"Bagiku, barang itu tidak perlu mahal ataupun mewah. Jika ada yang sederhana tapi nyaman, kenapa tidak?"
"Kayak kamu contohnya." —Alven Ezhard Nerithone
"Kenapa cemberut, hm?” Alven mengelus lembut pipi gadisnya. Keduanya belum beranjak dari pinggir jalan.
“Kemana aja, sih? Aileen kan kangen!” gadis dengan seragam SMA kebesarannya itu menghentakkan kaki, mengadu pada Alven tentang perasaannya belakangan ini.
Alven tertawa kecil, membuat kekesalan Aileen semakin memuncak. Ia merentangkan kedua tangan, dan tanpa aba-aba si gadis langsung masuk ke dalam dekapan nya. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan Aileen.
“Temenin aku belanja, yuk?”
“Belanja apa? Alven mau cosplay jadi ibu rumah tangga?” sahut Aileen pelan.
“Bukan, aku jadi bapak rumah tangga. Ibunya kan kamu.”
Setelah dua hari tidak bertemu, mengapa Alven menjadi semakin manis? Ngerepotin perasaan orang aja!
“Serius, ih!” Aileen mencubit kecil pinggang Alven.
“Nggak, seriusnya nanti aja. Aku mau minta restu orangtua kamu dulu.”
“Alvenn ....” Aileen merengek dalam dekapan prianya. Tak peduli mereka berpelukan di pinggir jalan dan diperhatikan semua pengendara yang lewat, yang penting dunia milik berdua, bos!
Alven mencapit gemas hidung Aileen sembari merundukkan kepalanya. “Beli handphone. Punya ku waktu itu rusak gara-gara kehujanan, dan belum sempet beli lagi.”
“Jadi ini alasan Alven gak balas chat dari Aileen?”
“Iya.”
“Ihhh, kenapa gak ngasih tahu?! Bikin khawatir aja.” Aileen mencebik kesal.
“Justru itu, aku gak mau bikin kamu khawatir.”
***
“Ih Alven, yang itu lucuuu!”
“Lihat warna peach nya, deh!”
“Aaaa, boneka nya lucu banget mau bungkus!”
“Eh gak jadi, mahal.”
Alven menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya berpendar gelisah, memerhatikan orang-orang yang menatap heran ke arah mereka. Sepertinya kurang tepat jika Alven membawa Aileen ke tempat seperti ini. Yaiyalah, orang bocil.
“Beli apapun yang kamu suka, Aileen.”
Aileen menyengir lebar, siapa sih yang tidak senang jika disuruh seperti itu. Namun jelas Aileen menolaknya, ia cukup tahu diri untuk tidak melakukan hal itu. “Ehehe, nggak, ah! Ayok, Alven jadi kelamaan beli handphone nya gara-gara Aileen.”
Gadis itu menyeret lengan Alven untuk ikut bersamanya menuju toko HP di mall tersebut. Ini nyeret lengan Alven aja kok rasanya berat banget ya? Atau Aileen saja yang lemah?
Shit, otot Alven memang besar.
“Pilihin buat aku,” pinta Alven.
Aileen menggeleng kukuh. “Jangan, kalau Aileen yang pilihin bahaya. Bisa-bisa langsung pilih IP, HAHAHA!”
Semua orang yang ada di situ mengalihkan pandangan pada keduanya. Suara tawa Aileen yang menggelegar bercampur menggemaskan mampu menarik perhatian mereka.
“Yaudah. Aku beli yang kayak kemarin aja.”
“Kenapa gak langsung IP? Padahal duit Alven banyak, loh, bebas mau beli yang ratusan juta juga. ” Kepala Aileen mendongak untuk melihat paras tampan Alven dari bawah. Kedua mata lentiknya mengerjap polos.
“Buat aku, barang itu gak perlu yang mahal ataupun mewah. Kalau ada yang sederhana tapi nyaman, ya kenapa nggak?""Kayak kamu contohnya.”
Blush! Ending yang sangat membagongkan.
“Alven udah donggg gombalnya. Belajar dari Radhika ya?!” Aileen memegangi kedua pipinya yang terasa panas.
“Nggak. Belajar sendiri.”
“Pasti buat godain cewek.” Aileen memalingkan wajahnya dengan angkuh.
“Iya, mau godain cewek. Cewek aku.”
Tatapan hangat Alven seolah menghunus tepat ke ulu hatinya. Perasaannya benar-benar di buat tak karuan oleh pria ini.
“Alven.”
“Hm?”
"Mau bawa Aileen ke rumah sakit gak?” tanya gadis itu tiba-tiba.
“Kenapa? Ada yang sakit? Pusing? Atau kenapa? Bilang sama aku.” raut Alven berubah menjadi khawatir. Benar-benar tak mau terjadi sesuatu pada gadisnya.
Aileen mengambil telapak tangan Alven yang jauh lebih besar darinya. Kemudian meletakkannya tepat di dadanya.
Alven bisa merasakan detak jantung Aileen yang berpacu begitu cepat.
“Jantung Aileen udah gak sehat. Dan Alven penyebabnya.”
Alven tak kuasa semakin lama menahan tawanya lagi. Tawa menyejukkan pria itu sopan masuk ke dalam gendang telinga Aileen.
Alven membawa gadisnya ke dalam pelukannya. Erat sekali, seolah keduanya akan berpisah detik itu juga.
“Sekarang udah baikan belum jantungnya, Tuan Putri?”
Aileen menggeleng pelan. Tangan gadis itu melingkar di pinggang lebar Alven. “Belum. Jantung Aileen gak pernah sehat kalau sama Alven.”
“Berarti kita harus jauhan biar jantung kamu baik-baik aja?” Alven berucap dengan mata yang memicing. Hidungnya bergerak untuk menghirup dalam-dalam rambut Aileen yang wangi strawberry.
“Nggak gitu konsepnya!”
Alven kembali tertawa karena Aileen mencubit gemas perutnya.
Wahai para gadis yang berkunjung ke toko HP ini, silahkan sungkem dan berterima kasih pada Aileen. Berkatnya, kalian bisa menikmati senyuman dan kekehan manusia batu bernama Alven dengan cuma-cuma.
Setelah lama bersenda gurau, Alven membayar ponsel yang di sodorkan oleh si penjual. Benar-benar persis seperti yang rusak kemarin, tak ada perbedaan sedikitpun.
“Sekarang mau kemana? Pulang atau makan dulu?” Alven berjalan sembari merangkul bahu Aileen posesif.
“Time zone!” Aileen mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dengan sebuah senyuman lebar. Tolong, ini seperti anak kecil.
“Time zone? Mau apa?”
“Mau tidur. Ya main, lah, Alven!” gadis itu menyentak kesal.
“Siap. Apa sih yang enggak buat Tuan Putri Aileen?”
Alven benar-benar menuruti semua permintaan gadisnya hari itu, tak menolak sedikitpun. Alven juga menikmatinya. Mereka jarang sekali menghabiskan waktu seperti ini.
Semua permainan yang ada di time zone itu mereka babat habis. Tak peduli wahananya untuk anak kecil. Aileen kan memang anak kecil, haha.
Tak ada hal yang lebih membahagiakan bagi Alven selain melihat senyum gadisnya. Senyum yang sering terpancar itu selalu bertolak belakang dengan perasaannya. Maka dari itu, Alven berniat untuk selalu membahagiakan Aileen agar senyumnya benar-benar tulus dan sesuai dengan perasaan hatinya. Bukan senyum yang sekedar menutupi luka.
“Kalau keluarga kamu gak bisa memperlakukanmu layaknya Putri Raja di negeri dongeng, maka aku yang akan melakukannya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN Friendzone!
Fiksi Remaja"Alven! Aileen suka sama Alven!" "Aku gak mau pacaran, Aileen. Kita masih kecil." *** "Kita udah beda SMA. Tunggu aku tiga tahun, ya?" "Emang penantian Aileen selama ini belum cukup, ya?" "Belum. Kita masih harus berjuang agar bisa benar-benar bersa...