2. Mahda

388 53 0
                                    

Sekuat tenaga aku berakting mati, bukan, maksudku pingsan. Aku harap ini tampak natural dan berhasil.


Dengan terburu-buru Kak Dean membawaku menuju UKS. Sementara dalam hati aku berdoa semoga penampilanku tak begitu kacau. Asal kalian tahu, aku ini sangat jauh dari kata cantik. Tubuhku pendek kurus dengan rambut singa yang sangat menyebalkan. Benar, rambutku itu keriting dan mengembang. Kalian tahu Hermione Granger temannya Harry Potter? Nah rambutku seperti itu---cuma beda warna. Hanya saja Emma Watson itu cantik sedangkan aku sama sekali tidak.


Rasanya benar-benar malu membayangkan seorang pangeran tampan menggendong Upik Abu dengan rambut anehnya yang berkibar-kibar.


Oh iya, perkenalkan namaku Mahda Dini Hari. Aku memang lahir saat tengah malam dan tiba-tiba saja itu menjadi namaku. Selain rambut singa yang membuat kepalaku lebih besar dua kali lipat dari kepala manusia biasa, aku juga punya kulit yang pucat banget. Wajar saja sih aku memang benci matahari. Lalu wajahku sama sekali tak menarik. Jadi tak perlu dideskripsikan. Aku juga punya masalah dalam pendengaran dan kaki kananku tak berfungsi dengan baik sebab sebuah insiden di masa lalu. Kini aku menggunakan sebuah alat bantu dengar yang terselip di balik rambutku, dan berjalan agak pincang.


"Mbak Sari mana?" jerit Kak Dean begitu sampai di UKS.


"Dia izin gak masuk hari ini," jawab sebuah suara yang tak kukenali. Mbak Sari adalah perawat di UKS kami. "Cepat taruh di banker!"


Aku tak tahu apa yang sedang terjadi sebab mataku tertutup, tapi rasanya seperti ada yang memerhatikan diriku dengan sangat intens. Rasanya mata itu begitu tajam sampai bisa membaca semua pikiranku. Atau bahkan menerbangkanku dengan kekuatan matanya lalu menghempaskanku ke lantai dengan amat keras karena sudah berani berbohong.


"Tinggalin aja. Nanti gue periksa. Gue anggota PMR yang cukup bisa diandalkan kok."


"Oke, tapi nanti bisa kasi tau kondisinya gak? Gue agak gak enak sama cewek itu. Dia sampe luka-luka gitu karna gue."


Aduh, kenapa Kak Dean harus bicara seperti itu sih? Ini kan bukan salahnya, walau gadis-gadis itu menggila sebab kata-katanya. Namun tetap saja, ini bukan salahnya kok. Ah, aku jadi merasa bersalah sudah berpura-pura begini.


"Oke, nanti gue kasi tau."


Aku bernapas lega setelah mendengar bunyi pintu yang dibuka kemudian ditutup kembali. Kak Dean....


"Dia udah pergi. Lo bisa berhenti pura-pura sekarang."


Kubuka mataku pelan-pelan dan menemukan seorang perempuan tengah berdiri memerhatikanku.


Malu-malu aku bertanya setelah membasahi bibir sebelumnya, "Kok Kakak bisa tau?"


"Ada deh," ucapnya misterius lalu memeriksa kondisiku. "Kayaknya lukanya gak separah yang dipikirkan orang-orang."

Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang