Aileen berlari mengambil kekuatan seribu bayangan, walaupun sebenarnya sangat percuma karena gerbang sekolahnya sudah di kunci 8 menit yang lalu.
“Pak, bukain gerbangnya, dong!”
Satpam yang sedang meneguk segelas kopi bersama beberapa potong pisang goreng itu hampir saja menyemburkan kembali kopinya karena terkejut akan suara Aileen yang sangat menggelegar.
“Si eneng, ngagetin orang aja.” Pria paruh baya berseragam itu mendekati gerbang. Iya, berseragam satpam maksudnya.
Aileen menatap si bapak penuh harap, semoga satpam itu mau berbaik hati membukakan gerbang untuk Aileen.
“Kenapa telat, Neng?”
“Aileen bangun kesiangan, terus angkotnya lama. Aileen juga belum sarapan loh, bapak gak kasihan? Terus Aileen gak di kasih uang jajan sama Mama karena lagi di hukum.” Aileen menjelaskan panjang lebar di sertai puppy eyes nya. Karena ia tahu, senjata paling ampuh untuk meluluhkan seseorang ya itu.
Satpam itu menggaruk tengkuknya kikuk. Sebenarnya ia mau saja membukakan gerbang untuk Aileen, tapi kan peraturan tetap peraturan. Kalau gajinya di kurangi bagaimana.
Aileen mencebikkan bibir. “Aileen gak punya uang buat nyogok. Ngutang aja ya, Pak? Besok Aileen kasih Bapak uang untuk sogokan hari ini!”
Si satpam yang awalnya tengah berpikir keras kini melongo tak percaya. Bagaimana bisa ada spesies manusia se unik Aileen? Nyogok kok segala acara ngutang.
“Gak bisa, Neng. Bapak gak pernah terima sogokan disini.”
“Terus Aileen gimana? Masa gak masuk, bolos, dong? Bapak mau emang nanti kalau ada berita “Seorang siswa Starschool tidak masuk sekolah karena tidak dibukakan gerbang”. Nanti nama baik sekolah kita tercoreng loh, Pak, Bapak mau?”
Satpam itu belum juga membuka suara. Ya memang tidak salah, sih, tapi kan—
“Kamu.”
Aileen menatap guru bertubuh ramping di balik gerbang yang balik menatapnya. Aileen tidak tahu nama guru itu siapa, karena belum semua guru datang ke kelasnya untuk mengajar ataupun sekedar memperkenalkan diri.
“Kamu anak kelas sepuluh?”
Aileen menunduk takut-takut, ia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.
“Baru beberapa hari masuk sudah terlambat? Bagus, ya ....”
“Pak, bukakan gerbang untuk dia.”
Mata Aileen berbinar, senang karena guru itu mengizinkannya masuk.
“Kamu boleh ke kelas, asalkan lari di lapangan sampai pelajaran pertama selesai.”
Bola mata Aileen terbuka lebar, seolah ingin lepas dari tempatnya. Ia tidak masalah jika di suruh lari mengelilingi lapangan 5 atau 10 kali. Tapi ini pelajaran pertama selesainya kan satu jam lagi, mampus.
Gilaaa, di perkirakan Aileen bisa lari hingga 50 keliling jika seperti ini. Baiklah, Aileen pasrah jika hari ini kembali pingsan. Ah, ia melupakan sesuatu. Ini Starschool yang terkenal dengan peraturan yang ketat.
Aileen menyimpan tas nya di pinggir lapangan, kemudian mulai berlari.
Matahari cukup terik hari ini, membuat panas yang di hasilkannya sangat menyengat. Aileen jongkok di pinggir lapangan, menenggelamkan kepalanya di antara lipatan lutut dan paha. Ia baru berlari sekitar empat putaran, namun pandangannya sudah memburam tanda bahwa ia tak mampu melanjutkan lagi.
“Aileen?”
