9. Tentang Tugas Membersihkan Kelas

75 18 8
                                    

Setelah Hana keluar, ruangan UKS itu perlahan hening dengan kelima manusia yang semula mengintip dari balik pintu UKS. Kini satu persatu masuk ke dalam dengan perasaan canggung akibat melihat wajah Fero yang tampak masih merasa bersalah atas ucapannya yang kelewatan pada gadis Jenggana yang lebih dulu keluar tersebut. Selain itu, kelima remaja itu sebetulnya khawatir setelah melihat sendiri kondisi pipi Fero yang makin membengkak dan keunguan.

Dee yang paling cerewet dan paling iseng kalau sudah menyangkut sahabatnya itu, kini lebih dulu mengungkapkan rasa khawatirnya sambil menyentuh pipi Fero yang bengkak. "Kok bisa gini, sih, Ro? Lo emang awalnya ngapain, sih? Tadi Tiffany cuma bilang lo ditampar Pak Ayub. Tapi dia nggak cerita detail selain lo yang ngebela tugas Hana," gadis itu duduk menarik kursi yang sebelumnya digunakan Hana untuk duduk sambil bersidekap. "Cerita, buru! Rasanya pengin gue banting itu guru, karena udah bikin sahabat gue kayak gini. Enak aja, wajah Fero yang jelek jadi makin jelek! Hueee," cewek itu malah menangis karena mengingat bahwa persahabatannya dengan Fero bisa dibilang lebih lama dibandingkan yang lain. Sehingga tidak heran kalau cewek itu yang lebih mudah menangis jika itu menyangkut Alfero.

Ina menepuk bahu Dee dengan masih menatap Fero khawatir. "Au, Ro. Cerita cepet, gue pengin tahu yang sebenarnya. Lo nggak mungkin ngebela Hana, kalau nggak ada sebab akibatnya, kan? Kalau akhirnya lo ngebela Hana cuma karena suruhan Bu Tiwi, asli itu cewek egois banget, dong!" untuk saat ini gadis dengan pipi tembam itu merasa sebal pada Hana walaupun dia tidak bisa menyalahkan gadis itu 100 persen.

"Iya, Ro. Gimana, ya. Tadi pagi Hana emang keliatan baik, tapi sekarang gue jadi ragu lagi. Terus liat lo malah babak belur gini hanya karena bela cewek itu, gue jadi skeptis soal Hana," Ano menimpali Ina dengan setuju oleh kembarannya itu.

Sedangkan Dimas hanya diam sembari membuka sebungkus permen yupi berbentuk hati untuk Dee, Tiffany terlihat mengela napas. "Cerita aja, Ro. Masa gue yang cerita? Dan, guys please don't judge Hana cause she's a victim."

Untuk beberapa saat, Fero merasa denyutan di pipi kirinya seakan mulai mengakar dan membuat bibirnya terkatup. Namun ucapan keempat sahabatnya sedikit memberikan sensasi ringan dari denyutan pipinya. Cowok itu mulai bercerita singkat, tentang kelas Seni Budaya dan tugas membuat karya dari barang bekas dimana Hana membuat lukisan yang disusun dari plastik bekas sabun cuci yang dipotong-potong sedemikian rupa hingga menyerupai wajah seorang wanita. Fero menjelaskan bagaimana Pak Ayub yang menuduh Hana menyuruh orang lain untuk menyelesaikan tugasnya hanya karena gadis itu dikenal sebagai pembuat ulah. Jelas Fero tak terima anggota kelasnya difitnah dengan alasan yang tidak masuk akal, terlebih bagaimana akhir-akhir ini pandangannya mulai terbuka tentang gadis Jenggana itu.

Sampai akhirnya Pak Ayub yang tidak terima mendengar pembelaan Fero soal Hana, terjadilah tamparan yang tidak pernah cowok itu duga. Sekarang di sinilah Fero, menunggu respon kelima sahabatnya yang kini merenung akibat rasa bersalah lagi-lagi menuduh seseorang tanpa bukti—kecuali Tiffany yang tersenyum tipis, merasa lega karena Fero mulai membagi masalahnya sendiri pada sahabatnya.

Dimas yang dikenal paling diam namun paling cerdas dalam memberi respon itu terlihat tersenyum kecil. "Lo emang Fero yang gue kenal. Gak akan tinggal diam liat ketidakadilan di depan mata, terutama kalo itu soal temen lo," ucap cowok berlesung pipi itu.

Fero terkekeh, meskipun sekali lagi dia meringis pelan akibat bengkaknya.

Berbanding terbalik dengan Dimas, Ina dan Ano kini menggigit bibir akibat rasa bersalah atas tuduhan satu arahnya. "Astaga, gue bener-bener bego banget karena bersikap kayak Pak Ayub. Asal nuduh orang tanpa bukti," kata cewek tembam itu, diikuti anggukan Ano.

Sedang Dee terkekeh, memeluk Fero singkat lalu menepuk bahu cowok itu dengan keras. "Emang, deh, ketua kelas idaman banget, lo! Sumpah, makin nggak nyangka kalo sahabat gue yang dulu cengeng pas gue isengin waktu kecil, sekarang bisa bela temen sekelasnya. Waw, keren banget emang," gadis itu berkaca-kaca ketika mengatakannya, tetapi akhirnya dia kini menyelidik dengan senyum aneh. "Ehm, tapi aneh juga, ya. Dulu bilangnya Hana itu cewek aneh dan nyebelin, tapi sekarang mudah banget bantu itu cewek. Demen juga kan lo akhirnya?" ia sekarang berkoar-koar untuk meledek.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang