9

13.4K 1.1K 79
                                    

Halo, udah lama nunggu update?
Oya, banyak yang nanya-nanya tentang cast nya Damar nih. Jadi, sebenernya pas bikin cerita ini, aku abis reunian SMA nih. Ketemu sama temen yang dari SMA sampai sekarang, imutnya tuh gak ilang alias masih imut aja sampai sekarang. Udah gitu masih single aja dia, senasip kitah hahha. Nah dari reuni itu, aq jadi kontakan lagi sama dia. Bahkan dia punya 2 novel yang aku terbitkan. Mau tahu namanya siapa? Yapp, Damar. Betewe aku udah minta ijin sih pakai nama dia, nama lengkap lagi ekwkwk. Tapi kalo aku publikasiin nih si Damar beneran, nanti pada kepoin si doi, nambah follower deh dianya 🙈🙈

***

"Tunggu!" Aku memalingkan muka pada Damar yang baru saja menyalakan mesin mobil.

"Hm?" Bocah itu mengangkat alis.
"Kenapa?"

"Lo keluar aja deh."

"Kok keluar? Katanya mau nganterin kamu pulang?"

"Harusnya lo nggak di sini," dengusku pelan, sedang Damar menatapku lekat.

"Kalau aku nggak seharusnya di sini sama kamu, harusnya aku di mana?"

"Kerja."

"Apa?"

"Ya seharusnya lo di sini buat kerja kan? Jadi gue bisa pulang sendiri. Lo keluar gih, sana!"

Damar berdecak, memutar bola mata lalu melajukan mobil.

"Aku hari ini off kok. Tadi di sana cuma karena temen-temenku mau datang. Makasih ya udah perhatian gitu sama aku." Damar menatapku sekilas sebelum senyumnya terbit. Gantian sekarang aku yang berdecak sebal. Perhatian dari Hongkong? Aku hanya tidak ingin terjebak berdua bersama bocah ini sekarang. Sepertinya otakku jadi nggak beres sejak dekat dengannya.

"Sekarang aku antar pulang ya," ujarnya riang.

"Nggak usah," tukasku cepat.

"Kenapa? Kamu mau jalan-jalan?" Damar menoleh, memamerkan senyum lebar.

"Gue mau nyelesein kerjaan. Muter balik deh, gue drop lo di Skydrive."

"Kenapa nggak diselesein di kafe aja sih?"

Tunggu, kalau bocah ini balik ke kafe dan ketemu teman-temannya itu, dia makin terjerumus dengan pergaulan nggak sehat dong. Bagaimanapun juga Damar masih anak-anak. Dia nggak boleh terpengaruh dengan pergaulan orang-orang dewasa itu.

"Kita ke kafe lain aja," ujarku akhirnya. Bocah itu otomatis langsung menoleh dengan mata membola. Ada senyum memabukkan di sana. Duh, kenapa sih dia bisa jadi semenggemaskan itu?

"Kita? Jadi aku nggak jadi didrop di kafe kan? Kita mau ngedate ini?"

"Ngedate dari Hongkong? Lo pikir gue bakal biarin lo ngumpul sama temen-temen lo terus minum-minum nggak jelas kayak gitu? Nggak nyangka ya lo itu suka minum-minum. Jangan ajarin adek-adek gue hal-hal yang nggak bener kayak apa yang lo lakuin!"

Bocah itu kembali melotot ke arahku. Terlihat tidak terima.

"Aku nggak pernah minum-minum."

"Dan lo pikir gue percaya?"

"Beneran Arella. Tadi itu ..., ya Tuhan. Aku tadi juga belum sempat buka kan?"

"Terus kalau gue nggak neriakin lo, apa yang bakal lo lakuin? Nyoba juga kan?"

"Itu--," Damar mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, "apapun yang aku omongin, kamu pasti nggak bakalan percaya," desahnya frustasi. Aku memutar bola mata menanggapinya.

"Kita lanjut ngobrolnya abis sampai aja ya, nanti aku malah nggak konsen nyetirnya." Damar menoleh sekilas kemudian kembali konsen menyetir.

Aku mencebik, membuang muka, lebih memilih menatap keluar jendela. Aku yakin dia menunda obrolan bukan karena takut mengganggu konsentrasi, tapi dia sedang menyusun pembelaan. Dia pikir aku bakal percaya? Aku tidak mengalihkan pandangan lagi hingga bocah itu masuk ke pelataran sebuah coffeshop.

Berondong's AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang