21

1.4K 178 184
                                    

Haloooo!

Masih ada yang nunggu?

Ok, happy reading.

***

Sudah lewat tengah malam. Wilwatikta telah tertidur. Kota raja sepi dari kegiatan apapun.

Obor ditancapkan di sudut-sudut istana menjadi sumber penerangan. Para prajurit sibuk berlalu lalang menjaga keamanan raja dan segenap keluarganya.

Ibu Ratu Tribhuwaneswari terpejam tenang di biliknya. Begitu pula dengan ibu Ratu Narendraduhita dan Ratu Pradnya Paramita. Hanya ibu Suri Gayatri yang sedang tidak berada di tempat.

Prabu Sri Maharaja Wiralanda Gopala Sri Sundarapandya Dewanama Marajabhiseka Sri Wisnuwangsa juga sudah melayang ke alam mimpi. Tidurnya sungguh nyaman, tak terusik sedikitpun. Tuh, pake senyum-senyum lagi. Gak tahu tuh mimpiin apa si mas Jay.

Di kamarnya, Keiko sudah selesai berkemas. Ransel di gendong di punggung, ponsel telah tersimpan aman. Keiko juga sudah mengganti kainnya dengan hoodie dan rok sekolah berwarna abu-abu. Gak nyambung? Emang. Tapi, not bad lah dibanding harus mengenakan kain yang melilit dari atas sampe bawah.

Udah ribet makenya, bikin susah gerak lagi.

"Gue harus pergi," Keiko berbisik lirih. "Gak ada yang ngarepin gue ada di sini. Jay? Gue ngerasa direndahin sama perlakuannya yang kayak gitu. Well, you know lah what I mean."

Matanya mengamati keadaan diluar. Sepi. Tak ada apapun.

Dari celah pintu, Keiko juga tak melihat sesuatu yang membahayakan aksi minggatnya. Kecuali 2 orang prajurit penjaga yang sedang asyik berbincang melepas bosan, sembari menikmati wedang hangat yang diberikan para dayang.

First option, sepertinya harus dieliminasi. Gak mungkinlah Keiko dengan santuy keluar lewat pintu. Kecuali, Keiko mau bakuhantam sama prajurit. But it means, Keiko rela kaburnya gagal. Dan pasti pengawasan atas dirinya akan semakin diperketat.

Itu kata Bongol dulu.

Si Bongol pernah bilang, "kalau ada suatu kejadian yang mencurigakan dilakukan seseorang atau kelompok tertentu, mereka akan diintai dan diawasi. Bisa dengan terang-terangan, bisa juga mereka tak menyadarinya samsek. Mantul sekalikan, Ko?"

Keiko yang kala itu mendengarkan lebih memerhatikan dua kata yang diucapkan Bongol. "Buset, lo udah ngerti samsek sama mantul, bro?" Seru Keiko heboh.

"Hehe, berkat miss bro Keiko."

"Gak usah pake miss nya, kali, bro. Kayak apa aja gue tuh."

Dalam waktu-waktu seperti ini, keterangan Bongol itu sungguh teramat penting. Keterangan yang diberikan Bongol itu, bisa menjadi pertimbangan untuk mengambil langkah selanjutnya. Thanks to Bongol.

Keiko mengamati lagi kondisi di balik jendela. Apakah memungkinkan untuk keluar lewat sana tanpa ketahuan?

Samar, obrolan para prajurit masih tertangkap. Keiko berhitung dengan keadaan.

Tidak bisa mundur lagi, Keiko harus keluar.

Satu, dua, tiga, dorong jendelanya pelan-pelan.

Empat, lima, enam, krieek. Astaga. Jendelanya berderit. Dasar jendela tua. Tampilannya aja menipu.
Mungkin dulunya, jendela ini sering disemprot-semprot pake pembersih kaca. Jadinya kinclong deh kayak di iklan tipi. Padahal aslinya udah berkarat. Yah, ternyata jendela juga bisa pencitraan, gaes.

Tuju, delapan, sembilan, sepuluh. Hap! Keiko berhasil keluar. Tubuhnya bedebam cukup keras. Ranselnya ikut terjatuh, terlepas saat dia menerobos jendela.

[Dear Majapahit] Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang