45. Mall.

5.1K 555 60
                                    

Allo! Ada yang kangen gak, nih. Aku udah selesai PAS. Insya Allah bakal rajin up. Nggak janji ya, hehe.

Selamat membaca<33

Jalanan kota sore ini padat, seperti hari-hari sebelumnya. Kendaraan-kendaraan berjajar di jalanan, menyisakan sedikit celah-celah. Kemacetan memang bukanlah hal aneh. Meskipun demikian, kemacetan lalu lintas merupakan keadaan yang menjengkelkan pengguna jalan.

Salah satunya Lala. Dia sudah cukup bosan berada di dalam mobil, menanti kemacetan ini berakhir dan mobil yang ditumpanginya sekarang melaju menuju tempat tujuan mereka.

Di kursi belakang, Billa dan Laskar berbicara. Billa tidak henti-hentinya bersuara sejak tadi. Bercerita tentang banyak hal, dan direspon seadanya oleh Laskar.

Keelan sendiri menggunakan earphone untuk mengurangi suara-suara Billa dan Laskar memasuki gendang telinganya. Sambil mendengarkan lagu, dia memantau jalanan.

“Robot itu mainan laki-laki, tapi bisa perempuan juga. Nining suka Robot-robot, dia ikut Araz. Tapi aku nggak suka nonton Robot. Robot nggak lucu.”

“Robot emang gak lucu,” balas Laskar.

“Bener! Kan aku sukanya Barbie.” Billa sedikit memekik. “Nanti aku ajak kamu nonton Barbie sama-sama, ya! Aku punya kasetnya juga, loh. Waktu itu Mama beliin aku lengkap sama mainannya. Terus nanti aku kasih tau kamu nama-nama Barbie nya. Kalo aku jadi Barbie kamu jadi Pangeran!”

Billa merentangkan tangannya, membayangkan menjadi seorang putri di film-film yang pernah ia tonton.

“Atau nggak, kita nonton dongeng. Kita nonton Cinderella, nonton putri tidur. Kalo di putri tidur, aku jadi putri Aurora, kamu jadi pangeran Phillip. Nanti aku tidur lama banget karena penyihir jahat, terus kamu cium aku. Dan aku bangun!”

Lalu tawa Billa mengguar mengisi mobil. Lala dan Keelan yang tadinya tampak tidak acuh pun memperhatikan Billa. Laskar menatap aneh Billa, tidak mengerti apa yang lucu hingga dia tertawa.

“Billa. Ini di mobil, gak boleh banyak tingkah,” tegur Lala kala Billa belum juga berhenti tertawa.

Billa langsung meredakan tawanya sambil mengangguk paham dan membenahi duduknya agar lebih nyaman. Tanpa bicara, dia menyandarkan kepalanya pada bahu Laskar. Laskar menerima tindakan Billa dengan terpaksa. Jika Lala tidak melihatnya, mungkin dia akan mendorong Billa saat ini juga.

Lala kembali menghadap ke depan. “Masih lama?” tanyanya melihat Keelan.

Keelan yang merasa diajak berbicara menoleh dan mencabut aerphone di telinganya. “Apa?”

“Macetnya masih lama?” Lala mengulang.

Keelan mengedik tidak tahu, “Sabar. Bentar lagi.”

Sekitar sepuluh menit kemudian, kemacetan mulai surut, dan perjalanan mereka berlanjut hingga sampai ke salah satu pusat perbelanjaan.

Floren mengajak ke tempat itu.

Mall sore ini ramai akan pengunjung. Selain karena hari libur, Mall itu memang selalu ramai dikarenakan fasilitasnya dan letaknya tepat berada di pusat kota.

Keelan, Lala dan BillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang