"Waaaaa! Gue dimanaaaaaa? Guee siapaaaaa" Keiko berteriak histeris. Cicak-cicak di di dinding langsung kabur, kaget denger teriakkan keiko yang kencengnya melebihi speaker abang-abang tahu bulat.
"Kok gue pake baju ginian sih? Kuno banget, asli. Lagian kapan gue beli baju kayak begini?" Keiko meraba-raba bajunya. "Masa kimono kuno? Gak mungkin ah. Trus ini baju apa dong? Bikini kuno? Ee, tambah bukan. Apaa dong?" Keiko menggosok-gosok bajunya.
Daripada bajunya yang udah kusut makin awut-awutan karena digosok terus, keiko mulai memperhatikan kamar yang ditempatinya. Ia berharap kamarnya masih sama, tidak seperti bajunya yang mendadak kuno. Tapi ia harus lebih kaget lagi. Kamarnya tampak berbeda.
"Gue dimanaaa? Kok kamar gue jadi giniii?" Keiko memerhatikan kamar itu bingung. "Kapan papa renovasi kamar gue ya?"
Keiko beranjak turun dari tempat tidur berukir dengan kepala yang masih nyut-nyutan. Dia berputar-putar mengelilingi kamar itu.
Matanya tak mendapati barang-barang yang biasanya berantakkan di kamarnya. Bahkan keiko tidak melihat tanda-tanda keberadaan barang-barang itu.
"Masa barang gue dijual sih? Kok pada tega sama gue?" Keiko meratapi benda-benda yang Raib mendadak. "Gue juga belum make make acara perpisahan for them. Trus trus, gue sekarang jomblo gitu?"
Keiko berjalan mondar-mandir. Benda-benda yang ada di kamar itu di pelototin satu-satu. "Etdah, kamar gue kok jadi gini modelnya? Jadi kuno banget? Gue udah pindah rumah ke planet cokolatous, ya? Ato malah di kipkatus? Someone, please tell me something! I really confuse now!"
Keiko sibuk dengan pikirannya sendiri.
Perhatiannya tertuju kepada barang-barang kuno yang tersusun rapi. Ada lemari kayu yang berisi entah apa, semoga aja bukan aneh-aneh kayak air mata mantan yang diawetin pake bumbu mie instan.
Setelah puas mengamati para lemari, keiko berpindah memandangi meja yang di atasnya ada makanan dan minuman. Perut keiko langsung bunyi.
"Demi apa ni makanan kok bentuknya kuno juga? Comot 1 gak papa kali ya, sekalian ngetes ini ada racunnya atau enggak." Ucap keiko, mencomot salah satu buah yang berukuran besar, gulet, dan warnanya ijo seger. Dari tampilannya sih enak. Satu skor buat bentuknya.
Keiko mulai mengupas kulit buahnya. Dan, tadaa! Isi buah yang berwarna kuning bikin keiko makin ngiler. Keiko memasukan satu potongan besar ke mulutnya. Buah itu dikunyah pelan-pelan.
Pertama, gak ada reaksi apa-apa. Keiko masih tenang-tenang aja tuh. Tapi...
"Aaaaa! Apaan nih! Hoeek!" Keiko berteriak histeris, memuntahkan buah itu. Terburu-buru mengambil air dalam kendi. Meminumnya juga terburu-buru sampai airnya luber kemana-mana.
Keiko terengah-engah setelah menandaskan air yang langsung diminum dari dalam kendi. Tidak melihat di sebelah kendi itu ada gelas yang menunggu untuk di isi.
"Hh, pait giiilak, apaan tadi tuh?" Ucapnya pada diri sendiri. "Kalo ni buah, eh sayur, ya gitulah ya gak tahu gue, kalo ada racunnya gimana ya? Mati dong gue. Papaaaa anakmu gak mau matiiii huhuhu!"
Keiko mengusap perutnya frustasi. Sensasi pahit itu masih jelas terasa. Bagai ingin menakuti jelita bermata biru itu.
"Hoeek!" Keiko berusaha memuntahkan buah itu lagi. Tapi tidak ada yang keluar.
"Aaaaa!" Jerit keiko stres. Pintu yang tidak tahu apa-apa jadi sasaran tendangan keiko, menimbulkan suara berisik. Kendi yang masih belum dibalikin ke meja juga dipukul-pukul. Kamar itu jadi riuh sekali.
"Teng plang dung dor dor buk krompyang.
Jangan lupakan barang-barang yang dilempar sama keiko. The disaster is start, now.
Ceklek...
Gedebuuuk!
"Gooool!" Keiko memekik kesenangan. Barang yang dilemparnya berhasil menggapai sasaran. Eh wait. Sasaran?
"Ah. Aduh. Siapa yang melemparku?!.?!.!"
"Aaaaa ! Siapa lo?" Keiko terperanjat melihat orang masuk kamarnya gak pake ketok-ketok.
"Eh, Sing. Sudah bangun, cantik?" Jayanegara menetralkan ekspresinya. Tersenyum menggoda memperlihatkan giginya yang berderet rapi.
"Sing? Who?" Tanya keiko bingung.
Jayanegara ikutan bingung. "Kau bicara apa?"
"Lo ngomong apaan dah. Aneh bahasa lo." Keiko eror.
"Lah? Ada apa denganmu, sing?" Jayanegara menatap keiko cemas. "Mainanku, jangan sampai rusak."
Keiko memijat kepalanya yang benjol gede. "Gue di planet manaa?!.?!!"
Jayanegara berjongkok, memperhatikan kaki keiko.
"Woy! Mo apa lo, alien jelek aneh hentai?"
Jayanegara semakin mengerenyit. Kaki mulus itu diperhatikannya lekat-lekat. "Sing!"
"Paan seh sang sing sang sing?" Ketus keiko. Bibirnya mencebik.
"Jayanegara tersenyum nakal memandangi bibir itu. Tangannya terangkat bermaksud memegang.
"Et et. Gak boleh pegang-pegang, ya." Keiko menepis tangan si raja kudet. Jayanegara tak peduli. Tangannya kembali mendekat. "Eh lo budek apa budek, ha? Udah gue bilang gak boleh pegang-pegang! Ih dasar...!"
Keiko melotot. Mulutnya terbuka. Di depannya, jayanegara menggenggam tangannya dengan wajah tanpa dosa.
"Eh, sing. Kamu tidak sedang bermain sandiwara dengan bahasa aneh, kan?"
Jayanegara memegang perutnya yang pusing. Ya, kalian tidak salah baca. PERUT. Perutnya juga ikutan pusing. Isinya bergolak. "Ngape lo? Sakit perut? Hamil?"
Jayanegara menganga. Kalau kosakata yang satu ini ia mengerti. Otaknya langsung nyambung. Di jidatnya tu ada tulisan connecting, trus dibawahnya ada tulisan lagi. Mempersiapkan perangkat untuk hamilin anak orang.
"Kamu... ingin melakukan itu... sing cantik kurang ajar?" Tanya sang prabu terbata. Senyumnya lebar sekali.
"Sssst, dengar itu!" Bisik gajah enggon yang menguping di dekat pintu. Lebih tepatnya, menjaga di dekat pintu. Lembang laut yang dibisiki hanya tertawa ditahan. "Hahaha... haha... haha. Tontonan menarik, enggon."
"Sangat menarik sekali. Aku sering melihat, tapi belum pernah merasakan, lembang laut. Hahaha!" Gajah Enggon mengerling jahil pada sahabatnya. Lembang laut membalasnya tak kalah nakal. "Mengapa kau menatapku seperti itu? Ingin melakukannya bersamaku?"
"Ah, boleh juga itu," gajah enggon mendesah. Pinggulnya bergoyang bermaksud meniru penari yang biasanya menghibur di alun-alun, tapi yang terjadi malah mirip orang sedang berperang. "Aah, enggon. Kau manis sekali," lembang laut menggerak-gerakkan lengannya ke kanan kiri.
Jadilah pertunjukkan mendadak itu disaksikan oleh pintu yang berdiri kaku.
"He, kalian sedang apa itu?" Bhayangkara Gagak bongol yang muncul dari arah tangga menginteruksi acara nakal mereka. Pradabasu melangkah disampingnya. Enggon dan lembang laut menoleh bersamaan. Gerakkan apsurt itu terhenti.
"Ah, bukan apa-apa. Tidak baik untuk anak kecil," gajah enggon tersenyum nakal kepada pradabasu. Yang disenyumi membalas datar.
"Ahaha," gagak bongol tertawa disusul lembang laut. Kedua bhayangkara itu menepuk-nepuk pundak temannya. Pradabasu melengos tak peduli.
"Memangnya, kalian tadi sedang apa sih?" Gagak bongol berbisik penasaran. Gajah enggon menampilkan cengirannya sebelum menjawab. "Ya, seperti yang kamu lihat."
Lalu gajah enggon mendekat dan membisikkan sesuatu pada Gagak bongol yang membuat bhayangkara itu tertawa tanpa suara.
Brakk!!!
"Apa itu?" Mereka berempat mengarahkan perhatiannya ke bilik pribadi raja.
***
Gimana setelah kalian baca part ini?
Jangan lupa votenya. Vee bakal lebih seneng lagi kalo ada komennya. Ehehe.
See you on the next chapter.
Love love love.
Vee

KAMU SEDANG MEMBACA
[Dear Majapahit] Why Me?
Historical Fiction#7 in timetravel, 11 April 2020. #6 in Majapahit, 5 Juni 2020. "Jujur, sampai sekarang, gue masih gak ngerti sama apa yang gue alami. Dan gue juga gak ngerti kenapa semesta berkonspirasi nyasarin gue kesini dan ketemu kalian?" Adiera keiko. Seorang...