Katanya kamu dipanggil Pak Ansor ke ruangannya?
Begitu sampai di kelas aku mendapat pesan dari Mahesa.
Iya.
Gimana jadinya?Semuanya berjalan baik.
Aku lekas memasukan ponsel ke dalam laci. Mengembuskan napas dan menatap layar proyektor yang menampilkan materi pelajaran. Teman-teman Bing sudah tahu kalau aku tidak bisu. Jadi kemungkinan besar Bing juga sudah tahu sekarang. Kalau sudah begitu, bagaimana kira-kira reaksinya nanti?
Marah? Sedih? Kecewa? Bisa saja? Atau malah tertawa terbahak-bahak karena dia sudah salah paham. Apa pun itu aku harap adalah respons yang baik. Dan mudah-mudahan saja teman-teman Bing belum membocorkannya sebab aku ingin mengaku sendiri.
Saat mendengar aku bicara tadi mereka terlihat sangat syok. Mata mendelik dan wajah yang mendadak kaku. Mereka hening beberapa saat sebelum Pak Ansor mengambil alih kembali. Tak ada komentar mengenai kebisuanku selama ini dari mereka. Walau setelahnya kulihat mereka menatapku dengan mata penuh selidik.
Aku menggeleng dan memutuskan melupakan kegusaran ini sejenak. Lebih baik fokusku dialihkan ke hal yang lebih penting. Materi di layar lebih butuh perhatianku sekarang. Memikirkan masalah ini hanya akan membuatku stres. Akui saja nanti dan semuanya akan beres.
Aku sedang sibuk mencatat materi saat mataku tak sengaja melihat ke pintu. Di celah yang terbuka lebar itu Bing berdiri dan menampilkan wajah konyol. Aku geli sendiri melihatnya. Agaknya teman-temannya belum mengatakan apa pun.
Aku bersyukur. Berarti ini kesempatanku untuk mengaku.
"Cowok itu aneh banget ya." Aku refleks mencari dari mana sumber suara itu berasal. Ternyata beberapa orang cewek tengah melirik-lirik. Tidak, bukan hanya beberapa, ada banyak pasang mata di kelas ini yang menaruh perhatian padaku. Bahkan Jennifer, teman semejaku yang horor itu, juga menatapku.
"Ah, syukurin ditegur guru."
"Orang pacaran suka bikin geli ya. Jijik banget ngeliat tingkahnya."
"Pasti jijik lah. Orang udah kayak gitu."
"Hihihi, gak tau malu. Bentar lagi besar tuh perutnya."
"Tunggu aja apa masih punya muka mereka."
"Mungkin udah digugurin."
"Ibu harap semuanya tenang."
Tanpa sadar tanganku terkepal mendengar bisik-bisik itu. Di kursinya Guru Ekonomi tengah memperhatikanku.
Sepertinya gosip ini tidak akan selesai dengan mudah.
***
Sesuai janjinya Bing menungguku di depan kelas. Dia tersenyum lebar saat melihatku keluar. Senyum manis yang juga menular padaku.
"Gak ada urusan lain lagi kan?"
Aku menggeleng sebagai jawaban.
"Kalo gitu---" Kata-kata Bing terhenti sebab dibekap dua tangan milik Taslim dan Iko.
Iko berkata, "Mahda, budak lo ini kami tahan dulu. Ada yang harus diluruskan. Lo harus ngomong sama Kapten Joe yang terhormat dulu." Tiba-tiba kepala Iko digelpak dari belakang. Sang pelaku berjalan melewati mereka dan berdiri di depanku. Itu Joe. Cowok itu melihatku lalu berbalik ke belakang. "Ungsikan dulu budak itu. Bawa jauh-jauh dari hadapan kami berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)
Teen FictionPeddie High School Series #2 Dikejar-kejar cowok urakan yang mengira dirinya bisu! Itulah yang dialami Mahda. Saat pertama kali bertemu dengan Bing, cowok bertampang berandalan yang aslinya polos banget, ia dikira bisu sebab tak menjawab saat ditany...