ini adalah chapter yang paling mentok saat kutulis. meski sudah beberapa bulan kehilangan seseorang yang benar-benar berada di hati kemudian menulis chapter yang berhubungan dengan hal itu, sedikit membuatku melow dan yaa... nggak bisa lagi deh bilangnya. semoga feel nya dapat ya. dan semoga chapter2 berikutnya aman. hehehe.
salam sayang, PIE.
---
Aku mengembuskan napas berulang-ulang. Antara panik bercampur kesal. Panik karena dari kemarin malam pesanku sama sekali tak dibalas bocah itu, bahkan telepon dariku tidak diangkatnya. Kesal karena menyadari aku benar-benar khawatir pada Damar. Menyadari kalau aku beneran punya perasaan yang nggak pernah masuk dalam logika. Ya, aku bisa jatuh cinta sama berondong usia delapan belas tahun itu.
Ini adalah perasaan paling tidak masuk akal dalam hidupku. Jatuh cinta pada anak belasan tahun di saat umurmu sudah dua puluh tujuh tahun. Konyol sekali. Kembali aku menghubungi bocah itu, dan sama seperti puluhan panggilan yang lalu, panggilanku kali ini juga tidak mendapatkan respon apapun. Setelah kemarin malam mengantarku pulang, bocah itu langsung berpamitan. Sepertinya alerginya makin parah. Bukannya aku tidak peduli, ia yang menolak untuk periksa ke dokter. Dia bilang sudah biasa, bakal sembuh sendiri. Tapi apa? Ia tidak menghubungiku setelah sampai di rumah seperti janjinya sebelum meninggalkan rumahku.
Atau jangan-jangan bocah itu nggak sampai di rumah? Jantungku tiba-tiba berdetak nggak karuan. Astaga, mikir apa sih aku ini? Kenapa harus berpikir yang tidak-tidak di saat seperti ini? Kembali kuhubungi ponselnya, sia-sia.
"Arrghh ... bikin hatiku kacau saja, dasar bocah!" makiku sambil memukul bantal, melampiaskan kekesalan.
Sial, jangan-jangan bocah itu sedang ngambek karena postingan di Instagram kemarin? Aku mengacak rambut kesal. Kemarin sesampainya di kamar, aku teringat dengan postingan bocah itu di Instagram. Membuka akun Instagram, membaca komentar tentang foto itu dan melonjaknya follower secara drastis membuatku memutar bola mata. Banyak yang mengomentari kalau pacar bocah itu tidak popular karena followernya cuma dua digit, tidak pernah upload foto berdua Damar, yang paling parah adalah komentar kalau Damar tidak cocok pacaran sama cewek muka tante-tante seperti diriku. Tanpa pikir panjang, aku menonaktifkan akun Instagram. Memang siapa yang mau pacaran sama berondong macam Damar? Bukannya dia yang memaksaku untuk jadi pacarnya? Dan sekarang ketika aku jadi jatuh cinta padanya, semua salahku? Aku memukul bantal saking kesalnya. Beranjak dari Kasur, aku memutuskan untuk mandi agar kegalauan ini ikut larut oleh siraman air dingin. Biasanya weekend kayak gini duo kembar bakal rewel ngajakin jalan.
Aku tidak menemukan duo kembar di ruang makan, seperti biasa saat weekend. Yang ada malah papa yang sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca koran pagi. Tumben.
"Revel dan Revan belum bangun, Mbak Rin?" tanyaku pada asisten rumah tangga yang mengantarkan jus dingin untukku.
"Mereka sudah pergi pagi-pagi tadi. Ada acara di sekolah katanya." Bukan Mbak Rin yang menjawab, tapi papa.
"Oh," responku canggung. Ya, secanggung ini berbicara dengan ayahku sendiri. Dalam diam aku mengambil setangkup roti, mengolesnya dangan selai strawberry, kemudian mengarahkan pandang pada papa yang masih asik membaca koran. "Papa mau sarapan juga?" tanyaku pelan. Butuh lebih dari lima detik untuk beliau mengalihkan pandangan dari surat kabar kepadaku. "Sudah. Bareng Revan dan Revel tadi pagi." Papa menutup koran, menyesap kopinya kemudian berdiri. Aku hampir bernapas lega saat mengira papa akan beranjak pergi. "Kamu sarapan saja. Nanti setelah selesai, Papa tunggu di ruang kerja." Bahuku merosot saat papa berbalik menuju ruang kerja. Tiba-tiba selera makanku lenyap. Tidak merasa lapar lagi.
---
Aku membuka pintu ruang kerja papa dan mendapati beliau sedang menekuni berkas-berkas di meja. Papa mendongak saat melihatku masuk, lalu menutup berkas yang berada di depannya. Aku tahu, papa sedang ingin membicarakan hal penting.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong's Attack
ChickLitPunya pacar berondong? ... Hmm, pasti ngegemesin! Tapi kalo kamu pacaran sama anak SMA disaat umurmu udah 27, ini namanya bencana!!