Minggu, 03 Oktober 2021.
-Hai~
•
“Laskar! Wisnu!”
Suara bentakan menghentikan pergulatan antara dua anak laki-laki itu. Guru perempuan selaku wali kelas juga yang membentak tadi menarik satu tangan Laskar dan Wisnu untuk ikut dengannya ke ruang kepala sekolah.
Laskar masih dengan napas yang sedikit tidak beraturan hanya mengikuti. Tatapannya memandang Wisnu selaku musuh bebuyutannya penuh emosi. Ekspresi wajahnya terlihat datar, namun matanya memancarkan kemarahan. Salah satu tangan Laskar terbuka, membuat beberapa bebatuan kecil dengan sisi-sisi tajam itu berjatuhan. Senjata yang digunakan untuk membuat Wisnu luka tadi.
Wisnu pun begitu. Anak laki-laki itu memandang Laskar emosi, namun ekspresinya terlihat menyebalkan di mata Laskar. Ekspresi mengejek yang dibenci Laskar dari Wisnu.
“Astaga. Ada apa lagi ini?!” tanya kepala sekolah. Tiga guru lainnya pun ikut panik melihat kedua anak didik mereka itu dalam keadaan berantakan dan beberapa luka.
Guru laki-laki menarik tangan Laskar dan meneliti wajah Laskar yang terdapat beberapa cakaran. Dia meringis, antara merasakan ngilu luka itu dan membayangkan bagaimana respon Keelan jika mengetahuinya.
Begitupun dengan Wisnu. Ia diperiksa oleh guru lainnya. Kepala sekolah membuang napas kasar dan memijit pelipisnya yang terasa sedikit pening. Tanpa ditanya pun, dia sudah mengetahui apa yang terjadi. Namun itu terlihat lebih parah dari sebelumnya.
Ibu Alni— sang wali kelas kembali dengan kotak obat di tangannya, mempersilahkan dua guru itu mengobati Laskar dan Wisnu. Lalu beliau duduk di kursi depan kepala sekolah.
“Apa yang terjadi, Bu Alni?” tanya kepala sekolah.
“Tadi saya pamit sebentar ke kamar mandi untuk menemani salah satu siswa, Pak. Saat saya kembali, Laskar dan Wisnu sudah bertengkar.” Ibu Alni menjelaskan tanpa kebohongan sama sekali.
“Laskar, Wisnu.” Guru lainnya memanggil. “Kalian ada masalah lagi?” tanyanya halus.
“Tadi Laskar dulu—”
“Gak usah ngarang lo, botak,” potong Laskar kasar tanpa mengalihkan tatapannya dari dasi guru laki-laki yang tengah mengobatinya itu. “Lo duluan yang nyari masalah sama gue.”
Laskar paling tidak suka dengan yang namanya fitnah. Memutar balikkan fakta, berlagak seperti seolah-olah dia lah korban di sini. Playing victim.
“Laskar,” tegur pak Rama— guru laki-laki yang cukup dekat dengan Laskar dan Keelan. “Jaga bicara kamu.”
“Sakit, kan? Siapa suruh kalian berantem!” cetus ibu Alni melihat dua anak didiknya itu meringis. Dua anak itu tidak memberi respon.
Pak Rama mengembalikan obat merah pada tempatnya, selesai mengobati Laskar. Luka Laskar tidak terlalu besar, hanya beberapa goresan, tidak perlu diberi hansaplast. “Beri penjelasan pada Bu Alni dan Pak Rahman kenapa kalian bertengkar,” katanya terdengar menitah pada Laskar.
Laskar menurut. Ia berbalik badan, menghadap pada kepala sekolah. “Dia duluan.” Hanya itu yang terlontar dari mulut Laskar.
Dua guru lainnya pamit undur diri setelah selesai mengobati luka Wisnu yang cukup besar. “Aku? Kamu gak salah?” Terdengar menyebalkan dan penuh ejekan.
Wisnu menyunggingkan senyum mengejek di wajahnya ketika Laskar berbalik menatapnya. Ejekan itu tentu saja membuat Laskar semakin emosi.
“Laskar, Wisnu.” Suara tegas dari kepala sekolah sedikit menyentak. “Jujur. Siapa yang memulai. Apa penyebab kalian bertengkar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Keelan, Lala dan Billa
Подростковая литература[Follow sebelum membaca!] "Kamu apaan, sih? Jangan aneh-aneh, kamu masih sekolah." "Emang kalo sekolah, gak boleh jatuh cinta?" "Tapi nggak sama aku juga. Aku single parents. Udah pernah menikah dan punya anak. Lebih baik kamu cari yang seperentara...