Sang pemilik nama mendongak dengan mata yang memicing, berupaya untuk menyesuaikan cahaya matahari yang masuk ke retinanya.
“Lo ngapain disini, bocil?”
“Namaku Aileen.”
“Iya, tadi gue kan udah panggil itu.” Pangeran ikut berjongkok, menyetarakan tingginya dengan adik kelasnya tersebut.
Pangeran berdecak saat melihat wajah Aileen yang begitu pucat. “Bukannya masuk kelas, malah cari mati di sini.”
“Enak aja, Aileen dihukum, tahu!”
“Gak bisa, muka lo udah pucet. Gue gak mau gendong lagi kalau lo sampai pingsan.”
“Emang Aileen minta gendong Kak Pange lagi?” sungut Aileen, membalas.
“Ikut gue ke UKS. Lo belum makan?”
Aileen menggeleng. Wajah pucatnya itu di hiasi warna merah di beberapa bagian karena kepanasan.
“Gak kapok-kapok jadi orang, cepet ke UKS. Nanti gue bawain makanan buat lo.”
“Nggak, Kak, nanti kalau Aileen di marahin sama Bu Nina gimana?”
“Biar gue yang bilang sama dia, sekalian anterin dokumen ini.”
Pangeran itu hanya anggota pengurus, bukan ketua osis atau enam inti. Tapi entah mengapa pria itu selalu terlihat sibuk.
“Sana, bisa jalan sendiri, kan?”
Aileen mengangguk, kemudian mengambil tas nya dengan langkah yang sempoyongan. Tangan Pangeran terulur ingin membantu gadis itu kala akan jatuh, namun ia urungkan.
***
“Alven lagi apa, ya?”“Insha sama Fidelya jahat banget gak nanyain keadaan Aileen.”
Sret.
Gorden yang menutupi ranjang Aileen terbuka, menampilkan Pangeran dengan sebungkus roti coklat dan air mineral di tangannya. Pria itu menyodorkannya pada Aileen, namun sang empu hanya menatapnya bingung.
“Makan, ngapain bengong?”
“Nggak, ah, buat Kak Pange aja.”
Pangeran meletakkan dua benda itu di atas nakas. Kemudian berjalan ke sebuah rak yang menyimpan berbagai obat-obatan.
“Makan, minum obat, habis itu tidur.”
Aileen lagi-lagi menggeleng. “Nggak. Kalau Aileen tidur, nanti gak bisa masuk kelas dan ketinggalan pelajaran. Aileen gak boleh ketinggalan pelajaran, nanti dimarahin Mama.”
Pangeran menghembuskan napas lelah. Menghadapi sikap Aileen yang sangat keras kepala cukup menguras tenaganya. “Yaudah, terserah lo!”
Pangeran membalikkan tubuhnya dan keluar dari ruangan bernuansa rumah sakit itu. Sekilas Aileen melihat pria itu yang mengacak rambutnya kesal, membuatnya tertawa kecil.
“Makasi banyak, Kak Pange! Habis ini Aileen langsung ke kelas.”
“Satu lagi, jangan panggil gue Pange! Panggilan apaan itu,” teriak Pangeran dari ambang pintu. Tangan besarnya menunjuk wajah Aileen murka.
“Panggilan kesayangan, HAHAHA!”
Deg!
Pangeran mematung di tempatnya, tiga kata itu seolah mengikat tubuhnya untuk tak bergerak sedikitpun.
“Gak Pangeran, lo ngedeketin Aileen bukan karena ini,” gumamnya, seraya menyentuh dada kirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN Friendzone!
Novela Juvenil"Alven! Aileen suka sama Alven!" "Aku gak mau pacaran, Aileen. Kita masih kecil." *** "Kita udah beda SMA. Tunggu aku tiga tahun, ya?" "Emang penantian Aileen selama ini belum cukup, ya?" "Belum. Kita masih harus berjuang agar bisa benar-benar bersa...