4

17.3K 1.3K 81
                                        


Belum sempat edit, nulis langsung publish sih. edit belakangan ah... xixixi kali-kali banyakin komennya dong. aku seneng banget kok kalo ada yang komen hahaha.

Happy reading, makasih vote and komennya. ^^

----

Aku memutar bola mata ketika bocah tengil itu melambaikan tangan, seakan-akan memberitahukan keberadaannya padaku. Oke, dia memang tidak memakai seragam sekolah, tapi melihat ia memakai kaos ngepas badan yang bikin kotak-kotak perutnya tanpa malu-malu memperlihatkan diri dipadu dengan jeans sobek-sobek kekinian, fix bikin aku kayak tante-tante kencan dengan daun muda. Apalagi saat ini aku masih memakai pakaian kerja. Semi resmi sih, tapi tetap saja kayak kelihatan beda usia dua puluh tahun dari pada sembilan tahun dengannya.

"Pulang kerja langsung ke sini?" Wangi perpaduan citrus dan mint terhidu saat dia sudah berada di dekatku.

"Menurut lo?" sahutku jutek.

"Capek ya? mau gue beliin minuman dingin dulu sebelum kita jalan-jalan?" tawarnya.

"Jalan-jalan?" Aku membelalak, menatapnya ngeri.

"iya. Jalan-jalan. Memang lo nggak pernah jalan-jalan di Mall?" Ia tersenyum mengejek. Aku mendengus pelan.

Jalan-jalan di mal? Dia pikir aku nggak pernah jadi anak gaul? Hal kayak gitu aku lakuin waktu aku masih pakai seragam putih abu-abu, bukan sekarang. Aku sama sekali tidak pernah membayangkan jalan-jalan di mal dengan seorang bocah. Oke, ralat. Beberapa kali aku jalan bareng Revan atau Revel, kedua adik kembarku di mal, tapi bukan jalan-jalan yang you know lah, jalan-jalan ala anak abg, keluar masuk toko tanpa membeli apapun. Ke mal buatku ya paling hanya buat makan atau sekedar mengantar dua bocah kembar itu membeli kebutuhan mereka. Aku bahkan tidak pernah membeli baju di mal. Aku sudah punya butik langganan yang selalu menyiapkan pakaian apapun yang aku butuhkan.

"Lo cuma mau bikin gue malu kan?"

"Malu gimana?"

"Lo sengaja ajak gue jalan di mal dengan pakaian kayak gini?"

"memang kenapa pakaian lo?"

"Lo mau bikin gue berasa jadi tante-tante yang jalan sama berondong kayak lo? Lo bangga ya jalan sama tante-tante di mal? Lo bangga, gue yang malu!"

"Tante-tante? Lo nggak setua itu kali." Ia terkekeh.

"Iya, gue belum tua, tapi kalo dibandingin lo, gue itu udah tua banget. Duh, gue nggak bisa bayangin pas gue SMA, lo masih SD, masih ingusan, masih—"

"Stop! Jadi intinya lo mau ganti baju dulu? Beli di sini?" potongnya cepat.

"Pakai duit lo?" Aku menantang. Bocah kayak dia pasti nggak punya banyak uang.

Bocah itu menghela napas lalu merogoh dompet dari saku jeansnya. "Kalau cuma beliin baju kayaknya duit gue masih cukup." Ia menyeringai saat memerlihatkan isi dompetnya padaku. Sempat kulihat beberapa lebar pecahan merah di dalamnya.

"Dari mana lo dapat duit banyak gitu?" tanyaku keki, merasa tidak berhasil membuatnya mundur.

"Meski kecil-kecilan, gue main basket juga dibayar. Tenang aja, gue bisa menghasilkan duit sendiri kok. Meski dating sama lo, gue pastiin kalo gue nggak bakal minta duit lo sepeserpun. Lagian, duit dari lo juga masih utuh. Gue nggak pakai sama sekali. Nih, gue balikin." Bocah itu mengambil beberapa lembar uang seratus ribu, menyerahkannya padaku yang otomatis kutepiskan. 

"Apa sih? Gue nggak minta balik duit yang udah gue kasih. Dan lo kira gue tega minta duit sama bocah kayak lo? Gue—"

"Berisik!" potongnya yang kemudian menarik tanganku, menyeret ke dalam stan pakaian.

Berondong's AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang