Kamis, 16 September 2021.
-Selamat membaca^^
•
Mendengar perkataan Fahri—Papi dari Keelan, Beni dan Anya tersenyum paksa.
“Iya kan?” Fahri duduk di samping istrinya, namun tatapannya masih belum juga lepas dari Billa.
Billa menunduk, tidak berani melihat Fahri. Fahri memang tampan namun wajahnya seram. Dan sekarang Billa seperti tengah disidang karena melakukan suatu kesalahan.
“Nama kamu siapa?” tanya Fahri dengan nada seram.
Billa semakin menunduk. Mama, aku mau pulang.
“Pi. Ih, kamu apaan sih.” Anya menegur.
“Diem dulu sayangku.” Fahri berbisik.
“Nama kamu siapa anak kecil?” tanya Fahri lagi, sedikit mengeraskan suaranya.
Billa tersentak dan refleks mendekat pada Beni. “Uncle Beni,” gumamnya.
“Gak usah takut sama Kakek tua itu. Anggap aja itu temen kamu,” balas Beni berbisik. Ia tahu jika sekarang Billa tengah dites oleh Fahri.
Fahri berdecak sedikit sebal karena dihiraukan. Ia berjalan mendekat pada Billa dan berjongkok di depan Billa. “Heh, anak kecil. Nama kamu siapa?”
Billa menggeleng pelan tanpa mau mengangkat kepalanya. Ia benar-benar takut!!
“Heh, kamu tuli?” sentak Fahri memegang rambut Billa.
“Mama!” Billa memekik kaget dan mulai menangis tanpa suara.
Beni menghela napas. Kalau Billa mengadu pada Lala, awas saja Fahri-fahri kakek-kakek tua itu.
“Fahri!” Anya menyentak.
Fahri berdiri dengan cengiran lebar. “Sip, dia calon cucu kita. Anaknya baik, kalem,” paparnya pelan sambil tersenyum lebar.
Membayangkan mempunyai cucu yang kalem, lemah lembut, penurut membuat hati Fahri berbunga-bunga. Laskar? Laskar memang cucu satu-satunya untuk sekarang, tetapi sifat anak itu membuat mereka bersikap seperti teman, bukan kakek dan cucu pada umumnya.
Anya melotot, “Mikir! Anak orang nangis.” Anya mendekat pada Billa, “Billa, ini Nenek. Jangan takut sama dia. Dia emang gila. Gak punya hati.”
Fahri memutar bola matanya malas. “Aku cuma tanya dia, sayang. Siapa tadi namanya? Billa, ya. Dih, namanya jelek banget kaya orangnya. Ganti-ganti.”
Anya melotot lagi.
Beni mengumpat dalam hati. Tua bangka itu senang sekali membuat anak kecil menangis.
“Uncle, mau pulang,” tutur Billa, mendongak menatap Beni. Jejak-jejak air mata masih ada di wajahnya.
“Kenapa?” sahut Keelan yang baru datang bersama Laskar.
Keduanya terlihat baru selesai mandi dan mengganti pakaian. Laskar mengambil duduk di sofa single dan mengangkat kakinya ke atas pegangan kursi.
“Nangis kenapa lo, cil?” celetuknya melihat Billa.
“Sebesar apa sih lo, Kar?” balas Beni.
“Billa kenapa?” Keelan menyela.
Billa mengangkat wajahnya untuk melihat Keelan, namun matanya tanpa sengaja bertemu pandang dengan Fahri membuatnya langsung menunduk lagi.
“Ini, Lan. Anak kamu cengeng. Gak di apa-apain malah nangis. Padahal cuma Papi lihat doang,” jawab Fahri.
Lihat doang bapak mu. Beni membatin. Mana berani ia berkata secara terang-terangan. Bisa habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keelan, Lala dan Billa
Roman pour Adolescents[Follow sebelum membaca!] "Kamu apaan, sih? Jangan aneh-aneh, kamu masih sekolah." "Emang kalo sekolah, gak boleh jatuh cinta?" "Tapi nggak sama aku juga. Aku single parents. Udah pernah menikah dan punya anak. Lebih baik kamu cari yang seperentara...