|| Chapter 27 ||

11 2 1
                                    

Captain

Sayang, aku latihan futsal dulu. Maaf gak bisa antar pulang, take care❤️

Tidak, Aileen tidak cemberut, kok. Perlahan ia paham dengan kesibukan Alven akan kecintaannya terhadap olahraga. Terlebih, hari ini ia mendapat kabar baik dan kesempatan yang sangat bagus. Jadi tak ada alasan baginya untuk sekedar bersedih.

Aileen diam di halte, menunggu angkutan umum untuk mengantarnya pulang.

Tak lama kemudian, ada seorang pria bertubuh tinggi memakai seragam yang sama dengannya. Duduk di samping Aileen, membuat sang empu bergeser beberapa centi namun tak melunturkan senyumnya kepada orang itu.  

“Hai, Dimas,” sapa Aileen, melambaikan tangan walaupun jarak keduanya sangat dekat.

“Yoi, Cil.”

“Dimas belum pulang?”

“Nungguin lo.”

Wajah polos Aileen berkerut heran. “Hah, ngapain?”

“Ya nungguin lo.”

Aileen mengibaskan rambutnya, kemudian mengipasi wajahnya yang terasa gerah karena terpapar matahari. Melihat pemandangan itu dari samping, membuat dua bola mata Dimas tak berkedip.

“Tahu, ah, Aileen gak ngerti. Kalau Aileen, sih, lagi nungguin angkot,” ucap Aileen dengan entengnya. Belum menangkap apa maksud dari kalimat Dimas.

“Cil, gue mau nanya,” kata Dimas tiba-tiba.

“Aileen gak punya nanya.”

Dimas menepuk dahinya pelan. Sepertinya Aileen terlalu banyak bergaul dengan Insha, sehingga selera humornya menjadi receh.

“Serius, woi!”

Aileen terkikik geli. “Iya, iya, Pak Ketu, nanya apa?”

Aileen memiringkan tubuhnya 90° hingga berhadapan langsung dengan Dimas. Netra hazelnya menembus manik legam milik Dimas. Menyebabkan jantung pria itu tak sehat seketika.

“Lo punya pacar?”

Aileen menggeleng, menjawab dengan kebenaran. Ia memang tidak punya pacar, kan?

“Kalau gitu—“

Kalimat Dimas yang belum rampung sengaja dipotong Aileen. “Tapi punya calon suami, HAHAHA!” Aileen tertawa puas setelah mengatakan itu. Selanjutnya bangkit dan berjalan ke pinggir jalan karena melihat angkot yang mendekat ke arah halte.

Dimas tersenyum kecut mendengarnya. Hhh, yasudahlah.

“Dadah, Dimas, Aileen pulang dulu, ya!” Aileen menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Dimas sebelum masuk ke dalam angkot.

Dimas terdiam, mengamati supir angkot yang terasa janggal di matanya. “Bocil!” panggilnya. Dengan cepat ia mencekal pergelangan Aileen sebelum gadis itu benar-benar masuk ke dalam mobil berwarna merah itu.

“Kenapa, Dimas? Aileen mau pulang, capek. Besok lagi, ya, ngobrolnya!”

Dimas belum mengalihkan perhatiannya dari angkutan umum yang semakin mengecil itu. Perasannya pun menjadi gelisah, tiba-tiba khawatir kepada Aileen.

***

 

Alven melakukan pemanasan bersama anggota lainnya. Kaus futsal pria itu sudah mencetak lekukan tubuhnya dengan sempurna akibat berkeringat.

Setelah itu, mereka mulai bertanding di lapangan indoor. Satu tim berisi lima orang, dan untuk kali ini Alven dan Nathan berpisah. Yang berarti dua sahabat itu harus bersaing.

“Gue kalahin lo, Ven!” teriak Nathan sungguh-sungguh.

Alven tersenyum miring. “Coba aja, bro. Kemampuan lo masih jauh di bawah gue,” balas Alven meledek.

“Gak usah banyak bacot!”

Mereka pun memulai permainannya. Hanya suka-suka, karena kebetulan Pak Adi selaku pelatih tidak masuk dan menyerahkan semuanya kepada ketua mereka.

Alven meluruskan kakinya di tepi lapangan. Keringat sedari tadi mengucur dari pelipis, yang justru menambah kapasitas ketampanan Alven.

Gak capek apa ya ganteng terus?

Seorang siswi kelas sebelas mendekatinya, dengan handuk kecil dan air mineral yang memenuhi kedua tangannya. Jika pria lain akan kesenangan ketika didekati Selina karena masuk ke dalam kategori gadis paling cantik seangkatan, namun tidak dengan Alven.

Jelas saja yang paling cantik dalam hidupnya hanya Shinta dan Aileen. Ibu dan calon istrinya kelak.

Alven hanya menatap kosong handuk yang disodorkan tangan lentik Selina, tak berniat menerima apalagi memakainya.

“Kenapa gak diambil? Tangan gue pegal,” interupsi si gadis yang memakai pakaian ketat tersebut.

“Gak butuh,” ketus Alven. “Gak minta juga lo bawain buat gue. Kasih aja cowok lain, Kak, yang seumuran sama lo. Jangan suka sama berondong.”

Skak!

“Jangan panggil gue Kakak, berasa udah tua.”

“Bukannya lo memang udah tua?” sahut Alven, dengan senyuman yang bukan pertanda baik. Detik berikutnya ia bangkit, tak memedulikan lagi Selina yang masih cemberut. Bukan urusannya, kan?

“Satu lagi.” Alven menahan langkahnya dan kembali berbalik ke arah Selina. “Gue tahu lo suka sama gue.” Bukan bermaksud pede, namun Alven cukup peka sebagai salah satu spesies lelaki.

Selina menyampirkan sejumput rambutnya ke belakang daun telinga malu-malu. “Kalau lo?” tanyanya balik.

Alven menggeleng dengan santai. “Nggak.”

“Pasti udah punya pacar, ya .... “ Selina bergumam lirih dengan suara yang sendu.

“Nggak juga,” balas Alven lagi.

Seketika wajah Selina kembali cerah seperti sebelumnya.

“Tapi calon istri," sambung Alven enteng.

Buset, Aileen sama Alven memang jodoh atau gimana?

***

 

Seperti Dimas tadi, Aileen pun merasa janggal dengan sopir angkot yang sedang ditumpanginya. Pertanyaannya, kenapa baru sekarang?!

Semenjak Aileen naik pun tak ada penumpang lain dan laju angkotnya di atas rata-rata.

Kepanikan Aileen bertambah ketika angkot ini tidak berada di arah yang seharusnya. Sopir itu mengemudikannya menuju jalan lain yang sama sekali tidak Aileen ketahui. Perlahan jalan di sekitarnya pun hanya terdapat pohon-pohon dan tidak banyak kendaraan lain yang melintas.

“Pak, ini mau ke mana, ya? Biasanya gak ada angkot yang jalan ke sini!”

Sopir angkot itu menoleh ke belakang. Topi yang menutupi kepala bagian atasnya dibuka sedikit, menampakkan dengan jelas wajah orang tersebut yang tersenyum miring.

Rasa takut mulai menggerogoti hati Aileen. “K-kak Revan?!”

Mobilnya keluar dari jalur, menyusuri pohon-pohon dan tanaman liar. Selanjutnya, Revan sengaja menabrakkan angkot itu ke sebuah pohon kelapa hingga kepala Aileen terbentur dan tubuhnya jatuh ke bawah.

Tak menunggu waktu lagi, Revan segera melompat ke luar. “Good bye, cewek Alven.”

Di saat yang sama, hidung Aileen mencium aroma sesuatu yang sangat menyengat. Ini ... bau bensin!

Otaknya berputar sehingga Aileen bisa dengan cepat menangkap apa tujuan Revan merencanakan semua ini. Angkot ini akan meledak sebentar lagi.

Dengan sisa kesadaran dan kekuatannya, Aileen berusaha merangkak ke luar. Ia harus bertahan, nyawanya ada di tangannya sendiri.

“Bantu Aileen ... bantu Aileen, ya Allah.”

Entah hanya perasannya saja atau bagaimana, namun pergerakannya terasa sangat lambat.

Dan ... DUAR!

BUKAN Friendzone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang