16. Pertunjukan Dance

61 12 6
                                    

Kegiatan lari pagi di hari Sabtu seperti sebuah rutinitas abadi yang sebelumnya hanya dijadwalkan untuk membantu Dimas meningkatkan kualitas larinya. Tetapi setelah percobaan selama 1 bulan sewaktu masih kelas 10, mereka jadi keterusan dan sekarang lari pagi di hari Sabtu serta Minggu merupakan ritual wajib mereka. Bedanya adalah, kalau hari Sabtu mereka berlari di sekitaran kompleks. Pada hari Minggu mereka akan berbondong-bondong pergi ke Sudirman untuk meramaikan car free day dari patung Sudirman sampai Monas.

Sekarang mereka baru selesai lari pagi di sekeliling kompleks, dan Ano membawa plastik berisi 6 sterofoam bubur ayam favorit mereka dan duduk di halaman rumah Tiffany secara melingkar sambil satu per satu mengambil jatah bubur mereka sekaligus berebut siapa yang dapat sate telur puyuh maupun usus.

Saat Ano dan Dee saling melempar tatapan tajam karena keduanya kedapatan mengambil sate telur puyuh secara bersamaan, Fero anteng dengan sate ususnya dan bubur ayam yang sudah dia makan dengan lahap. Tidak peduli dua sahabatnya itu masih berebut dan Tiffany pusing untuk melerai, lelaki bermata kecil itu tampak acuh dengan menggigit ujung sate ususnnya dan melirik ponsel yang tergeletak di samping plastik krupuk bawang yang terbuka.

Fero menaikkan alis. "Ngapain ni cewek nelepon?" ia bergumam sendirian.

Dimas yang kebetulan duduk di samping Fero dan tidak sengaja melihat nama dari si penelepon, lantas bertanya. "Hana? Kalian ada janji?"

Perebutan soal sate telur puyuh itu berhenti dengan Ano berhasil mendapatkannya, sedangkan fokus Dee yang sebelumnya ada pada si telur puyuh pun teralih pada Fero. Ia tersenyum jahil. "Asik, malam mingguan aja, nih. Mau ke mana?"

"Apaan, sih. Bukan," Fero berkilah, mengambil ponselnya dan menggeser kursor setelah panggilan dari Hana berhenti. Lalu digantikan oleh sebuah pesan masuk. "Dia ngajak nonton—"

"Ke bioskop?!" Ina terlihat heboh. Sedangkan Ano sudah tersedak telur puyuhnya.

Cowok Alfero itu berubah geregetan. "Bukan—"

"Kapan emang berangkatnya?" kali ini Tiffany yang memotong. Sadar bahwa lagi-lagi kalimat Fero terpotong, gadis itu tersenyum merasa bersalah. "Sori."

Alfero hanya menggeleng kecil, lalu berkata lagi. "Dia ada pentas gitu di hotel. Katanya sih acara festival seni. Nyuruh gue dateng."

"Jam berapa tuh?" Ano bertanya sembari mendongak dari buburnya. Dia sudah tidak lagi tersedak karena Dimas telah memberikannya minum saat yang lain sibuk mengejek Fero.

"Katanya sih dia tampil jam 10—"

"Sekarang udah jam setengah 9, Ro! Abisin bubur lo, gue dan yang lain pilihin baju. Pokoknya lo harus tampil ganteng!" Dee terlihat bersemangat sembari high five ria dengan Ina yang tak kalah semangat.

Lelaki itu terburu-buru menghabiskan bubur ayamnya akibat Dee yang terus menerus mengompori Fero untuk datang sebelum jam 10. Sehingga sekarang di dalam kamar yang berantakan oleh buku dan kasur yang dari dirinya bangun sama sekali tidak dirapihkan, Fero didorong oleh Ano ke kamar mandi. Sedangkan Dee, Tiffany dan Ina berperan mencari pakaian yang cocok untuk lelaki itu kenakan saat menonton Hana.

Di dalam kamar mandi, dahi Fero terus berkerut. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa pergi menonton Hana yang akan dance merupakan sebuah acara spesial sampai semua sahabatnya heboh mencarikannya baju yang pantas. Padahal rencananya Fero hanya ingin mengenakan hoodie abu-abu baseballnya beserta levis biru laut yang beberapa bagiannya sengaja sobek. Tetapi saat dirinya keluar dan tersisa Ano dan Dimas yang menunggu di kamarnya, Fero kontan membulatkan kedua bola matanya.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang