17. Lelaki yang Terlihat Keren

57 10 6
                                    

Mereka sampai di pelataran parkir halaman hotel, dimana beberapa terlihat mobil-mobil mewah mendiami parkiran selagi acara di dalam semakin ramai oleh pengunjung. Kedua remaja itu saling mengatur pernapasan, sebelum Hana mendongak untuk melihat sekali lagi Fero yang tampak lain dalam balutan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku, beserta jeans hitam pensil yang membalut kaki jenjangnya tersebut. Gadis itu tersenyum, sebelum memicingkan mata.

"Lo berantem mulu kerjaannya," Hana mengomel, mencoba menekan bengkak di pipi cowok itu yang semakin keunguan.

Fero hanya mendengkus. "Dia yang mulai."

"Tapi lo bukan orang yang langsung bertindak secara spontan, Ro," balasnya, tidak mau kalah. Ia kembali teringat soal percakapan antara Fero dan sosok cowok asing yang datang bersama Lintang. "Kenapa dia bisa kenal Ina? Kalian pernah satu sekolah?"

"It's none of your buisness, Han. Lo yang bilang 'jangan ikut campur urusan pribadi'," Fero berkilah, berjalan meninggalkan si gadis Jenggana yang kontan melotot. Namun tak urung dia menyetujui ucapan cowok itu. Mau bagaimana pun, mungkin memang urusan Fero dan cowok asing itu termasuk dalam urusan pribadinya. Meskipun sekarang Hana jadi agak kesal. Terlebih dia yang mengajukan untuk tidak ikut campur soal masalah pribadi masing-masing.

"Intinya aja deh, intinya!" gadis itu geregetan, mencoba menyamai langkah kaki Fero yang lebar dan buru-buru.

Si cowok Alfero itu menghentikan langkahnya pada lapangan basket yang entah mengapa berada di dekat area parkir hotel tersebut. Beruntung bola oranye dengan garis melengkung hitam itu tergeletak manis di tengah lapangan. Lantas cowok itu menoleh pada Hana yang kini menggigit bibir, sadar bahwa dia pasti mau diajak one by one oleh salah satu ace dari tim basket sekolahnya ini.

"Katanya mau tahu intinya, kan?"

"Nggak jadi!" Hana berseru, berjalan ke arah kursi besi yang berada di pinggir lapangan. Namun tangan Fero lebih gesit menangkap pergelangan tangan Hana, membuat si gadis menoleh kaget. "Ro! Noo! I can't!"

"Ck," Fero tergelak. "Kita mainnya santai aja, Han. Ayo!"

Fero mengikat kencang tali sepatunya terlebih dahulu sebelum berdiri berhadapan di mana Hana sudah menaikkan lengan hoodienya sampai siku, tidak lupa mengencangkan ikatan rambutnya yang sebelumnya hanya terikat asal. Lantas menerima bola terlebih dahulu dari Fero yang mulai berjaga-jaga untuk merebut, memberikan gesture pada Hana untuk mendrible bola oranye di genggamannya.

Gadis itu mengela napas, mulai mendrible bola meskipun tahu bola itu dapat dengan mudah direbut oleh si cowok bermata kecil itu. Lantas mengejar Fero dengan sekuat tenaga tapi lelaki itu dengan mudah memasukkan bola hanya dengan satu tangan saja. Cowok itu tersenyum kecil.

"Seru, kan?"

"Setan lo!" Hana mengomel, tapi jelas dia merasa sangat bahagia dan menikmati permainan one by one itu. Sesekali Fero mencoba mengalah, membiarkan gadis itu membawa bola oranye ke arah ring lantas melemparnya tapi akhirnya tidak terjadi apa-apa karena bola itu hanya menyentuh pinggiran ring sebelum jatuh secara mengenaskan ke lapangan. Hana kembali mengomel. "Fero setannnn!"

"Elo yang lemah, Han," ejeknya, mulai mendrible bola kembali dengan gerakan santai dan meremehkan si gadis Jenggana. Hana yang sadar telah diremehkan, lantas mencoba merebut tetapi Fero lebih gesit dalam menghindar dan kembali mencetak poin dengan gerakan one shot andalannya. Cowok itu tersenyum bangga. "Sori, tapi gue emang jago."

"Emang lo pikir ayam jago!" gerutu Hana, kembali membawa bola oranye ke arah ring dan mencoba gerakan one shot Fero meskipun pada akhirnya bola itu bahkan tidak mampu menyentuh ring dan berakhir mengenai tiang. Ia menggeram jengkel. "Huaa, gak bisaaa!"

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang