Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)

11. Mahda + Bing

Mahda

Badanku terlonjak saat ada seseorang yang mengagetkanku dengan suara kencang di samping telinga. Seharusnya kuatur suaranya agar tidak terlalu kencang.

"Wih, seru juga ya di sini," ujar seorang cowok yang sangat malas untuk kutemui. "Udaranya sejuk. Banyak pohon-pohon. Tapi di lapangan panas banget tuh kayaknya."

Cowok itu duduk tanpa malu di sebelahku. "Lo suka cokelat itu?" tanyanya dengan pandangan penuh minat.

Aku pun menyodorkan cokelat milikku padanya. Tentu cokelat yang lain dengan yang sudah digigit. Tadi aku beli empat kok. Jangan berpikir aku menyodorkan yang bekas gigitanku. Aku tak ingin menciptakan kesan ciuman tak langsung atau sebagainya.

"Gak. Gak usah. Lo makan aja."

Aku melakukan apa yang dia bilang sambil berusaha mengabaikannya. Berpura-pura bahwa aku tak melihat dirinya yang terus saja memerhatikanku.

Astaga, yang ada aku akan jadi semakin kikuk jika begini.

Kutolehkan kepalaku padanya dan menaikkan alisku, bermaksud bertanya "apa?" padanya.

"Em... itu." Pemuda itu mengalihkan tatapannya ke paving block di bawah. "Gue mau ngasi sesuatu, tapi nanti lo jangan marah, ya!" pintanya setelah menatapku kembali.

Aku mengangguk.

"Ini." Dia menyerahkan sebuah paper bag padaku.

Keterima saja benda itu dan hendak membukanya.

"Jangan dibuka!" cegahnya dengan memegang tanganku. "Gue pergi dulu, baru lo buka."

Sehabis mengatakan hal tersebut, pemuda itu langsung menghilang dari hadapanku.

Memangnya apa sih yang ada di dalam sini? Jangan bilang... ular? Kodok cincang?

Oh, ya Tuhan!

Jangan berpikiran macam-macam Mahda! Buka saja!

Aku membukanya dan....

"Kenapa dia ngasi aku ini?" gumamku sambil mengeluarkan benda tersebut. Sebuah kotak musik berbentuk hati berwarna perpaduan antara baby pink dan gold yang kelihatan manis. Di dalamnya ada patung balerina cantik.

Ini mirip banget sama milikku di rumah. Hadiah ulang tahun dari Mama.