29🌧️

50 9 6
                                    

29. Bangun dari mimpi indahnya







- Untuk Hujan -




Pelangi melangkahkan kakinya untuk masuk ke halaman rumah milik Hujan setelah di bukakan pagar oleh sang satpam.

Berharap dalam hati kali ini akan ada keluarga Hujan yang ada di rumah, karena sejak kecelakaan Hujan lima hari yang lalu, tidak ada satu pun dari keluarganya yang bisa di hubungi.

Saat sampai di depan pintu, Pelangi menghembuskan napasnya pelan, tak berhenti berharap semoga kali ini keluarga Hujan ada agar tau bagaimana keadaan cowok itu sekarang.

Mengetuk pintu rumah Hujan beberapa kali sampai ada yang membukanya.

"Siapa?" tanya sosok yang ada di hadapan Pelangi.

Pelangi tersenyum, "Saya teman  Hujan tante," ucap cewek itu.

Alea menggeleng, "Saya gamau denger."

"Tapi tante—"

"Saya gamau denger, gausah maksa saya. Lagian saya gapernah mau tau kabar anak itu, bagus-bagus dia udah gak ada di kehidupan saya sama keluarga saya,"

Pelangi tertegun sejenak, masih tidak menyangka jika Hujan sangat di benci di keluargnya.

"Hujan kecelakaan tante, udah lima hari gak sadarkan diri," ungkap Pelangi, memilih untuk terus memberi tau bagaimana keadaan Hujan sekarang walaupun Alea sudah menolaknya sejak awal.

Alea tertawa pelan, "Loh bagus dong? Belum sadar kan dia? Gimana tuh bayar rumah sakitnya?" tanyanya dengan nada bicara yang meledek.

Pelangi tersenyum tipis, "Untuk masalah biaya gak ada yang perlu di khawatirkan kok tante. Saya kesini cuma mau kasih tau gimana kabar Hujan sekarang ke keluarganya, karena menurut saya keluarganya harus tau gimana keadaan Hujan," jelasnya.

"Saya bukan keluarganya, jadi saya gak perlu tau kan? Lagian kalo keluarganya tau harus apa? Jenguk dia? Nangis? Atau gimana? Keluarganya dia emang siapa?" tanya Alea.

Pelangi benar-benar terdiam sekarang, langsung memikirkan bagaimana perasaan Hujan selama ini.

Bagaimana Hujan bisa kuat selama ini?

Dan bagimana caranya Hujan tersenyum bahkan saat keadaannya seperti ini?

"Kamu temennya kan? Saya bahkan baru tau ada yang mau temenan sama anak itu. Gak usah kesini lagi ya, ini bukan rumahnya, kamu salah alamat," ucap Alea sambil tersenyum sinis.

"Siapa bun?"

Mereka berdua menoleh saat Sakti datang dari dalam rumah. Sakti mengernyit saat melihat Pelangi yang berdiri di depan pintu, "Kamu siapa? Temennya Zevan? Atau Zedan?" tanyanya.

Pelangi tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya, "Saya temennya Hujan om," jawabnya.

Sakti yang tadinya tersenyum langsung mengernyit tidak suka, "Kesini ngapain? Nyari anak itu? Anaknya gak ada, pergi dari rumah," katanya.

Pergi dari rumah...?

Bukankah Hujan dipaksa untuk pergi?

***

Pelangi meletakkan sekuntum bunga mawar di atas makam, mengusap pelan batu nisan dengan nama Alisa sambil tersenyum.

"Halo bunda..."

"Pelangi kesini lagi, tapi gak sama Hujan. Maaf ya bunda, Hujan lagi gak bisa kesini, Hujan lagi mimpi indah bunda kayaknya, sampe gak mau bangun dari tidurnya lima hari ini," lirih Pelangi.

Untuk Hujan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang