31

669 71 119
                                    

Halooo eperebadeeeh!

Apa kabar?

Yok, yang mau marahin Vee dulu, dipersilakan😂🙏

Btw, yuk ramein!

Happy reading...

***

Matahari masih di atas kepala ketika Jayanegara menghampiri Gajah Mada. Sang Raja meminta untuk dikawal. Tapi, Jayanegara tidak mau ada banyak Bhayangkara. Gajah Mada saja sudah cukup.

"Kau bisa, Gajah Mada?" Tanya Jayanegara memastikan.

Pimpinan Bhayangkara itu mengangguk tegas. "Hamba, Tuanku."

"Bagus." Jayanegara menyeringai puas. Jayanegara keluar melintasi halaman Bale Manguntur. Dia baru saja menyelesaikan rapat dengan para pejabat tinggi kerajaan. Pertemuan rutin untuk membahas keluhan rakyat, wilayah yang mengalami paceklik dan sulit mendapat bahan makanan, juga sederet masalah lain yang wajib diselesaikan.

Jayanegara juga membahas beberapa hal dengan kerabat istana yang memegang wilayah bawahan Majapahit. Selain Daha dan Kahuripan, masih ada Wengker, Tumapel, Matahun, Kabalan, dan Paguhan yang kesemuanya berada di Jawa bagian timur.

Utusan dari Keta, Sadeng, dan sejumlah wilayah datang membawa upeti yang menjadi kewajiban setiap tahun. Mereka berlomba menyumbang upeti paling banyak. Dan itu membuat Jayanegara senang.

"Ah, Gusti Prabu." Suara serak itu menghentikan langkah Jayanegara.

Di hadapannya, salah seorang Dharmaputra yang ia kenali sebagai Ra Kuti menunduk memberi penghormatan.

"Oh, kau, Ra Kuti?" Jayanegara bertanya basa-basi.

"Hamba, Tuanku." Ra Kuti mengangguk dalam.

Jayanegara melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Tuanku hendak kemana?" Tanya Ra Kuti manis.

"Aku ada sedikit urusan," Jayanegara menjawab tanpa menghentikan langkah.

Ra Kuti mengikuti langkahnya. Ternyata, Jayanegara menghampiri Keiko yang menunggu di Purawaktra, diapit Luh dan Rashmi. Jujur, Keiko ngerasa dijulitin mulu dari cara Rashmi memandangnya. Kedua emban itu segera merapatkan kedua telapak tangannya melihat Jayanegara mendekat.

"Heh!" Rashmi menyikut Keiko. Pasalnya, gadis itu berdiri tanpa sikap sempurna. Malah sibuk menghitung lekukan kayu di pintu gerbang. Memang kurang tata sekali.

"Apaan Mbak Mi?" Keiko menoleh. Sikutan Rashmi keras juga cuy. Rusuk Keiko jadi rada ngilu nih.

"Prabu Jayanegara datang. Berikan penghormatan!" Rashmi mendorong bahu Keiko agar menunduk. Mengambil kedua tangan Keiko dan memaksanya menyatu di depan dada.

Peringatan Luh Rashmi abaikan. Hatinya sedang diliputi rasa cemburu.

"Elah! Mbak Luh, temen lo nih!" Keiko berseru sebal. Tak berhasil melepaskan diri dari cekalan Rashmi.

"Dapet pembantu kok gini amat ya?" Keiko menggerutu samar.

Jayanegara melihat sikap Keiko yang tidak biasa saat ia mendekat. Gadisnya ngapurancang. Ah, Sing sudah semakin paham menjadi rakyat Wilwatikta rupanya.

"Sudah lama, Sing?" Sapa Jayanegara ramah.

"Lama," Keiko merengut. "Lumutan gue nungguin lo."

Jayanegara tertawa renyah. Sing memang selalu bisa membuat suasana hatinya membaik.

"Eh, itu siapa, Jay?" Keiko mendelik heran pada Ra Kuti yang berdiri di belakang Jayanegara. Tubuh Keiko dirambati rasa tak nyaman kala priya itu menatapnya. Keiko bergidik. Bulu keteknya berdiri.

[Dear Majapahit] Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang