46. Bertamu apa bertemu?

5.5K 577 63
                                    

Hai. Happy Monday!

Selamat membaca. Jangan lupa tinggalin jejak, yaa<33

“Demi apa, Keelan suka Mbak Lala??”

Tuk. Perkataan itu sontak membuat Bima mendapat pukulan kecil di kepalanya.

Putra– sang pelaku melotot, “Mulut lo bisa pelan dikit gak, hah? Volumenya jadiin 50, kek!”

“Ya gue kelepasan, sat!” balas Bima tidak
ingin kalah.

Mata mereka melirik-lirik ke arah kasur, tempat Keelan tidur dengan posisi tengkurap. Dia tidak bergerak, hanya deru napasnya teratur.

Saat ini, mereka tengah membicarakan tentang Keelan dan perempuan anak satu yang tidak lain adalah Lala. Keduanya dikabarkan semakin dekat. Itu informasi dari Putra ketika bercerita.

Merasa Keelan tertidur pulas, mereka jadi cukup berani membicarakan laki-laki itu meski berada di tempat yang sama.

“Kenapa pada ributin itu, sih,” dengus Eski. “Lanjutin yang tadi. Terus-terus, waktu di Mall, Keelan sama Mbak Lala ngapain aja, selain makan sama ngobrol-ngobrol biasa?”

Mereka terlalu penasaran dengan kabar kedekatan Keelan dan Lala. Entah itu valid atau tidak.

“Mana gue tau. Kita misah, gue gak tau mereka ngapain, aja.”

“Gak asik lo, cerita setengah-setengah,” lontar Beni, cukup kesal.

“Masih untung gue mau cerita, ya,” balas Putra kesal, “Lagian, gue cuman cerita yang kita pergi ke Mall lusa kemarin, bukan cerita apa aja yang dilakuin Keelan sama Mbak Lala. Lo kira gue cctv berjalan yang bisa mantau mereka ke mana, aja?”

“Biasa aja, kali. Gak usah marah-marah.” Bima menyahut sambil mengunyah kacang.

Marah katanya? Dia tidak marah, hanya sedikit kesal saja. Dan itu juga karena mereka yang lebih dulu memancing. Niatnya memang hanya akan bercerita tentang itu, tidak sampai ke ujung-ujung, karena dia sendiri tidak tahu.

“Gue gak marah! Cuman kesel doang!”

“Iya, deh, iya.” Beni menyela cepat, agar tidak menjadi panjang. “Gak usah ribut lagi, ntar yang punya badan denger lagi kita omongin.”

“Gue denger dari tadi.”

Keempatnya lantas menoleh dengan mata melotot mendengar suara itu. Bima bahkan sampai terbatuk-batuk, tersedak kacang.

Keelan mendengus keras. Dia mengubah posisinya menjadi duduk, menatap teman-temannya tanpa ekspresi.

Putra menyengir, “Nggak, Lan. Gue cuman cerita doang, kok. Rahasia lo aman.”

“RAHASIA APA, ANJING?”

Beni, Eski dan Bima berteriak bersamaan. Suara mereka memenuhi kamar Beni yang lumayan besar, layaknya paduan suara yang tengah tampil.

“Gak usah teriak! Kalo Om Yasmin denger, kita bisa ditendang!”

Beni menggeleng mendengar perkataan Putra, “Bokap gue gak ada, lagi kerja.”

“Ya Nyokap lo—”

“Udah, deh. Gak usah banyak omong lo, sat!” potong Eski. “Rahasia apa, hah? Curang banget lo. Masa lo tau tapi kita gak tau. Kita bestai bukan, sih.”

“Bestai apaan, cok? Tai ayam?”

“Lo lagi, mending diem.” Eski menabok mulut Bima, sebagai kode agar tidak bersuara.

Keelan, Lala dan BillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang