas, ia terkekeh melihat wajah kesalku pagi ini. Benar-benar menyebalkan!

"Berhenti ketawa," ucapku sambil berdecih.

Mahen semakin mengeraskan tawanya. "Lucu sih cemburunya."

Kurotasikan bola mata, mencubit pinggangnya gemas. "Caper, apa si! Nyebelin!!" gerutuku kesal.

Mahen berhenti melangkah. Ia memegang kedua pundakku lalu tersenyum menatap wajah yang kini memerah karena marah. Lelaki itu kemudian mencubit kedua pipiku gemas. "Bayinya ngambek."

"Bukan bayi ya!!" ujarku tak terima. Kemudian tanganku meraih kerah baju Mahen dan mengendus-endusnya. "Kamu juga Bayi. Wangi vanilla."

Mahen mendorong kepalaku dengan ujung jarinya. "Bayi ga Wangi vanilla. Bayi wanginya minyak telon."

Kurotasikan bola mata sambil melipat tangan ke dada. "Sama aja."

November (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang