"SETELAH saya telusuri, seseorang yang menempati Penthouse seberang Anda adalah Alvaric Martinez, yang berarti Kakak dari Ariadne Martinez, Sir."
Perkataan Gerald—sekretaris baru Ardan terdengar mengejek, seakan menyalahkannya karena menyangka bahwa Riana berselingkuh dengan kakaknya sendiri. Tapi Ardan tidak peduli, pria itu tetap menatap lalu lintas di bawah sana. Dari lantai teratas di gedung kantornya ini, mobil-mobil terlihat kecil sehingga sangat menyenangkan untuk melihat lalu lintas yang lancar.
"Apa Riana tinggal disana?" tanya Ardan tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tidak, dia hanya menginap satu malam," jawab Gerald enteng.
"Haruskah saya mengirimkan bunga untuk Miss Martinez, Sir?"
Alis Ardan terangkat satu, menebak-nebak isi kepala Gerald sekarang. Gerald Purnama, teman satu tim di ajang lomba Karya Tulis Ilmiah ini memang sudah ingin menjadi sekretarisnya sejak kuliah dulu. Hanya saja setelah Ardan kuliah di Amerika, mereka lost contact dan baru bertemu kembali setelah pria itu resmi menjadi sekretarisnya. Jadi, sama sekali tidak ada unsur nepotisme dalam penerimaan Gerald sebagai sekretarisnya.
"Bunga? Untuk apa?"
"To fix everything, Sir."
👑👑👑
MAKAN malam kali ini berlangsung hening. Hal ini dikarenakan kemarahan Eros yang meledak setelah mengetahui kalau Riana memberikan uang 50 juta untuk Anzel. Salahkan sifat Eros yang penuh rasa ingin tahu hingga mengecek mutasi rekening Riana beberapa bulan ini. Terbukti, sudah beberapa kali putrinya itu mengirimkan uang dalam jumlah besar untuk Anzel.
"Daddy, aku ngelakuin itu karena gak punya pilihan lain. Lagian, apa Daddy gak kasihan sama Anzel? Dia sendirian disana. Gimana kalau seandainya aku ada di posisi Anzel?" tanya Riana, pura-pura memasang wajah sedihnya agar dapat meluluhkan hati Eros.
"Kamu berencana untuk mengikuti jejak kakakmu?" balas Eros dengan alis terangkat satu.
Mendengar ucapan Daddy-nya, Riana mendelik. "Of course, not. Aku gak mau miskin," balasnya sebal.
"Jika tidak ingin miskin, maka jangan memberikan Kakakmu uang lagi. Tapi apa boleh buat. Mulai sekarang, uang bulananmu akan Daddy hentikan," ujar Eros santai, mengabaikan raut wajah terkejut dari Laura dan Riana.
"Eros!"
"Daddy!"
"Laura, jangan sekalipun kamu memberikan uang untuk Riri. You don't like my punishment, right?" Tatapan Eros kemudian mengarah pada putrinya, "Lagipula, kamu masih memiliki banyak uang hasil merampok Daddy kemarin, bukan?" tanyanya, merujuk pada saat di mana Riana mengancam akan menjadi Sugar Baby.
"Sudahlah, Princess. Don't mind your Daddy. Kamu akan sibuk mempersiapkan pesta ulang tahunmu," ujar Laura, berusaha menghibur putrinya yang terlihat kesal karena hukuman dari Eros.
"Tunggu, does the party still exist? Uangku sudah habis setelah di ambil seseorang kemarin," sindir Eros lagi.
"Satu hukuman lagi dan aku akan—"
"Apa? Menjadi Sugar Baby? Usul yang bagus. Agar kamu tidak melakukan hal itu, bagaimana dengan tidak boleh keluar rumah selama satu minggu? I don't give a fuck about your college!"
Mata Riana sontak berkaca-kaca mendengar ucapan Daddy-nya. Untuk pertama kalinya, Eros menggunakan kata kotor untuk membentaknya. Right, dia jarang menangis. Tapi akhir-akhir ini, entah mengapa semua orang memaksanya untuk menangis.
"Daddy jahat!" cibir Riana kesal, sebelum bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar dengan langkah kaki terhentak.
"Kamu berlebihan, Daddy."
Samar-samar, Riana dapat mendengar suara Mommy-nya dari meja makan, tapi dia memilih untuk tidak memperdulikan hal itu. Setelah menutup pintu kamarnya rapat-rapat, Riana menghempaskan tubuhnya di kasur dan menatap langit kamarnya dengan mata menerawang. Kalau benar Daddy-nya akan mengurungnya di kamar, maka dia harus kabur dari rumah secepatnya. Tidak, dia tidak memperdulikan kuliahnya, lagipula minggu ini masih pertemuan pertama dan semua dosen hanya akan membicarakan kontrak kuliah. Tapi seperti ucapan Laura, hukuman dari Eros sudah berlebihan dan Riana tidak akan membiarkan Daddy-nya itu menghukumnya lebih berat di masa depan.
"Tapi gue harus kemana?" tanya Riana, mulai ragu dengan rencananya sendiri. Oleh karena itu, dia memilih untuk menghubungi Maudy untuk meminta saran destinasi wisata kaburnya hari ini.
"Halo?" sapa suara manis di seberang sana begitu sambungan terhubung.
"Halo! Dy, gue gak bisa cerita panjang lebar sekarang. Tapi singkatnya, gue lagi di hukum Daddy dan karena itu, gue mau kabur dari rumah. Kira-kira, kemana gue harus pergi?"
"Hah?"
Riana menghela napasnya, "Lo serius minta gue ulang ucapan gue?" tanyanya, mulai kesal sendiri.
"Bukan..., oke. Jadi lo kabur dari rumah? Gimana kuliah lo?"
"Lo serius nyuruh gue mikir tentang kuliah di saat kayak gini?"
"Oke.. oke! Saran gue, lo ke Puncak aja. Di sana lo ada Villa," saran Maudy setelah berhasil tersambung dengan topik yang sudah dibicarakan.
"Puncak? Apa gak terlalu dekat? Daddy pasti bisa nyusul," ujar Riana tidak yakin.
"Emang lo punya Villa di mana lagi sih?"
"Eum.. gak banyak sih. Cuma ada di Puncak, Sumba, dan Bali doang."
"Oke, lebih baik di Bali. Bukannya Villa lo di Sumba lagi di renovasi?"
"Oh iya!" Riana menepuk keningnya pelan. Setelah rencana liburan mereka kemarin yang batal, dia memang memberi ide untuk liburan ke Sumba. Hanya saja, Villa itu sedang dalam tahap renovasi sehingga liburan mereka tidak jadi. "Oke, kalau Daddy tanya ke lo nanti, jawab aja gak tahu, oke?"
"Okay, Princess!"
Setelah sambungan telepon mereka terputus, Riana langsung memberikan pesan singkat untuk pengurus Villa keluarganya yang berada di Bali agar mereka segera membersihkan tempat itu tanpa memberitahukan Eros tentunya. Tidak banyak yang Riana bawa dalam aksi kaburnya kali ini. Hanya satu pasang pakaian untuk berjaga-jaga karena sudah ada pakaian miliknya di lemari Villa. Tidak banyak, tapi setidaknya cukup untuknya selama satu minggu.
"Sorry, Daddy. Sepertinya menghabiskan hari ulang tahunku sendirian tidak terdengar buruk. I hate you!" gumam Riana seraya menuliskan ucapannya di post-it dan menaruhnya di nakas tempat tidurnya.
Dengan langkah santai, Riana berjalan cepat menuju teras rumah. Eros dan Laura pastinya sudah selesai makan dan berada di kamar, entah melakukan apa. Untuk memaksimalkan tingkat keberhasilan dalam misi kabur hari ini, Riana memilih untuk tidak menggunakan mobil dan keluar melalui gerbang kecil saja.
"Udah cukup ulang tahun terburuk gue di umur 17 tahun kemarin. Gue gak mau tahun ini jadi yang terburuk juga," gumam Riana sambil menatap rumahnya dengan tatapan kesal, lalu berlari kecil menjauhi rumahnya yang luas itu.
Tapi saat dia berada di depan persimpangan jalan, tiba-tiba dia merasa pukulan kuat di tengkuknya. Tidak butuh waktu lama, kesadarannya seketika menghilang. Dia pingsan.
👑👑👑
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty Pleasure [✔️]
Romance[21+] "𝘞𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘰 𝘺𝘰𝘶 𝘸𝘢𝘯𝘵 𝘵𝘰 𝘣𝘦, 𝘮𝘺 𝘨𝘪𝘳𝘭?" Mata bulat anak perempuan berusia 5 tahun itu menatap Ayahnya dengan polos. "𝘊𝘢𝘯 𝘐 𝘣𝘦 𝘢 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦𝘴𝘴, 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺?" Sang Ayah tersenyum mendengar jawaban putrinya, "𝘠𝘰...