3. Si Gadis Arogan Keras Kepala

92 19 2
                                    

Dengan perasaan dongkol setengah mati, Hana membuka pintu kelas dengan kasar dan duduk di kursinya dengan gerakan kesal hingga menimbulkan bunyi bedebum keras ketika kaki kursi bertubrukan dengan kaki meja. Dia menatap seluruh penghuni kelas dengan tajam satu per satu, sampai sosok cowok yang sejak tadi mengganggu pikirannya masuk ke dalam kelas, membuat Hana berdecak dan dengan gerakan gesit melempar salah satu bukunya hingga mengenai telinga Fero.

Cowok itu menoleh sembari mengusap telinganya yang agak ngilu dan sedikit berdengung. Tatapanya berubah melotot saat melihat senyum mengejek Hana. Tidak peduli seruan khawatir Tiffany dan beberapa anggota kelas lain, Fero terus berjalan mendatangi Hana dan menarik gadis itu agar berdiri berhadapan dengannya.

"Lo ada masalah sama gue?" lelaki itu menatap penuh selidik. Ikut memicingkan mata meskipun tatapan setajam Hana seakan bertolak belakang dengan tatapan marah dari raut wajah sopan dan berwibawa milik Fero.

Hana terkekeh, masih dengan sedikit mendongak untuk menatap sosok laki-laki tinggi di depannya. "Lo itu emang masalah buat gue, Fero."

"Elo yang bermasalah," balas Fero tidak mau kalah. Cengkramannya pada pergelangan tangan gadis itu mengendur, namun ia masih menunduk dan memberi tatapan penuh luapan amarahnya pada Hana yang tidak terlihat terganggu. "Lo tahu, Han. Sikap lo yang kekanakan ini membuat orang-orang sibuk ngomongin hal buruk tentang lo. Mau itu benar atau salah, dengan sikap kekanakan dan egois lo, semua orang akan lebih mudah percaya dan akan melihat lo aneh kalo tiba-tiba berubah lemah lembut."

Ucapan tepat sasaran Fero membuat Hana menggeram. Kedua telapak tangannya terkepal selagi gadis itu mennahan emosinya. "Terus, gue peduli? Nggak, Ro! Gue. Nggak. Peduli," balasan penuh penekanan dari gadis bermata setajam kucing itu malah membuat Fero tertawa geli.

Lelaki itu tahu. Ia sangat tahu karena bagaimana pun, semua sahabatnya memanggil Fero sebagai pengamat unggul dan dapat dengan mudah membaca seseorang. Dia adalah bimbingan konseling pribadi milik kelima sahabatnya. Maka dia tahu bahwa gadis sok berkuasa ini hanyalah sosok kucing penakut dan kesepian yang mecoba lari dengan berlindung di balik sikap keras kepala dan egoisnya.

Fero menatap Hana sedikit melembut. "Lo itu peduli, Hana. You're always do."

Kalimat singkat namun menyentak itu membuat Hana mundur selangkah. Tidak peduli semua murid kelas menatapnya aneh, Hana tetap berjalan keluar kelas hingga berhenti di pintu kelas selagi kepalanya menoleh ke arah Fero yang masih menatapnya.

Tatapan yang sama seperti hari dimana lelaki itu menyatakan bahwa rumor Hana tidak relevan dan bukan sebuah pembenaran. Gadis itu berdecak. "Berhenti ikut campur, Ro. Karena gue bukan gadis lemah seperti yang lo pikirin!" gertakan Hana disusul pintu yang ditutup secara keras membuat seluruh anggota kelas terkesiap dan kebingungan.

Fero masih berdiri menatap pintu yang kembali terbuka tersebut meskipun hanya sedikit. Ia mengela napas.

Semuanya akan berjalan begitu sulit untuk dirinya. Juga gadis keras kepala itu.

***

Sepulang sekolah, Hana mendatangi aula dan menatap ruangan yang hari lalu akan dipenuhi oleh anggota dance modern kini begitu kosong dan redup dengan mengandalkan sinar matahari sore yang jelas tidak begitu cocok untuk aula yang luasnya dua kali lebih besar dari ukuran kamarnya. Gadis itu meletakkan tas nya di lantai, menyalakan lagu dari speaker yang selalu dia bawa, dan mulai menari dengan gesit dan indah mengikuti beat lagu yang semakin cepat ditiap nadanya.

Mata kucingnya menatap aula dengan begitu penghayatan. Bagaimana lagu yang dinyalakan memiliki lirik tentang hubungan cinta yang hancur, Hana terlihat berhasil mengekspresikan tiap gerakan dengan lirik lagu yang semakin dalam dan suram. Saat lagu itu berakhir, Hana melirik ke pintu aula yang menampilkan sosok cowok tinggi berbibir tebal dan memiliki bentuk mata hampir menyerupai dirinya. Bedanya jelas bentuk mata Hana lebih tajam, sedangkan sang laki-laki lebih teduh.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang