Halooo!!
Jangan lupa kasih vote dan komen, sebagai bentuk menghargai penulis –,–
Selamat membaca<33
•
“Aduh. Kamu makin cantik banget! Badannya makin berisi, ya.” Anya memeluk Billa erat-erat, seakan jika dilepas anak itu akan melayang seperti balon udara.
Billa yang dipeluk hanya dapat diam, menahan sesak karena pelukan itu terlalu erat. Beberapa detik kemudian, ia bernapas lega saat Anya melonggarkan pelukannya itu.
Anya membingkai wajah Billa dengan tangannya, dan memberi kecupan di sekitar wajah imut itu. Lalu meraba-raba rambut, tangan, dan kaki Billa. “Kamu makin gemesin, makin tembem pipinya, rambutnya makin panjang, bagus. Pertama kali ke sini, nggak setembem ini padahal, pasti Mamanya Billa masakannya enak, makanya Billa makin berisi, aja. Terus ini jarinya lucu banget. Betisnya juga imut, tembem-tembem~”
Sangat lebay.
Dua kata yang terlintas di pikiran ketiga laki-laki berbeda generasi itu, melihat tingkah sosok wanita yang mereka sayangi.
Anya begitu heboh menyambut kedatangan Billa. Sampai di depan pintu, Billa langsung dipeluknya dan mengeluarkan ocehan-ocehannya itu.
Billa nampak tertekan, berbanding terbalik dengan Anya yang bahagia.
“Mami, jangan berlebihan,” tegur Keelan, tidak tahan melihat adegan di depannya.
Anya tertawa renyah, lantas kembali berdiri, membiarkan Billa bernapas lega. Namun sekali lagi tangannya menjalar mencubit pipi tembem itu.
Billa melirik Anya dengan pandangan kesalnya dan bibir maju sedikit. Ia membatin kesal tentang perlakuan Anya yang menyebalkan.
Mengingat suatu hal, lantas Billa menyalami tangan Anya dan Fahri. Ketika menatap Fahri, ia menatap Keelan, menjadi menatap sepasang anak dan ayah itu bergantian. Billa memperhatikan kesamaan fisik dan paras keduanya. Dilihat, samar-samar ada kemiripan di wajah keduanya.
“Apa? Saya emang tampan,” cetus Fahri, mengetahui tatapan Billa.
Mendengarnya, Billa menunduk. Anya melotot, mengancam suaminya agar tidak berbuat macam-macam. Tidak berbeda dengan Keelan yang juga menatap sang ayah seakan memperingati untuk bersikap baik. Bukan apa-apa, hanya saja Billa sudah dititipkan kepadanya. Lala memberikan kepercayaan untuknya membawa Billa. Jadi jika anak itu menangis, ia yang bertanggung jawab.
Anya menepuk pelan kepala Billa beberapa kali, “Anak cantik, cucunya Nenek Anya. Ayo kita masuk ke dalam.” Lantas, Anya menarik tangan Billa masuk ke dalam rumah, meninggalkan ketiga lelaki di sana. Salah satu diantaranya kesal karena tidak diacuhkan.
Itu Laskar. Ia tidak suka dengan kehadiran Billa. Karena ada Billa sekarang, ia diabaikan neneknya sendiri. Jangankan memperhatikannya seperti biasa, memberi ciuman dan ocehan. Menyapanya saja tidak.
Wajah keruh Laskar diperhatikan oleh kakek serta om nya. Sepasang ayah dan anak itu saling melirik, seolah saling mengode.
“Lo iri, ya?” Keelan mengejek dengan tawa geli.
Jika Lala melihatnya, pasti perempuan itu akan menegur atau paling tidak melemparnya dengan bantal sofa, seperti sebelum-sebelumnya. Mengingat itu, Keelan mendengus.
Fahri menepuk pundak anak sulungnya itu, menegur. Meski ia sering jahil kepada Laskar, namun hati dan otaknya tetap berjalan. Perasaan iri tidak bisa dianggap main-main. Terlebih Laskar masih kecil, pastinya susah menjabarkan perasaannya.
Seakan mengerti, Keelan menghela napas. Tangannya terangkat, menepuk kepala Laskar. “Udah, ah. Sehari doang, gak usah iri. Mami gak mungkin lupain cucunya yang paling nakal.” Kemudian Keelan menarik tangan Laskar untuk masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keelan, Lala dan Billa
Fiksi Remaja[Follow sebelum membaca!] "Kamu apaan, sih? Jangan aneh-aneh, kamu masih sekolah." "Emang kalo sekolah, gak boleh jatuh cinta?" "Tapi nggak sama aku juga. Aku single parents. Udah pernah menikah dan punya anak. Lebih baik kamu cari yang seperentara...