Only You

146 70 223
                                    

"Aku ingin dicintai sebagaimana aku mencintaimu. Tolong jangan ajari aku menjauh, karena sejak awal kau tak pernah menolak keberadaanku."
-Mahen

▌│█║▌║▌║█ ║▌║▌║█│▌

▌│█║▌║▌║█ ║▌║▌║█│▌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















.
.
.


"Apa?" tanyanya melepas pelukan dan menatapku dengan sorot mata penuh luka.

Kupejamkan mata sesaat, menetralisir degup sakit yang berdenyut lalu kembali menatapnya. "Putus. Aku mau kita putus."

Tatapan Mahen seketika kosong. Bisa kurasakan kini pikirannya sedang berkecamuk. "A-apa yang salah?" tanyanya lirih, seakan pertanyaan itu ia tujukan untuk dirinya sendiri.

Aku menggeleng cepat. Berusaha menutupi luka perih dalam hatiku. "Kamu ga salah. Aku yang salah. Jadi, putus ya?"

Tubuh lelaki di hadapanku bergetar. Ia merentangkan tangan, menatap sendu ke arahku. Sial. Hatiku terasa semakin perih. "Tolong, jika kau masih mencintaiku. Peluk aku," pintanya memelas.

"Alya, ayo pulang." Tanganku benar-benar hendak ingin memeluk sampai suara Aldo merunyamkan momen ini.

Aku menoleh ke belakang, menatap Mahen sebentar lalu berbalik menghampiri Aldo. Sempurna sekali. Aku benar-benar telah menghancurkan hati Mahen. Hati yang penuh kehangatan dan lembut secara bersamaan. Dan yang lebih parah, kini aku menggenggam tangan lelaki lain di hadapannya.

🌧️

"Berhenti menangis," ujar Aldo sambil terus fokus mengemudikan mobilnya.

Berhenti menangis.

Aku tergelak mendengarnya. Mahen adalah satu-satunya lelaki yang mendekapku ketika tangisanku membuncah. Ia tak pernah menyuruhku berhenti, ia hanya terus mendekapku erat sambil menunggu tangisan itu mereda sendiri. Mahen dan Aldo tak akan pernah sama. Tak bisa kubayangkan aku akan sanggup berumah tangga dengan lelaki bejat di sampingku ini. Berkali-kali kutepuk dadaku yang terasa begitu sakit. Ini sungguh pilihan sulit. Aku akan menjadi gadis paling egois jika membiarkan harapanku merenggut nyawa Mahen.

15 menit berlalu, dan mobil pun terparkir di halaman rumah. Seperti biasa, Kubuka pintu dan menutupnya sekeras mungkin. Langkahku gontai menuju kamar. Berjalan pelan bak kura-kura. Pikiranku benar-benar berkecamuk, dadaku sesak. Entah berapa kali kurutuki diri dengan sumpah serapah, mengumpat jiwa yang bahkan tak mampu berbuat apa-apa.

Kubiarkan tubuhku terduduk di lantai. Menangis sekeras-kerasnya di balik pintu yang telah ku kunci rapat. Tak akan pernah terbayang betapa suramnya hidupku di masa mendatang. Tanpa Mahen, kekasih yang teramat kucintai.

November (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang