4. Mahda

282 46 0
                                    

Aku benar-benar takut dengan laki-laki yang menarikku ke semak-semak tadi. Astaga! Siapa yang tidak takut sih jika ada cowok bertampang urakan melakukan hal seperti itu padamu di dekat lapangan yang tengah sepi (hari ini Porseni hari terakhir, tenis dan sepak bola sudah selesai kemarin. Orang-orang kebanyakan sedang berkerumun di dalam gedung olahraga atau ruangan klub---tempat diberlangsungkannya lomba-lomba yang lain). Apalagi tadi dia membekapku dan tubuhnya begitu dekat. Bahkan dapat kudengar bunyi berdetak dari dadanya yang menempel di punggungku. Dia memang tidak melakukan hal buruk setelahnya, tapi sepertinya tadi ia marah-marah.


Aku tak memakai alat bantu dengar karena baterainya habis. Jadi tak tahu dia bicara apa. Aku memang bisa membaca gerak bibir, tapi dia berucap terlalu cepat. Yang kulihat hanya mulutnya yang berkomat-kamit cepat sambil menyemburkan ludah dengan wajah yang kelihatan kesal. Bahkan ada cipratan ludahnya yang menempel di rambut depanku tadi. Iya, serius. Aku melihatnya sendiri saat sedang menunduk dan ia terus saja memegangi lenganku.


Yang kutahu hanya dia menyebut bahwa aku mirip Kapten Hook dan kata "sorry" ketika sadar aku ketakutan.


Aku terlonjak dan langsung menghentikan langkah saat ada yang memukul kuat pundakku.


Cowok gila tadi berdiri di belakangku dengan pandangan marah.


Ada apa lagi? Kenapa dia mengikutiku?


Kuperhatikan dengan benar gerak bibirnya ketika ia hendak buka suara.


"Dari tadi dipanggil-panggil gak jawab. Memangnya kaki lo sesakit apa?"


Dia memegangi kepalanya sejenak lalu menghempas tangannya begitu saja sambil membuang pandang.


"Gue lupa lo bisu."


Bisu? Wajar sih dia berpikir begitu. Mungkin sudah entah berapa kali dia memanggilku. Hmm. Dia jadi membuatku ingin berpura-pura seperti itu saja. Lagi pula dia kelihatannya bukan anak baik. Aku benci berhubungan dengan cowok bandel. Mereka suka berbuat rusuh dan mengganggu anak-anak lemah sepertiku. Kalian lihat sendiri penampilannya. Rambutnya seperti tak mengenal apa itu yang disebut sisir. Seragamnya menjuntai keluar, dasinya tak dipakai dengan benar. Sepatu berwarna hitam dan emas dengan rantai yang dipakainya juga nyentrik banget. Heran aku dia mau sekolah atau daftar jadi boyband. Belum lagi jam tangan serta gelang-gelang di tangan kirinya.


Mengenai wajah, sebenarnya anak itu cukup manis. Hanya saja dia kelihatan sedikit hiperaktif, mengingat bagaimana ia lari-lari seperti orang tak waras sebelum menabrakku. Bikin ilfil dan takut.


Kulirik lagi dia sambil menunduk, dan segera aku membuang pandang karena ia juga sedang menatapku dengan raut frustrasi. Seolah aku telah berbuat dosa besar padanya.


Namun tiba-tiba anak itu malah membelakangiku dan sedikit menunggingkan tubuhnya.

Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang