Akhir sebuah pesta

169 24 3
                                    

[Akhir Sebuah Pesta]

"Maaf Bu,mungkin perkataan saya ini lancang, tapi—yang setara sampah itu ibu."

***

  Disepanjang perjalanan,Derana terus bicara tanpa jeda,Jay yang tengah fokus menyetir memilih mendiamkannya, membiarkan gadis itu bercerita tentang apa saja,toh Jay tidak peduli. Ia hanya harus menemani ke pesta Sean,setelah selesai,Jayden akan langsung pulang dan tidur.

Karena tidak hari spesial apapun,meski hari ini merupakan ulang tahunnya.

"Gue nggak pernah mau terlahir dengan keadaan kayak gini—kalo boleh milih keluarga yang kita mau,cukup sederhana aja tapi tetap utuh,"

"Jay,gue anggap lo itu patung,nggak usah ngomong apapun cukup jadi pendengar gue aja,setelah itu Lo boleh lupain,"

"Kenapa gue?"

"Karena lo nggak peduli sama gue,jadi lo tempat curhat yang aman buat gue, "

Jay tersenyum tipis,meresapi setiap kata yang Derana lontarkan,ia cukup setuju dengan pernyataan tersebut. Dirinya memang tidak akan peduli apapun tentang Derana.

"Se simpel itu Lo percaya sama gue?"

Derana mengangguk,menepuk pundak Jay lalu membenarkan posisi duduk ya kembali menatap lurus ke depan,kepada Jalanan yang cukup ramai.
"Lo pernah denger kan,bisa jadi musuh itu teman dekat yang jauh, dan teman dekat justru musuh yang nggak kelihatan." Tanpa mau memperpanjang lagi tentang bahasannya kali ini,Derana menggeleng," intinya lo diem,gue mau curhat,mau didengerin atau nggak,pokoknya lo diem sampai gue bolehin lo ngomong,"

Jay semula terlihat bingung,namun ketika Derana memasang raut muka serius,Jay mengurungkan niatnya untuk bertanya.

"Jujur gue tau ada banyak masalah orang lain yang lebih berat dari gue,tapi mental orang itu beda-beda kan? Mungkin gue orang yang punya kadar kesehatan mental yang rendah, dari dulu gue nggak bahagia,entah kenapa,gue ditekan buat selalu jadi nomor satu,memaksakan diri gue yang awalnya introvert berubah ramah—dam akhirnya itu jadi kebiasaan gue,gue jadi orang yang bener-bener beda," Derana menarik napas panjang,ia kembali duduk menyamping menatap sayu Jay yang fokus menyetir.

"Makin lama,gue makin suka diri gue yang baru,tapi lo tau?" Jay menoleh sejenak,hany untuk menemukan Derana yang sudah berkaca-kaca.
"Bunda gue malah pergi—ini rasa paling sakit yang pernah gue rasain,gue kehilangan semangat hidup,gue sempet drop,dan papah gue sampai ngundang psikolog buat gue,hati gue bener-bener hancur Jay, bahkan papah pernah bilang buat nggak nikah lagi dan fokus buat rawat aku yang sakit-sakitan ini,tapi 2 bulan setelah gue balik ceria lagi,Amanda dateng,hahaha—dari dulu gue nggak pernah mau manggil Amanda dengan sebutan mama atau bunda,tapi gue kalahin ego gue demi papah,"

"Sampai akhirnya gue nemuin Nanda,sahabat gue,gue sayang banget sama dia,tapi satu hal yang nggak gue suka,setiap gue suka cowok  pasti cowok itu suka Nanda,gue selalu ngalah,gue cape,gue nangis setiap malem,"

"Gue nangisin masalah gue yang tiba-tiba ganti ibu,gue yang sakit-sakitan,dan mikirin kapan gue mati? Bisa nggak gue dapetin dia,sedangkan dia suka sama sahabat gue,satu tangisan buat puluhan masalah yang ada is another level of pain."

"Bel—" Jay dengan menatap sayu lurus kedepan sesekali menoleh mendapati Derma yang mengelapi jejak tangisnya dengan tangan kosong.

"Ja-ngan ngomong,kan gue udah bilang!" Aksen patah-patah khas orang habis menahan tangis sangat kentara saat Jay mendengar suara Derana.

"Iya—lanjutin lagi,anggap aja gue patung."

"Jay,menurut lo—apa yang harus dirubah dari gue biar lo suka gue? Lo satu-satunya orang yang buat gue ngelupain beban hidup gue yang bentar lagi mati."

PENA ASMARA | TAMAT✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang