Gaiss aku udah bela-belain nih update walaupun lagi UTS😭😴, tapi gapapa juga sih ini soalnya draft yg tinggal publish doang WKWKWKKW. Tp tetap aja, aku jd hrs cepet-cepet ngetik part selanjutnya. Jadi, kalian harus apa? Vote, komen, dan share yaa💞
SUASANA SMA Garuda terlihat ramai dengan canda tawa murid-murid sekolah itu. Semua orang terlihat senang, seakan tidak memiliki masalah berat dalam hidup mereka. Bahkan dengan beraninya, ada kumpulan siswa yang bermain basket di koridor kelas. Kehidupan di sekolah itu terlihat normal, namun suasana mendadak berubah drastis ketika mereka melihat seorang perempuan yang dijuluki Princess di sekolah mereka berjalan diikuti dua orang lainnya. Tiga perempuan itu berjalan dengan dagu terangkat, seakan berani melawan dunia bersama.
"Lo pikir keren gitu, main basket disini?" tanya Maudy, salah satu perempuan yang berdiri di belakang Princess mereka.
Seorang laki-laki berwajah asing yang merupakan murid baru di sekolah itu berbinar saat melihat wajah cantik ketiga perempuan didepannya. "Of course, baby," jawabnya dengan senyum menjijikan. Tangannya bergerak akan merangkul Maudy, namun tulang keringnya lebih dulu ditendang oleh perempuan itu.
"Sorry, tangan lo kotor," ejek Maudy sebelum mengikuti langkah Rania yang sudah lebih dulu berjalan pergi meninggalkannya.
"Good job, Dy," puji Ranka dengan nada senang, namun masih tetap mempertahankan wajah datarnya.
"Thank you, my Princess!" Senyum Maudy terkembang manis. Tapi nampaknya, pujian sang Princess untuknya tidak ditanggapi dengan baik oleh perempuan disebelahnya. "Iri lo?" ejeknya yang mendengar dengusan perempuan di sebelahnya, Kylie.
"Absolutely not!" seru Kylie penuh penekanan.
Maudy hanya menaikkan kedua bahunya acuh, lalu memasuki kantin yang ramai. Sama seperti tadi, suasana kantin yang tadinya ramai mendadak sunyi karena kedatangan Princess Bullying dan dua dayangnya, Maudy dan Kylie.
"Mana orangnya?" tanya perempuan itu pada kedua dayangnya.
Maudy dan Kylie sontak celingukan mencari korban sasaran mereka hari ini. Menurut Maudy, korban kali ini cukup bodoh karena berani mengadu ke BK tentang kelakuan mereka kemarin. Akibat dari perbuatan perempuan itu, mereka di marahi habis-habisan oleh guru BK sekolah mereka.
"Itu dia!" seru Kylie sambil menunjuk seorang perempuan yang duduk sendirian di pojok kantin. Sepertinya perempuan bernama Kirana itu tidak menyadari kedatangan sang Princess dan kawan-kawan karena posisi duduknya yang memunggungi mereka.
Tentu saja, dengan langkah berapi-api mereka melangkah mendekati tempat duduk perempuan itu dan—
Brak!
"AHH!"
Suara gebrakan meja diiringi suara pekikan perempuan terdengar keras di kantin besar itu. Semua murid di kantin itu terlihat berusaha sibuk dengan makanannya tanpa berniat untuk menolong perempuan yang sedang dijambak oleh Princess sekolah mereka.
"Udah puas lo, sok ide buat ngaduin gue ke ruang BK? Lo pikir keren ya, modal ngadu doang?" Perempuan itu terus menarik rambut korbannya, memaksa Kirana untuk mendongak dan menatap matanya.
Tentu saja, tidak ada yang berani menatap sang Princess lebih dari 10 detik. Karena itu, Kirana berusaha menghindari tatapan tajam perempuan itu dengan menutup matanya.
"Buka mata lo, jing! Lihat siapa yang lo aduin!"
"Ri— Riana..." Kirana mulai meringis kesakitan dan menyebut nama perempuan itu dengan takut-takut.
Karena kesal namanya disebut oleh Kirana, perempuan itu semakin mempererat cengkramannya. "Panggil gue Princess, bitch!"
"Baru jadi gebetan Anzel aja udah berasa jadi calon mantu," timpal Maudy sinis.
"Heh, lo kira gue bakal ngerestuin lo sama abang gue? Mending Abang gue nikah sama kambing dibedakin daripada burung beo cepu kayak lo," cibir Riana dengan pandangan jijik ke arah Kirana.
"Ta—tapi gue cinta sama Anzel," ucap Kirana dengan wajah melasnya.
"Gak usah sok akrab dan ngeluh ke gue, jing," umpat Riana kesal, lalu menghela napasnya pelan sebelum berbisik pada Maudy, "Bikin dia jomblo selama disini."
Maudy mengangguk paham. Seringai puas muncul di wajah cantiknya, "BUAT SEMUA COWOK DISINI!" teriaknya, membuat suasana kantin yang tadinya hening menjadi semakin hening. "Jangan ada yang deketin nih cewek, atau lo semua berurusan sama kita bertiga!"
"Ri, lo gak setega itu, kan, sama gue?" Mata Kirana mulai berkaca-kaca, tidak bisa membayangkan semua laki-laki di sekolah ini menjauhinya nanti.
"Gue emang setega itu. Harusnya lo tahu dari dulu," balas Riana dingin, lalu berjalan meninggalkan kantin dengan rahang mengeras.
Jika Kirana membuat masalah lain seperti menumpahkan minuman atau makanan di seragamnya, mungkin Riana tidak akan begitu mempermasalahkan hal itu. Hanya saja, Kirana membuat kesempatannya untuk memiliki kekasih menjadi berkurang, dan karena itu juga dia melakukan hal yang sama, memperkecil kemungkinan perempuan itu untuk memiliki kekasih selama bersekolah disini.
👑👑👑
"KAMU sudah terima email?" tanya Doni—Ayah Ardan saat sarapan pagi hari ini.
"Sudah," jawab Ardan singkat.
"Gimana?"
"Diterima."
"Semua?"
"Ya."
"Bagus, gak perlu beasiswa. Kamu tinggal pilih aja."
"Hm."
"Papa pergi kerja dulu," pamit Doni sambil mengecup puncak kepala Shena singkat.
Ardan hanya mengamati kepergian Doni dengan datar. Padahal baru saja beberapa bulan setelah dia resmi di wisuda, namun Ayahnya sudah menodongnya untuk melanjutkan pendidikan lagi di luar negeri. Ardan sendiri hanya mendaftar di Harvard, Stanford, Yale, dan diterima semua. Tapi sepertinya dia akan mengambil Harvard saja.
"Kapan mau jenguk Mama?" tanya Ardan pada Shena. Jasmine—Ibu mereka memang sedang menjalani pemulihan setelah melalui proses pengobatan kanker otak stadium dua.
"Gue—"
Suara Shena yang terdengar ingin menangis berhasil menarik perhatian Ardan. Laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa?" tanyanya.
Mendengar pertanyaan dari sang Kakak, tangis Shena meledak. "Gue sama Aldo putus, Ar!" serunya sebelum menangis tersedu-sedu.
Tubuh Ardan menegang. Kalau hubungan antara Shena dan kekasihnya sudah berakhir, tandanya dia tidak perlu repot-repot mencari pasangan dengan cepat, bukan? Tapi, dia sudah terlanjur nyaman bersama Riana dan bukan hal yang mudah untuk melepas perempuan itu.
"Ar, gue tahu gue egois. Tapi, please. Akhiri kencan lo di dating app itu, gue—gue gak mau lo dapet cewek gak jelas," ujar Shena yang berhasil membuat Ardan menoleh kearahnya.
"Dia bukan cewek gak jelas," balas Ardan dingin.
Shena meraih tangan Ardan, "Ar, please. Demi gue," bujuknya pelan. Bukannya dia tidak ingin kakaknya mendapatkan kekasih, hanya saja Aldo dan dirinya bertemu di aplikasi yang sama dan dia hanya tidak ingin Ardan menemukan pasangan yang sifatnya sama seperti mantan brengseknya itu.
"Hm," jawab Ardan singkat. Walaupun sering bersikap menyebalkan, Shena adalah kelemahannya saat ini, dan dia tidak pernah bisa menolak permintaan adiknya itu. Dan sekarang, hal yang bisa dia lakukan adalah memikirkan cara untuk mengakhiri proses kencannya dengan Riana tanpa menyakiti perasaan perempuan itu.
👑👑👑
Yuk bisa yuk 90 komen. Klo bisa aku lgsg update😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty Pleasure [✔️]
Romantik[21+] "𝘞𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘰 𝘺𝘰𝘶 𝘸𝘢𝘯𝘵 𝘵𝘰 𝘣𝘦, 𝘮𝘺 𝘨𝘪𝘳𝘭?" Mata bulat anak perempuan berusia 5 tahun itu menatap Ayahnya dengan polos. "𝘊𝘢𝘯 𝘐 𝘣𝘦 𝘢 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦𝘴𝘴, 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺?" Sang Ayah tersenyum mendengar jawaban putrinya, "𝘠𝘰...