Part 32 | Guilty Pleasure - Kiss & Touch

10.1K 315 35
                                    

  "LOOK who's cooking!"

  Seruan Riana memecah keheningan di dapur yacht pagi ini. Bagaimana tidak? Saat terbangun di kamar dan tidak menemukan Ardan disebelahnya, Riana malah menemukan pria itu di dapur sedang memasak sarapan.

  "Tidak ada yang memasak untuk kita sampai di Lombok nanti, Princess," sahut Ardan seraya menaruh roti panggang di piring.

  "What?" Riana tercengang, bahkan tangannya yang hendak mengambil selai cokelat terhenti.

  "Ya. Untuk sarapan ini, kita akan memasak sendiri," ulang Ardan, seakan memasak bukanlah masalah berat.

"Kita? No. I don't cook," tolak Riana tegas. Sang Ibu boleh saja memiliki kemampuan memasak yang di atas rata-rata, namun dirinya tidak.

"Kenapa? Kamu tidak bisa memasak?" Kini, giliran Ardan yang menggoda Riana.

  "Aku pernah coba, tapi tetep gak bisa," keluh Riana. Ibunya saja sudah malas mengajarkannya memasak. Bisa dibayangkan bukan, seburuk apa kemampuan memasaknya?

"It's okay. Aku akan memasak, dan kamu mencuci piring," ujar Ardan tenang.

  Masih tidak puas dengan pembagian tugas mereka, Riana tetap menggeleng. "Aku gak pernah cuci piring."

"Jadi, aku sedang berlibur dengan bayi, begitu?"

  "Aish, mana ada bayi yang bisa buat bayi?"

  Ardan langsung membuat wajahnya sepolos mungkin. "Bagaimana caramu membuat bayi?"

  "Entah, aku baru buat satu kali," jawab Riana dengan tatapan menggoda.

"You should teach me," balas Ardan sambil menyeringai, yang kembali membuat Riana terheran-heran dengan ketampanan laki-laki itu.

"Aku mau makan," ucap Riana ketus—lebih tepatnya salah tingkah, lalu mengambil piring berisi empat buah telur yang sudah digoreng Ardan ke atas meja makan, menemani roti panggang dan berbagai macam selai.

Seperti yang dikatakan Ardan kemarin, mereka berdua sarapan menghadap ke laut. Langit mulai terang, menampilkan cahaya matahari yang terbit dari ufuk timur.

"Jadi, kamu bolos ngajar selama kita liburan?" tanya Riana sebelum melahap roti panggangnya.

"Ya, tapi temanku dari Jurusan Psikologi akan menggantikanku. Sebagai gantinya, aku juga akan menggantikannya mengajar," jelas Ardan.

Dahi Riana berkerut. "Is that even possible?"

"Ya, aku hanya akan mendengarkan mereka presentasi, dan nantinya temanku itu akan memberikan video feedback."

"Huft, harusnya kamu rekrut asdos aja," keluh Riana seraya menyandarkan punggungnya pada kursi.

"Aku bahkan baru mengajar di kelas kamu, what else can I do?"

  "Ah benar," Riana menghela napas. "Tapi, emang boleh bolos? Kamu bahkan baru ngajar di kelas aku."

"Aku menjadi dosen pengganti karena permintaan Ayahku, jadi mereka memberikan kelonggaran untuk apapun yang aku lakukan."

"Ooh, karena orang dalam," ejek Riana sambil menahan tawanya.

Ardan terkekeh pelan, "Aku gak yakin kamu masuk Abhikara, murni karena kemampuan kamu," ejeknya.

"Ck! Masuk Abhikara itu susah," keluh Riana sebal.

"Gak ada yang bilang mudah," balas Ardan acuh tak acuh.

  "Ih! Aku emang masuk karena ordal, tapi survive disini gak mudah tahu!" seru Riana sambil menepuk punggung Ardan keras hingga pria itu meringis pelan.

Guilty Pleasure [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang