25

12.3K 1K 146
                                        


Pemanasan dulu xixixixi 

Hi, lama tak jumpa. Setelah lama hiatus, baru nyoba nulis dikit nih. pemanasan dulu ya, kalo masih rame kayak biasa, bakal lanjut lagi. btw, makasih ya buat support kalian selama ini. 

*** 

Aku menatap geli bocah di sampingku ini yang sedang memasang wajah bingung. Pasalnya sepanjang perjalanan bocah ini tak henti-hentinya memasang wajah cemberut dan mengomel. Ia memprotes gaun yang kupakai, make up yang katanya terlalu menor, bahkan menuduhku malu jalan sama dia gara-gara aku memaksanya memakai pakaian semi formal yang kubelikan untuknya. Ia juga memasang wajah cemberut saat aku ngotot tidak membiarkan Damar menyetir selama perjalanan. Aku takut aja kalau dia yang nyetir malah membelokkan tujuan, nggak sampai tujuan alias menghadiri pernikahan Edgar.

"Kok kita datang ke sini sih? Kamu ngerjain aku ya? Sengaja kan bikin aku cemburu bilang mau ketemu Edgar-Edgar itu?"

"Kita memang mau ketemu Edgar kok," jawabku sambil tersenyum.

"Di sini? Di acara pernikahan?" Damar mengernyit bingung. Aku memang belum memberitahunya tentang pernikahan Edgar.

"Iya." Aku mengulum senyum.

Damar mendengus pelan, "pantas aja ya kamu memaksaku buat pakai pakaian kayak gini."

"Dih, biasanya juga maksa-maksa buat couplean, sekarang kubeliin yang senada biar couplean, ngomel mulu dari tadi."

Mata Damar terlihat membesar, kemudian melirik gaunku sekilas. Tiba-tiba senyum tipis terbit di bibirnya. "Kamu sih ..., bikin aku cemburu terus. Kamu tahu kan, aku tuh insecure, malah kamu sengaja panas-panasin kayak gini. Lagian kenapa nggak bilang dari tadi coba, capek aku ngomel-ngomel nggak jelas dari tadi. Ternyata kamu ngeprank aku."

"Apaan prank? Orang beneran ini tuh janjian ketemuan sama Edgar. Ngapain juga ngeprank kamu. Kurang kerjaan saja."

Damar memicing menatapku, kemudian mencebik. Ia membuka seatbelt kemudian membuka pintu. "Ya sudah, ayo ketemu si Edgar-Edgar itu."

Aku mematikan mesin, membuka seatbelt kemudian keluar mobil sambil tertawa. Bocah ini gemesin banget sih kalo udah cemburu kayak gini.

Damar menarik tanganku saat aku berjalan ke arah Gedung pertemuan tempat Edgar mengadakan resepsi pernikahan. "Kenapa?" Aku menoleh, menatapnya. Sedang Damar tertegun melihat pigura besar berisi foto Edgar dan pengantinnya yang diletakkan di samping pintu masuk.

"Edgar nikah?" tanya bocah itu sesaat setelah menemukan kesadarannya. Ia menatapku bingung.

"Iya."

"Kok nggak bilang? Kok kamu biarin aku salah paham sih? Beneran sengaja bikin aku jealous kan?" Damar berdecak tidak terima.

Tertawa, aku mengacak rambut tebalnya, "sengaja. Aku seneng lihat kamu kesel gitu."

"Puas?" Damar mencebik.

"Puas banget." Aku tertawa lebar, meraih lengan Damar, mengaitkan lenganku di sana. Bocah itu menyentil ujung hidungku pelan sebelum berjalan beriringan memasuki Gedung.

"Terus, kenapa dia masih genit gitu sama kamu? Udah mau nikah juga kasih-kasih hadiah ke kamu," ujar Damar tanpa memandangku. Aku menoleh, menatap wajahnya yang cemberut.

"Hadiah apa sih? Aku nggak nerima hadiah apapun darinya."

Damar menoleh, menatapku dengan mata memicing. "Jangan pura-pura lupa. Aku jelas-jelas masih ingat dia kasih kamu pas di kafe dulu."

"Kotak biru itu?" Aku tertawa.

"Nah kan, pura-pura lupa sih," sungutnya.

"Itu undangan nikah."

"Kamu pikir aku percaya?"

"Emangnya aku suruh kamu percaya? Mau percaya atau enggak, bukan urusanku." Aku mencoba melirik ekspresi Damar saat ini. Astaga, bocah ini menggemaskan sekali dengan ekspresi ingin protes tetapi ditahan-tahan. Alhasil dia hanya bisa menekuk bibir kayak anak kecil yang nggak dapat mainan kesukaannya.

Aku agak sedikit terkejut saat mendapati suasana di dalam Gedung tidak begitu mirip resepsi pernikahan yang sering kudatangi. Tidak ada panggung megah yang biasanya digunakan pengantin untuk bersalaman atau mengambil gambar dengan tamu, yang ada malah nuansa santai kayak di pantai. Beneran pantai secara harafiah. Edgar benar-benar memboyong suasana pantai di dalam Gedung. Dan astaga! Aku beneran salah kostum saat kulihat tamu undangan memakai dresscode putih, dan aku berada di tengah-tengah mereka dengan gaun biru tua. Baiklah, aku dan Damar beneran kayak sepasang couple salah tempat.

"Wah, kejutan kamu beneran datang, Rell." Suara Edgar yang datang bersamaan dengan wujud tampannya terdengar gembira. Aku menatap Edgar yang benar-benar tampan dengan setelan casual putih. Di sampingnya berdiri pengantin Edgar yang terlihat sangat serasi ketika bersanding dengan lelaki tampan itu.

"Gue salah kostum," decakku disambut tawa renyah Edgar. Ia menatapku dan Damar bergantian, "nggak papa. Anggap saja kalian jadi maskot acara ini," ujarnya.

"Sialan," umpatku dengan nada bercanda.

"Halo, terima kasih sudah datang ya. Saya dulu sering dengar curhatan Edgar nyeritain kamu. Setelah ketemu langsung kayak gini, saya jadi tahu kenapa Edward susah move on dari kamu." Pengantin Edgar mengulurkan tangan, aku segera menyambutnya.

"Aduh Sayang, ngapain sih diceritain. Hahaha. Itu kan sudah masa lalu. Tapi berkat semua sesi curhat itu, aku malah nggak bisa jauh dari dia." Edward merangkul istrinya, membawa ke dalam pelukan lalu mengecup puncak kepalanya.

Edgar menatap Damar. "Oya, thanks udah datang, Bro. Gue khawatir Arella nggak mau ngajak lo ke sini. Gue bisa bernapas lega sekarang setelah melihat kalian masih bersama. Takutnya hubungan kalian jadi kenapa-kenapa setelah keisengan gue kemarin." Dia mengulurkan tangan ke arah Damar. Bocah itu menyambutnya dengan enggan.

"Sudah ketemu Ray?" tanyanya lagi.

"Ray?" Damar mengernyit, lalu menatapku dengan pandangan bertanya. "Bang Ray. Kamu pernah ketemu waktu di kafe dulu," terangku. Damar mendengus pelan, "yang sok mesra sama kamu itu? Yang kamu bilang kakak sepupu?" Aku mengangguk, sedang Edgar tertawa renyah.

"Wah, sudah ketemu dan kalian masih bersama?" Edward terlihat kaget sedang Damar malah mendengus.

"Memang kenapa harus pisah?"

Aku menatap Damar yang terlihat sedikit gusar. Mengaitkan tangan ke lengannya, memberi sedikit ketenangan pada berondong manisku ini. "Bang Ray memang seperti itu pada semua lelaki yang dekat sama aku. Dia itu menyeleksi, pantas gak jadi pasanganku gitu."

"Kamu menilai pasangan pantas gak buat kamu hanya karena penilaian orang lain?" Damar menatapku lekat, membuatku salah tingkah. "Apaan sih?" Aku berkelit, membuat Edgar dan pasangannya tertawa kembali.

"Aku yakin kalian bakalan awet kok. Ku tunggu undangan kalian ya," ujar Edgar yang membuat mataku membola. Undangan? Sepertinya aku harus nunggu empat atau lima tahun lagi deh kalau beneran sama bocah ini. Hampir saja aku lupa kalau lelaki yang kupacari ini masih bocah.

"Hahaha ... masih lama kali, Ed." Aku menyemburkan tawa diikuti cebikan Damar yang memprotes. Edgar yang melihat itu ikutan tertawa. "Pacar kamu udah nggak sabar tuh. Udah, nggak usah lama-lama Rell. Aku dukung kamu, Bro." Edgar memukul pelan lengan Damar, menunjukkan dukungan.

Berondong's AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang