Luna melangkahkan kakinya di tengah koridor, dia kembali ke kelas untuk mengambil dompetnya dan sekarang dia akan menuju kantin karena teman-temannya sudah menunggu disana. Saat berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang, yang tak lain adalah Vania, pacar Galang. Luna hanya bisa meringis kesakitan, badannya yang mungil membuatnya kesusahan untuk melawan.
"S-sakit, Van"
"diam lo!" Vania terus saja menyeret gadis itu hingga berhenti di gudang belakang sekolah. Vania menghempas kasar tangan Luna.
Luna melihat pergelangan tangannya yang sudah merah, pandangannya beralih ke tangan Vania yang memegang sebuah gunting ke arahnya.
"l-lo mau ngapain?"
"gara-gara lo, gue jadi putus sama Galang!" Luna terkejut mendengarnya, ternyata Galang benar-benar melakukan apa yang dibilangnya waktu itu.
"maaf, tapi gue udah gak ada hubungan sama Galang"
"Bohong! Lo masih cinta sama Galang kan? Lo masih sayang kan? Jawab gue, jalang!" Vania mengguncang pundak Luna, perlahan air mata turun dan membasahi pipi Luna.
"gak usah nangis lo!" ujar salah satu teman Vania.
"gue benci sama lo, Luna!" Vania sudah melayangkan tangannya yang memegang gunting, siap untuk menacapkan ke tubuh Luna. Tapi, semua itu tidak terjadi karena Liora datang dan menahan gunting itu.
Itu bukanlah gunting biasa, tapi gunting medis yang biasa digunakan untuk pembedahan. Darah mulai bercucuran dari telapak tangan Liora. Dia merampas guntingnya lalu dicampak sembarangan.
"lo udah gila ya! Kalau nyawa dia hilang, lo mau tanggung jawab?!"
"punya otak dipakek. Pantas aja Galang mutusi lo, kelakuan lo gak jauh beda sama setan!"
Luna melihat setetes daraah jauh ke permukaan tanah, "Li, tangan lo berdarah" Liora melihat tangannya sejenak lalu kembali menatap Vania yang terdiam.
"bukan hanya ke Galang, gue bakal laporin lo ke polisi karena perilaku keji lo. Gue udah punya bukti semuanya dan lo gak bisa ngelak!"
Vania dan teman-temannya tentu saja terkejut dan mulai ketakutan. Mereka berlutut memohon pada Liora. "gue mohon sama lo, jangan laporin gue ke polisi" Liora hanya diam dan malas melihat wajah gadis yang tengah berlutut di depannya.
"lo salah sama siapa, mohonnya ke siapa" raut wajah Vania kini berubah menjadi datar, dia pun berdiri siap untuk menampar Liora.
"mau ngapain lo?" suara bariton dari Revan membuat mereka semua menoleh ke belakang, ternyata bukan hanya lelaki itu saja teman-temannya juga berada di sampingnya. Clara, Claudya dan Rachel langsung menghampiri Liora dan Luna. Begitu juga dengan Revan, Verrel, Alvin, Arnold juga Galang.
Galang menghampiri Vania terlebih dahulu yang membuat hati Rachel sepeti dihantam sebuah batu. Sementara Vania tersenyum, dia berfikir kalau Galang masih memprioritaskannya.
Galang berdiri di hadapan Vania, "lo senyum atas perbuatan lo?" Senyum Vania perlahan menghilang.
"kita putus, bukan karena Luna. Kalau lo ngelakuin hal kayak gitu, gue gak bakal segan segan ngelaporin ke nyokap lo" ujar Galang penuh penekanan, nyali Vania mulai menciut mendengar perkataan lelaki itu.
Lalu Galang melangkah maju menuju Luna, "lo gapapa?" Luna tersenyum dan mengangguk pelan sebagai jawaban. Revan melihat sedari tadi Liora memegang tangannya, dia baru sadar kalau tangan gadis itu berdarah.
"Li, tangan lo berdarah" Revan pun langsung menghampiri Liora, sementara gadis itu langsung membasuh tangannya di wastafel. Semua teman-temannya ikut mengejar Liora dan meninggalkan Vania sendirian.
Sebelum pergi, Galang menatap sengit ke arah Vania. Tiga hari yang lalu dia sudah memutus hubungan dengan perempuan itu. Dia jadi tahu kalau Vania akan berbuat sejauh ini karena hal tersebut. Itu artinya, dia harus selalu berada di dekat Luna dan menjaganya kalau tiba-tiba saja Vania bertindak lebih jauh lagi.
"ke uks aja" Verrel langsung menarik pergelangan tangan Liora, tak ada penolakan darinya. Ini juga demi kebaikan dirinya agar tidak infeksi. Revan melihat adegan itu dengan tatapan datar, hatinya merasa sesuatu yang tak biasa.
"kenapa lo bengong, cemburu?" tanya Alvin menepuk pundak Revan. Revan tak menanggapinya dan ikut mengejar mereka ke uks, begitu juga teman-temannya yang lain.
Sesampai disana, Liora langsung mendapat perawatan dari penjaga uks yang tak lain adalah adik kelas mereka.
Setelah selesai, ponsel Liora berdering. Dia tidak tahu nomor siapa yang menelfon dan ia angkat saja
"Halo ini siapa?"
"Selamat pagi, ni Liora kan? Saya gurunya Aira, Airanya tidak mau masuk ke kelas, kak. Ibuk sudah bujuk tapi dia bilang tidak mau. Apa kamu bisa kesini sebentar?"
"baik buk, saya segera kesana"
"Lo mau kemana, Li?" tanya Verrel.
"gue izin bentar ya, ke sekolah Aira" ujarnya. Baru selangkah berjalan, tangannya ditahan oleh lelaki yang berada di belakangnya, Verrel.
"biar gue antar, tangan lo gak bisa nyetir, Li" Liora diam sejenak menimang niman tawaran dari Verrel, lalu tak lama dia mengangguk setuju. Verrel pun berlari ke kelas untuk mengambil kunci mobil Liora.
Clara dan Claudya mendekatkan tubuhnya ke Liora ingin berbisik, "Li, lo ada hubungan apa sama Verrel?"
"iya Li, kok tumben dekat gitu. Verrel juga keliatan khawatir banget sama lo"
"gak ada hubungan. Mungkin dia emang mau bantu gue. Jangan negatif thinking" lewat dua menit sudah, Verrel kembali ke uks. Dia dan Liora langsung pergi ke parkiran, tak lupa sebelum itu Verrel sudah izin ke piket, mereka juga hari ini tidak ada jam belajar karena semua guru sedang rapat.
Entahlah, akhir-akhir tidak tahu mengapa guru sering rapat, mungkin ada suatu hal yang perlu diluruskan. Revan menatap nanar kedua insan yang sudah pergi itu, dirinya kalah cepat lagi. lelaki itu mendapat cibiran dari teman-temannya.
"cie cie, Revan cemburu"
"makanya Van, kalau suka cepetan tembak keburu diambil orang lain"
"tau nih, awas nyesel lo!"
"gak, nanti mati kalau ditembak" balas Revan cuek lalu meninggalkan mereka semua. Dia ingin ke taman belakang sekolah, menenangkan dirinya. Saat melangkah, ponselnya berdiring pertanda satu pesan masuk. Dia membukanya,
Papa : Van, papa dapat info tentang teman kamu itu
Setelah membaca pesan dari Papanya, lelaki itu merasa lebih tenang. Ya, beberapa hari lalu dia meminta Papanya untuk mencari tahu informasi mengenai orang yang sedang ia cari. Untung saja, Papanya dengan senang hati menolongnya. Revan memasukkan kembali ponselnya kedalam saku dan lanjut melangkah. Dia akan menemui Bima setelah pulang sekolah nanti.
* * *
Jangan lupa vote dan coment!!!🤩
Instagram @lirik.biru
See you di part selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
RA & RE
Teen FictionMasa lalu memang tidak akan terlupakan, tapi bagaimana jika kita memang tidak ingat apapun tentang masa lalu? Revan, lelaki yang tak pernah berhenti untuk mencari keberadaan Rara, teman kecilnya. Revan tak pernah menganggap kalau Rara sudah tewas s...