19. Sebagian dari Masa Lalu

54 11 8
                                    

Playlist chapter 19: Sheila On 7 - Pejantan Tangguh


Mereka sudah sampai di tempat karoke yang Fero janjikan dan benar saja, seperti bayangan Hana pada adegan ke sekian, cowok itu langsung membawanya ke dalam bilik yang kosong alih-alih bermain di salah satu permainan yang tersedia. Fero berdiri di depan layar monitor dan Hana dengan malas mencari lagu yang cocok untuk dinyakikan lelaki itu.

"Lo walaupun jarang dengerin lagu, setidaknya hapal beberapa lagu, kan?" Hana memastikan, mencari lagu kesukaannya ketika Fero menjawab bahwa dia cukup tahu beberapa lagu daru Sheila on 7. Bang Arfi bahkan mengoleksi keseluruhan CD dari band tersebut, maka tidak heran bahwa selain dia mendengarkan lagu-lagu dari kamar Dee, dia juga cukup sering mendengarkan lagu-lagu dari kamar Bang Arfi.

Fero mengangguk. "Iya, pilih aja. Asal liriknya ada, gue bisa ikutin, kok," jawabnya santai.

Hana mendelik, memilih satu lagu berjudul Pejantan Tangguh dan menatap cowok di depannya dengan geli. "Fero si Pejantan Tangguh, cocok nih," katanya, setengah mengejek.

Lelaki bermata kecil itu membiarkan intro dimulai sebelum cowok itu menyanyikan bagian awal. Sepanjang lelaki itu bernyanyi, Hana tidak membiarkan matanya berkedip. Lelaki di depannya tampak lain, bukan Fero si ketua kelas, apalagi Fero yang selalu berusaha menjadi pahlawan dan Fero yang diharapkan menjadi sosok ketua OSIS. Lelaki itu hanya seorang cowok yang memegang begitu banyak harapan di bahunya, menunjukkan pada semua orang bahwa dia ingin sekali saja tidak menggenggam banyak orang, ia seperti ingin bebas tapi rasa tanggung jawabnya menahan lelaki itu untuk sedikit lebih santai.

Mungkin Fero menyebalkan, yang selalu bersikap seolah dirinya yang paling dapat diandalkan, berusaha menunjukkan bahwa dia baik-baik saja, dan tak ingin membuat orang-orang berpikir dia lemah.

Saat lagu itu berakhir, Fero menoleh untuk menunjukkan senyum lebarnya. Cowok itu tampak puas sekali.

"Gue lupa kapan terakhir kali nyanyi," katanya, mencari lagu lain dan memutar lagu Tulus yang berjudul Manusia Kuat. "Gapapa, kan?"

Hana mengangguk. "Ikut."

Dua orang itu saling bergantian menyanyikan lagu yang entah mengapa Hana ingin menjadi manusia kuat yang disebutkan Tulus tersebut. Meskipun sejatinya Hana hanya burung yang terpaksa mengurungkan diri di balik jeruji besi sebuah kandang yang selalu menggantung di langit-langit rumah. Gadis itu sejatinya hanya seseorang yang pernah mulai untuk bermimpi, tetapi semuanya lebih dulu patah dan membuatnya tak percaya diri untuk melakukannya lagi karena dia tidak akan bisa melakukannya lagi.

Dia tidak sekuat Fero.

Dia menyukai hidup realistis untuk kejadian hari ini daripada mencoba merancang masa depan karena seluruhnya hanya akan membuat Hana semakin patah dan terkurung.

"Han," Fero menghentikan bait terakhir lagu Tulus. Cowok itu mengatupkan bibir dan membiarkan bilik karoke itu hening mengikuti tangis sosok perempuan Jenggana itu yang hanya bisa mengalihkan pandangan, berusaha menenangkan diri sebelum tersenyum kecil.

"Gue sekarang pengin tahu, Ro," Hana berujar tiba-tiba, mengabaikan sosok itu yang khawatir. "Kenapa lo benci sama Rize?"

"Itu bukan urusan lo—"

"Gue juga bakal cerita soal perempuan itu," Hana memotong cepat, gadis itu menggigit bibir bawahnya, dadanya semakin sesak ketika mengingat bahwa seluruh impiannya hancur berkeping-keping hanya karena penghianatan. "Lo tahu, kan, soal orang yang dulu sahabat gue—"

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang