"Dasar Tiang Listrik menyebalkan. Awas kalo Hook gue disudut-sudutin." Aku mondar-mandir di depan ruang distorsi. Kudekatkan telinga ke pintu dan tak mendengar apa pun.
Sungguh sial. Apa ruangan itu kedap suara? Berlebihan sekali. Memangnya ini ruangan sekte sesat sampai begitu rahasia dan tak boleh ada yang tahu. Kalau si Tiang Listrik adalah ketua perkumpulan sesat seharusnya dia merekrut anggota dong. Tawarkan ke aku kek. Promosi, ceritakan segala sesuatu tentang perkumpulan sesatnya. Kalau begitu kan aku gampang buat lapor polisi. Terakhir aku bisa menertawakannya yang membusuk di penjara.
Sayangnya aku cukup yakin dia bukan orang yang seperti itu. Iya, sayang sekali.
Aku kembali mondar-mandir. Duduk di bangku. Menyender di dinding. Melongok ke luar jendela. Jongkok di samping pintu. Kayang-kayang dan guling-guling. Ah, tidak, yang terakhir itu tidak kulakukan. Tapi mungkin akan begitu kalau pintu ini tak lekas terbuka.
Setelah seribu tahun menanti akhirnya yang kutunggu-tunggu terjadi. Pintu terbuka dan orang-orang itu keluar. Ah, aku tidak peduli dengan mereka. Di mana Hook?
Saat mataku masih mencari-cari keberadaan Hook, Mami menghalangi pandanganku. "Mami," rengekku tidak terima. Tanpa diduga-duga Mami malah memelukku.
"Mami udah khawatir banget Bing. Kamu jangan sampai bikin ulah yang memalukan begitu ya..."
Aku mengangguk dan saat itu kulihat Hook keluar. Tatapan kami bertemu. Dia tampak kaget dan aku langsung sadar. Melepas pelukan Mami pada tubuhku.
Aku berdeham sebelum berbicara, "Mami ngapain sih? Bing kan bukan anak kecil lagi."
Kudengar suara tawa dari sekelilingku. Trio Goblok dan segala kenistaannya tengah terkikik geli.
"Alah, biasa di-puk-puk pantatnya sebelum bobo sok-sokan gak mau peluk maminya."
Cih, hama-hama jagung ini.
"Pantat siapa yang di-puk-puk sebelum tidur? Bukan pantat gue ya."
Bukannya berhenti gelak tawa malah menyebar ke yang lain, termasuk Pak Ansor Tiang Listrik dan Om Lukas. Kulirik Hook pun tersenyum geli mendengarnya.
Dasar, bikin citra orang jelek saja.
Aku menatap Hook penuh keyakinan. "Gue gak gitu kok. Sumpah. Iya kan, Mi?" ucapku meminta persetujuan pada Mami.
"Ya udah, kalau kamu gak mau ada yang tau."
"Mami!" aku memekik, lalu beralih ke Hook lagi. "Gak gitu! Gue---"
"Sudah, sudah," sela Pak Ansor. "Segitunya dia mau terlihat keren di depan anak Bapak." Si Tiang Listrik berbicara pada Om Lukas yang kini tergelak kencang sekali.
"Bu, kayaknya kita harus lebih ekstra hati-hati jaga anak-anak kita," kelakar Om Lukas pada Mami.
"Kayaknya gitu, Pak. Bing kamu jangan macam-macam sama Mahda ya. Kalau ada apa-apa sama dia awas kamu!" Mami memelotot di kalimat terakhirnya. "Kalau mau pacaran sewajarnya aja."
"Siapa yang pacaran!" bantahku.
Pak Ansor membalas. "Lah, kalau gak pacaran kenapa kamu seagresif ini Bing?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahda: The Girl Who Can't Hear (Tamat)
Ficção AdolescentePeddie High School Series #2 Dikejar-kejar cowok urakan yang mengira dirinya bisu! Itulah yang dialami Mahda. Saat pertama kali bertemu dengan Bing, cowok bertampang berandalan yang aslinya polos banget, ia dikira bisu sebab tak menjawab saat ditany...