Mengandung unsur
Mental problems
Semoga suka^^Voment dulu biar nggk lupa& rajin update.
***
[Bisikan Maut dan Malaikat penolong]
"Dari kecil Langit kira Masjid dan Gereja itu sama,karena setiap hari Ayah selalu bawa Langit ke masjid," Langit tersenyum sumir,mengingat kebodohan dirinya dulu. "Waktu hari Minggu, mama selalu bawa aku ke gereja buat ngambil roti yang aku suka,"***
Menghirup oksigen disekitar,Langit menengadah menghadap hamparan awan putih yang menggumpal diatas sana.
"Pa,"Merasa terpanggil, lelaki dengan setelan jas itu menoleh. Mendapati putranya yang termenung menatap langit sore dibangku taman sebelahnya.
"Jadi gimana,hem? Kamu ikut ayah kan.."
"Nggak tau."
"Masih inget nggak waktu kecil kita main bola bareng dihalaman belakang."
Seperti ditarik mundur oleh waktu, cowok itu kembali merasakan hangatnya keluarga meski hanya sedikit,sangat sedikit. Karena setelah itu terjadi pertengkaran hebat yang sebenarnya setiap hari terjadi.
"Ma,Langit mau masak sama mama buat lomba,"
"Nanti ya sayang,mama sibuk." Tuturnya lembut,ia mengusap surai anak semata wayangnya memberi pengertian.
"Sibuk jalan berdua sama atasan Mama?"
Raut kecewa itu,seakan tak disadari oleh ibunya,yang tak mengalihkan sedikitpun atensinya dari depan layar laptop.Diumur yang baru menginjak 8 tahun,anak itu sudah mengerti perihal masalah orang dewasa.
"Langit! Mama itu kerja,itu juga buat kamu,sayang..."
"Sampai-sampai,sepatu branded yang mama kasih buat Langit itu— juga dari atasan mama?"
"Pa?"
"Sebentar lagi,nanti kita main bola ya?"
"Iya,pa."
"Inget." Jawabnya singkat.
"Masih mau sama mama? Yakin nggak kesepian? Papa sangat khawatir kamu akan diabaikan sama mama kamu.."
"Langit,papa nggak akan bicara panjang lebar tentang Mama kamu,karena kamu yang tau gimana sifatnya," Areswara menggeser duduknya agar semakin dekat dengan anak lelaki satu-satunya. Namun, Langit justru ikut bergeser.
"Dulu,kenapa papa sampai bela-belain Mama supaya keluarga papa mau Nerima mama yang nggak seiman sama papa?" Langit menatap kosong udara dengan hati yang begitu hampa.
Ares tersenyum,itu karena cinta,memang apalagi?
"Itu...karena dulu papa kira cinta adalah selalu tentang perjuangan,dan keyakinan yang besar untuk mencapainya,tapi ternyata salah, papa baru tau,Cinta bukan selalu tentang perjuangan—keikhlasan dan melepaskan juga bagian dari cinta,sakit dan bahagia,susah dan senang,serta berbagai macam pertimbangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
PENA ASMARA | TAMAT✅
Teen FictionMisteri-roman Jayden,cowok tampan dengan hidung mancung yang khas, meskipun hanya beban sekolah, berkali-kali masuk BK,dan gemar mengambil tanpa permisi pena dari seorang gadis berbeda jurusan. Jay berbakat pada bidang non akademik. Ia harus tertol...