"Awalnya aku tak berniat jatuh Cinta secepat ini.
Namun mengenalmu, menjadikanku berubah pikiran. Dan menggenggam tanganmu adalah keinginan baru yang terbesar."│█║▌│ █║▌│█│║▌║
"A-Aldo, aku ingin bicara sebentar."
Ucapanku pelan namun berhasil membuat seisi kantin menoleh, menjadikanku sebagai pusat perhatian. Aku menunduk, kurasakan aura lelaki di hadapan seakan ingin menelanku hidup-hidup. Dia pasti akan mencekik leherku karena melanggar perintahnya untuk tidak mendekati saat masih berada di sekolah. Persetan dengan peraturan. Aku ingin menyelesaikan semua sekarang.
Ia bangkit. Tanpa mengucapkan sepatah katapun lalu beranjak keluar kantin. Akupun mengikuti dari belakang sambil sesekali terkena lemparan kulit buah dari beberapa siswa dan sorakan yang tak mengenakkan.
Yah. Jika aku menjadi mereka, aku mungkin akan melakukan hal yang sama. Tak akan ada yang setuju melihat gadis cupu nan gemuk memiliki hubungan serius dengan lelaki tampan, idaman seantero sekolah. Terlebih, gadis buruk rupa itu telah menjadi perusak hubungan yang dulu sempat terjalin bersama sosok primadona, seperti Erika contohnya.
"Lo tuli apa gimana, bangsat!! Udah gue bilang jangan deket-deket gue di sekolah!! Udah cukup berita pertunangan kita kesebar. Lu jangan makin nambah beban, NJING!!" ia menendang kursi di samping melampiaskan amarah.
Aku terkejut, tentu saja. Kami sudah berada di belakang sekolah. Dengan gudang di sisi kanan kirinya, membuat suara Aldo terdengar jelas dua kali lipat.
"A-aku hanya ingin membatalkan pertunangan," ujarku tergagap. Nyaliku ciut di hadapan Aldo. Dia selalu terlihat begitu kasar meski tak pernah memukulku.
"HAHA!! andai bisa. Tapi perjodohan TAI itu ga bisa bikin kenyataan berubah ALYA-!!" teriaknya lalu menjambak rambutnya sendiri.
Aku mendongak, menatap netranya yang kini tersulut emosi. Ada kebencian sedalam lautan di sana. "A-aku akan bujuk papa ... T-tenang saja, Do. Aku akan berusaha lebih keras lagi."
Ia hanya tergelak mendengarnya. Entah kenapa bulu kudukku merinding, tawa yang terdengar begitu menyeramkan.
"Papa lu sama kayak papa gue. Ga bakal ada yang berubah." kudengar suaranya memelan. Suara yang terdengar begitu kelelahan.
"Aldo, maaf untuk masalah ini. T-tapi aku akan berusaha lebih keras." Aku menundukkan kepala. Tak berani menatapnya lama.
"Terserah." Ia pun melangkah pergi meninggalkanku yang masih menatap lantai dengan rasa sesak menghantam dada.
Aldo ryan Mahardika. pernah menjadi imajinasi dalam benakku. Saat SMP, aku pernah membuat surat Cinta untuknya. Namun tanpa ia baca, hanya melihat pengirim yang tertera, ia langsung merobek dan membuangnya ke tempat sampah. Sejak saat itu, aku berhenti menyukainya. Entah kenapa, takdir malah mempertemukan kami dalam lingkar perjodohan. Aldo membenciku, ia tak pernah menyukaiku. Aku tau, bahkan saat ia menolak keras perjodohan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
November (COMPLETED)
Teen FictionKubuka mataku dan terkejut. Wajah Mahen begitu dekat hingga membuat hidung kami saling bersentuhan. Ia melepas genggaman lalu menangkup kedua pipiku. "Jika aku mengatakan aku mencintaimu, bullshitkah?" Kubalas tatapan lelaki itu lalu menggeleng pela...