Bahaya Mengintai

98 13 1
                                    

Selamat membaca🌻

Matahari belum tepat diatas kepala, meskipun raganya berada didalam kelas,pikiran cowok itu entah sedang berkelana kemana, tatapan Jay kosong kearah papan tulis bercoretkan rumus matematika.

Derana menutup buku tulisnya setelah selesai menulis rumus dengan semangat, teman-teman lainnya pergi ke kantin,tersisa ia dan Jay didalam kelas—sudah sejak bel berbunyi,Jay sudah di kelas Derana . Menyadari tatapan kosong dari ex-crush atau—masih crush—Derana berpikir keras akan berbicara apa. Sebenarnya,ia hanya takut mulutnya terkadang lost control dan menyinggung perasaan Jay.

Derana menyingkirkan buku dan pulpen yang menjadi pembatas meja miliknya dan lelaki itu.
"Lo nggak mau ke kantin?"

Jay menggeleng.

"Emm,lo nggak paham sama rumus matematika tadi?"

Jay tambah menggeleng keras,
"Pernah lo liat gue paham matematika?" Tanya Jay sarkas, Derana sontak menggeleng.

"Lo kenapa sih?"
Gadis itu menggaruk dahinya, meluapkan kebingungan pada Jay yang mendadak diam. Argumentasi tentang cewek susah ditebak, akhirnya terpatahkan oleh Jay.

Cowok ternyata juga susah ditebak!

***
Suasana hening menyelimuti pemakaman kala sore itu, awan hitam mulai merangkup langit sebagian besar,disamping batu nisan yang berukir nama Luna tanpa tambahan apa-apa lagi, ia bersimpuh menatap nanar makam disampingnya.

Sekali lagi,air matanya jatuh keatas gundukan tanah yang sudah ditumbuhi rumput hijau itu. Tidak menyangka, 3 tahun sudah Luna pergi dengan misteri yang belum dapat diselesaikan.

Derana mengusap air matanya yang terus mengalir,menangis tanpa suara,hal yang paling menyakitkan. Melihat gundukan tanah didepannya membawanya kembali mengingat kenangannya dulu,jauh sebelum semua ini terjadi,jauh sebelum ia mengenal Jay dan mengemis cinta.

"Lo pasti ketawa Na,gue ngejar cowo yang jadi suspect bunuh lo. Hahaha,"

"Kata Nanda,gue nggak sayang sama lo, but no,gue sayang banget sama lo,sama Nanda, kalian selalu ada buat gue," Derana terisak,namun berusaha melanjutkan ucapannya seolah Luna benar-benar ada didepannya."Kalo bukan karena lo sama Nanda,paling gue udah mati,"

"Fisik gue lemah,"

"Meskipun,dalam hal apapun, Nanda selalu diatas gue, jauh didalam hati, gue nggak bisa benci,"

"Gue harap semua ini cuma mimpi, Jay bukan pembunuh lo,dan gue sama Nanda nggak berantem kayak anak kecil gini,"

"Tapi...gue sesakit itu ngeliat Nanda sama Jay,"

"Na,lo diem karena marah sama gue? Gue pantes buat dapet semuanya, gue khianatin lo..."

"Tapi, gue nggak sepenuhnya,gue netral, gue bisa berubah jadi iblis,bisa juga malaikat, tergantung nanti hasil akhirnya," sudut bibirnya membentuk senyum tipis.

***
Sebuah gedung tua menjadi tempat Langit dua hari terakhir,dengan posisi duduk dan tubuh terikat tali,mata serta mulut yang tertutup kain.

Langit pikir,ia sudah mati,dan itu bahkan lebih baik daripada ia hidup tanpa tujuan lagi, sejak ia tahu, Derana menyukai sahabatnya sendiri, ia memilih mengalah,meskipun hatinya hancur, intensitas pertemuan nya dengan Derana juga menjadi jarang. Ia kembali menjadi pribadi yang pendiam dan menyimpan masalahnya sendiri.

Orang-orang penuh topeng disekitarnya beberapa kali mengancamnya sebelum akhirnya benar-benar menyekapnya.

"Woi stres! Mana temen lo?!" Langit mendengar langkah kaki mendekat kearahnya,selanjutnya ia merasakan mulutnya bebas karena kain yang menyumpal dilepas.

PENA ASMARA | TAMAT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang