7. Mahda

256 47 1
                                    

"Yo!"


Seketika aku berbalik untuk melihat siapa orang tidak sopan yang mengagetkanku.


"Dari mana lo? Rapi bener?" selidik pemuda itu memperhatikan pakaian yang kupakai sekarang. Sebenarnya aku hanya memakai blus berwarna biru dongker lengan panjang dan rok hitam panjang sampai mata kaki. Rambutku diikat, tapi tentu saja masih tetap mengembang.


Aku tak menjawab apa pun. Aku kan bisu di hadapannya.


"Ah, iya, lo kan gak bisa ngomong."


Kukira aku tak akan bertemu lagi dengannya, tapi kenapa Tuhan seperti menakdirkan kami untuk terus bertemu. Apa sebenarnya Tuhan ingin aku jujur padanya, baru setelah itu Dia akan menjauhkanku dari cowok sok akrab satu ini.


Pemuda itu mengambil sesuatu dari kantong belanjaannya. "Ini buat lo," imbuhnya dan memberiku sebuah notebook merah muda kecil dan sebuah bolpoin lucu dengan bulu-bulu di atasnya---juga berwarna merah muda. "Gak susah apa ngobrol sama orang lain? Lo juga gak pernah gue liat gunain bahasa isyarat. Seenggaknya dengan benda ini lo bisa nulis semua yang lo pengen ungkapin."


Astaga! Mungkinkah aku sudah keterlaluan? Cowok ini bahkan sampai membelikanku catatan kecil.


Dia membuatku merasa bersalah saja. Tapi aku benar-benar tak mengerti mengapa ia begitu ramah dan baik begini. Tak mungkin dia ada maunya kan? Maksudku dia tak akan dapat apa pun dariku jika bersikap baik. Aku tidak pintar, kaya raya, cantik jelita, malah cacat dan benar-benar tak menarik. Hanya orang yang bikin susah dan repot. Ibuku saja malu mengakuiku sebagai anak.


Haruskah aku memberitahunya bahwa aku tidak bisu?


"Kok gak diambil? Cepet ambil!" Dia menjulurkan benda itu, sementara aku hanya berdiam diri saja.


Kesal tak mendapat respons, pemuda itu berdecak kemudian mengambil tanganku dan menaruhnya di sana. "Ah, cuacanya panas banget ya? Kenapa sih kota kita begini banget. Terkadang rasanya gue pengen banget bisa gabung sama polar bear di kutub sana. Eh, tapi polar bear hidupnya udah terancam kan ya karna pemanasan global. Ah, manusia itu memang parah banget. Padahal kasian beruang-beruangnya...."


Sebenarnya cowok ini jenis manusia macam apa? Dia sama sekali tidak terdeteksi spesiesnya dalam otakku. Kesan awal yang dia berikan itu seperti cowok berandalan yang badass banget. Tapi sekarang ia malah terlihat seperti cowok yang hobi ngoceh dan rada banci.


Swear. Aku tidak bohong. Dia pakai kaus putih dengan kemeja merah muda yang manis banget.


"Ah, di sana itu kayaknya bagus. Gimana menurut lo?"


Ha? Apa? Bagus apanya?


"Gimana?" tanyanya lagi dengan sebelah alis terangkat naik.

Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang