RIANA meringis, merasa pening di kepalanya sekaligus ngilu di tengkuknya. Pertama kali membuka mata, dia melihat langit-langit kamar yang terlihat asing di matanya. Telinganya tiba-tiba berdengung, membuatnya sadar kalau dia sedang berada di...
"Pesawat?" gumam Riana sebelum menguap untuk menghilangkan dengung di telinganya.
Awalnya, dia mengira sedang berada di jet pribadi keluarganya. Tapi setelah melihat interior yang berbeda, dia menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat yang asing. Pelan-pelan, Riana berjalan menuju pintu dan mendengar suara laki-laki yang akhirnya tidak terdengar asing di telinganya.
"Siapa yang menyuruhmu untuk meminta mereka memukul tengkuknya sampai pingsan?"
"Ardan?" gumam Riana, sedikit tidak percaya bahwa pria itu yang sudah membawanya kesini.
"Then what should I do, Sir? Memberikan dia permen agar mau ikut dengan saya?"
Ardan mendengus, "Kita akan bicarakan ini nanti," ucapnya penuh peringatan.
"Baik, Sir. Kita akan landing 5 menit lagi, lebih baik Anda membawa Miss Martinez menuju kursi."
Suara langkah kaki yang mendekat membuat Riana berlari terbirit menuju kasur dan berpura-pura tidur. Pintu terbuka, dan tidak lama kemudian Riana merasakan usapan pelan pada kepalanya. Tubuhnya terangkat, lalu di dudukkan di kursi penumpang. Riana bisa merasakan tangan Ardan yang memakaikannya sabuk pengaman, oleh karena itu dia menahan napas saat tangan pria itu tidak sengaja menyentuh perut ratanya.
"Aku tahu kamu udah bangun," bisik Ardan. "Kamu mau aku gendong kamu kemana-mana?" tanyanya dengan nada menggoda.
Merasakan hembusan napas Ardan yang membuatnya merinding, Riana mendorong wajah pria itu agar menjauh darinya dan membuka matanya. "Kamu culik aku?!" semburnya langsung, tapi kemudian meringis pelan saat merasakan tengkuknya yang masih terasa sedikit sakit.
"Tadinya besok, tapi ternyata kamu keluar dari rumah sendirian malam ini," balas Ardan seraya meraih tangan Riana dan menggenggamnya karena pesawat bersiap untuk landing.
"Apa kamu culik aku biar keren kayak Massimo?" tanya Riana polos.
Alis Ardan terangkat satu, "Massimo? Siapa dia?" tanyanya balik.
"Dia tokoh di film tentang Massimo yang culik seorang perempuan. I'm not gonna say her name, tapi namanya sama kayak Mommy. Sebelum perempuan itu di culik, dia nanya 'Are you lost, baby girl?', dan sayangnya kamu gak ngelakuin itu," cibir Riana dengan nada menyesal yang dibuat-buat.
"Baby girl?" Ardan terkekeh pelan. "It suits you," lanjutnya, menatap Riana yang masih mengenakan piama berwarna pink dengan gambar beruang. Sangat kontras dengan Ardan yang sekarang memakai setelan formal berwarna hitam.
"Ew!" cibir Riana sambil membuang wajahnya ke jendela pesawat, lalu secara refleks mengeratkan genggaman tangannya pada Ardan ketika pesawat turun dan mulai menyentuh daratan dengan kecepatan tinggi.
"Ini pertama kalinya kita naik pesawat bareng," tutur Ardan setelah pesawat landing dengan sempurna.
"Ya, should be the last," balas Riana, sadar bahwa dirinya sedang berada di kota tujuannya. Riana memang tidak tahu tujuan Ardan membawanya ke Bali, tapi dia harus berterima kasih karena tidak perlu memesan tiket pesawat komersial di malam hari seperti ini.
"Kenapa?"
Dahi Riana berkerut, "Kebetulan, aku memang ada urusan di Bali dan setelah urusan ini selesai, aku bisa pulang sendirian," jelasnya lancar, walau kemudian wajah bingungnya kembali terlihat. "Tapi..., tunggu. Terus kenapa kamu bawa aku kesini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty Pleasure [✔️]
Romantik[21+] "𝘞𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘰 𝘺𝘰𝘶 𝘸𝘢𝘯𝘵 𝘵𝘰 𝘣𝘦, 𝘮𝘺 𝘨𝘪𝘳𝘭?" Mata bulat anak perempuan berusia 5 tahun itu menatap Ayahnya dengan polos. "𝘊𝘢𝘯 𝘐 𝘣𝘦 𝘢 𝘗𝘳𝘪𝘯𝘤𝘦𝘴𝘴, 𝘋𝘢𝘥𝘥𝘺?" Sang Ayah tersenyum mendengar jawaban putrinya, "𝘠𝘰...