14. Pengantin?

7.6K 583 6
                                    

Senin, 13 September 2021

-

Hii~

Bagian ini aku tulis langsung Up, jadi kalo ada typo-typo, maklumin aja.

-

Selamat membaca^^

Sampai menjelang magrib, Keelan masih duduk di teras rumah Beni. Ia sendirian, duduk sambil bermain game di Handphone. Eski dan Bima pun sudah pulang, tersisa dirinya dan Beni sebagai pemilik rumah.

“Loh, Keelan?”

Keelan mengalihkan pandangannya ke arah gerbang yang terbuka lebar. Yasmin—Papa dari Beni masuk dan duduk di kursi samping Keelan.

“Dari mana Om?” tanya Keelan sopan.

“Dari rumah temen, biasa.”

Keelan mengangguk pelan sebagai respon. Ia keluar dari game dan memasukkan Handphonenya ke dalam saku celana.

“Beni mana?” tanya Yasmin.

“Ini aku!” sahut Beni dari dalam. Ia keluar membawa dua gelas berisi kopi susu.

“Papa mau ngopi? Aku buatin.” Beni menaruh segelas kopi di atas meja, depan Keelan. Karena kursi hanya ada dua, ia berdiri.

“Nggak, Papa udah ngopi di sana tadi.” Yasmin menjawab. “Neni titip pesan. Katanya mau ajak kamu jalan. Nanti kamu ke rumahnya.”

Beni mengangguk saja, meski berniat menolak. “Temenin ya, Lan,” katanya pada Keelan.

“Nggak, gue gak bisa. Temenin Lala.” Keelan menolak. Bukan tanpa alasan ia menolak. Karena pastinya nanti Beni akan menjadikannya sebagai tameng jika didekati oleh perempuan bernama Neni itu.

Beni sedikit sebal dengan respon Keelan. Jika di sini ada Putra, Bima atau Eski, ia bisa mengajak mereka, tapi teman-temannya itu sedang sibuk dengan urusan masing-masing.

“Kamu sendiri aja, Ben. Kan mau kencan, masa ajak temen. Keelan nanti jadi nyamuk,” tutur Yasmin.

Beni terkekeh. “Iya, Pa. Keelan juga mau berduaan sama Mbak Lala.”

Keelan mendengus. Berduaan apaan. Cih.

“Oalah, kamu pacaran sama janda itu, Lan?” Yasmin bertanya.

Keelan yang sedang menyesap kopinya langsung tersedak. Apa? Pacaran dengan janda itu? Hahaha, ia sudah gila jika itu benar-benar terjadi.

Beni tergelak, “Papa gak tau? Keelan ini mau jadi Papa barunya Billa.”

“Oh, ya? Bagus dong. Jangan salah, janda sama gadis itu gak banyak bedanya. Malah janda lebih menggoda, berpengalaman lagi.”

Keelan menelan ludah. Sialan. Dalam hati ia terus-terusan mengumpat. Kenapa pembicaraan makin ke sini? Beni sialan.

Tawa Beni semakin mengeras. “Janda lebih berpengalaman, Lan. Inget itu.”

Yasmin terkekeh melihat wajah masam Keelan. “Kalo beneran serius, cepet-cepet diseriusin.”

“Nggak, Beni bohong,” dengus Keelan.

Sabar, sabar. Di sini ada orang tua. Tidak baik jika mengeluarkan kata-kata kasar, meski kata-kata itu sudah siap keluar.

Beni berhenti tertawa. Namun ekspresi menggodanya belum juga surut. Ia justru semakin menjadi-jadi. Alis ia naik-turun kan dan bibir ia monyongkan. “Aduh, Lan. Janda lebih menggoda, ya.”

Keelan berdecih. Jika di sini tidak ada Yasmin, ia sudah membuat wajah Beni babak belur.

Suara Adzan terdengar dari masjid terdekat. Beni mengontrol dirinya untuk berhenti.

Keelan, Lala dan BillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang