3. Bing

327 52 0
                                    

"AAAAAA...." Aku menjerit-jerit seperti orang kerasukan sambil berlari sekuat tenaga menuju sekolah selepas kami semua digrebek oleh anak-anak OSIS. Padahal tadi sedang sangat asyik di tempat biliar.


Orang-orang yang berjalan di trotoar seketika menyingkir melihat anak-anak sekolah seperti kami berlarian. Tapi jangan berpikir bahwa aku kesal dikejar-kejar begini. Hehehe, jujur ini menyenangkan. Makanya aku jerit-jerit histeris. Oh, ayolah, aku tidak ketakutan, tapi aku sedang mengejek mereka-mereka yang tengah mengejarku.


"Berhenti kalian semua!" tegas seorang anak OSIS cewek yang sok jagoan ingin menangkap kami, yang tak kutahu siapa namanya. Namun sepertinya lain kali akan kuingat nama mereka. Soalnya orang-orang itu hobi banget ngejar-ngejar aku begini.


"Please, siapa pun lo berhenti ngejer-ngejer gue! Gue bosen dikejer-kejer cewek. Dan lo bukan tipe gue!" jeritku pada perempuan itu, yang saat kulirik tengah mengepulkan asap dari kedua telinganya.


Padahal saat ini tak lagi ada kelas. Buat apa coba mereka mengurung kami dalam lingkungan sekolah tanpa ada yang bisa dikerjakan. Lebih baik mereka mengurusi acara Porseni dibanding merusak kesenangan orang lain.


"Panjat cepet bego!" makiku pada si goblok nomor satu yang geraknya lambat banget.


"Sialan lo, Bing!" balasnya mengumpatiku.


Saat ini aku sedang jongkok di atas pagar sekolah kami yang tingginya lebih dari dua meter. Pagar ini di beberapa tempat sudah kami lubangi sebagai pijakan. Agar mudah untuk kami memanjatnya.


"Cepet-cepet!" Kupukul si goblok nomor dua yang kakinya hampir ditarik oleh anak OSIS cowok yang juga tak kutahu namanya.


"Woi, balikin catatan gue!" teriak seorang cowok sok kecakepan yang menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS. Namun kali ini aku tahu namanya, Dean, si playboy kampret yang sepertinya tak akan pernah puas kalau seluruh cewek di sekolah ini belum menyandang status sebagai mantannya.


"Ini?" Kuejek cowok itu dengan menggerak-gerakkan buku catatan berwarna hitam yang tadi kurampas, di samping tubuhku. "Ambil sendiri!" Lalu kulempar benda itu ke tempat sampah yang lumayan jauh dari posisiku sekarang.


Aku bersorak girang begitu tembakanku tepat sasaran. "Weh gilak, gue yang gak anak basket aja bisa ngelakuin shooting sejauh sepuluh meter. Gimana kalo jadi anak basket? Mungkin gue bakal gantiin lo jadi kapten. Lo kan kurang ahli!" Kuberi si cowok sok kecakepan itu senyuman menyindir, membuatnya naik pitam dan menggeram seperti seekor anjing gila.


"Lo bakal nyesel udah ngelakuin hal itu. Lo pikir dengan ngebuang catatan gue, elo semua gak bakal dilaporin?"


"Hahaha..., laporin aja gu... AAAUUUU!"


Holy crap! Cowok sial itu tiba-tiba saja menaiki salah satu pijakan, melompat dan menoyor dahiku sekuat tenaga. Akibatnya aku pun terjatuh ke belakang dengan memalukan.

Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang