14

1.9K 181 45
                                    

Coba deh sambil lagunya di play. Vee nulis part ini dengerin lagu ini. Lagu baru, tapi gara-gara Keiko Vee jadi kecanduan. Apaan si Vee wkwk.

Ok, happy reading!

**

Sudah lama, Keiko menunggu kesempatan untuk turun dari kereta bling bling. Lama sekali malah. Sekarang Keiko makin susah buat turun karena rakyat yang semakin banyak. Namun akalnya tak mentok sampai disitu saja.

"Gajah, Gajah. Oi, Gajah kurang gizi!" Keiko berbisik pelan. Matanya mengerling Gajah Mada.

Gajah Mada tidak merespon. Entah dia tidak menangkap, atau pura-pura tidak tahu. Keiko jadi gemas sendiri dibuatnya. Dikerlingnya pemimpin Bhayangkara itu untuk ke 21 kali. Masih belum berhasil.

Keiko memakai cara selanjutnya. Pelan jemarinya mengetuk-ngetuk kursi kereta, membentuk ketukkan apstrak. Dan apa yang terjadi? Masih sama saja. Gajah Mada bahkan tidak memandang Keiko sedikitpun.

Riuh sorakkan kawula yang mengagungkan rajanya menjadi pengiring usaha sigadis mata biru itu. Gimana sih biar dia ngerti? Kalau gue gedor-gedor takutnya keretanya jebol. Kalau jebol, so pasti gue gak bisa beliin yang baru. Secara kartu gue yang banyak 0 nya itu gak ada fungsinya sekarang. Because gue belum lihat ATM gitu sih dari tadi. Mamaa, your daughter is soooo dizzy. Help me, please, Keiko bergumam pelan. Tangannya memijit-mijit kepalanya yang pening.

Aha! Mendadak bohlam lampu menyala terang di atas kepala Keiko. Cewek itu mulai mempersiapkan diri. Tubuhnya ditegakkan, tangannya membentuk semacam corong dan didekatkan ke mulut. Dirasa sudah clear, Keiko segera memulai aksinya.

"Kacaaang, kacaaang! Kacang mahal kacang mahaaaal! Ayo mampir dulu kakak! Mumpung mahal, mumpung promo. Kacang panjang, kacang tanah, kacang Amazon, kacang bik-cabik hatiku dengan sikapmu juga adaaa. Silakan kakaaak."

Suara Keiko tenggelam oleh sorakkan rakyat yang berjejal. Jayanegara yang duduk di sebelahnya saja juga tidak mendengar. Raja muda itu sedang sibuk tebar pesona pada para gadis. Tatapan dan senyum nakalnya diumbar dengan sangat murah. Dan tentu saja, tetap menjaga kewibawaannya sebagai seorang raja.

Bisa-bisa diamuk oleh keempat ibundanya nanti karena dia mempermalukan Wangsa Rajasa. Atau yang terburuk, ayah dan ibu kandungnya bangkit dari kubur, lalu ayahnya kembali naik takhta. Bukannya Jayanegara tidak mau ayahnya jadi raja lagi, tapi kalau begitu dia jadi susah untuk bersenang-senang, sulit untuk memerintah prajurit seenaknya seperti saat menjadi raja. Makanya Jayanegara sampai tak mendengar celoteh gadis di sebelahnya. Fokus tebar pesona dululah cuy.

Para kawula tambah bersorak heboh. Walaupun Jayanegara kurang bijak dalam menjalankan pemerintahan, mereka masih menghormati raja mereka. (Read, Nararya Sanggrama Wijaya). Suara Keiko auto tambah gak ada yang denger.

Tetapi tidak dengan pasukkan Bhayangkara. Lewat ketajaman telinganya, suara semencurigakan apapun dapat tertangkap oleh mereka. Karena mereka adalah pasukkan khusus yang merupakan lapis terakhir pelindung raja.

Lima Bhayangkara yang mengawal perjalanan itu saling melempar kode. Barusan, sebuah suara aneh merangsang kepekaan rungu mereka. Tiga rusuh memutar kepala perlahan. Berusaha melakukan pengintaian senatural mungkin agar tak ada yang menyadari.

"Oiii! Beli, woi! O my got, why are you ignoring me sih, Gajah? Capek neh gue ngomong, you know?!" Keiko bergumam putus asa. Tak tahukah dia kalau Keiko kegerahan di dalam kereta?

Para Bhayangkara meningkatkan kewaspadaannya. "Bongol, Bongol!" Gajah enggon berbisik pelan. Gagak Bongol yang berkuda di samping Gajah Mada tak menyahut. "Bongool!" Gajah Enggon mengulang panggilannya. Gagak bongol tengok kanan kiri.

[Dear Majapahit] Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang