20. Hari yang Sama-sama Kita Sesali

51 10 4
                                    

Playlist Chapter 20: Kim Seungmin - Here Always 


Cerita itu diselesaikan dengan Fero yang menyalakan kembali musik dengan memperpanjang durasi mereka di bilik karoke itu. Meredakan suara percakapan mereka karena meskipun di luar sana ramai. Tidak dapat dipercaya kalau tak ada orang lain yang gak mendengar percakapan itu. Lebih baik Fero mencegahnya dengan kembali memperpanjang durasi mereka, meskipun itu artinya Fero kembali mengeluarkan sisa uang dari kartu Timezonenya. Cowok itu mengela napas.

"Gimana? Gue emang jahat, kan, biarin Ina berjuang sendirian?" cowok itu mencoba tertawa meskipun terdengar sumbang. Ia terkekeh pelan. "Tapi Ina dan yang lainnya bilang, bahwa bukan cuma gue yang punya tanggung jawab untuk melindungi satu sama lain. Mereka juga punya itu jadi gue nggak perlu merasa bersalah terus," ia diam sebentar, mengambil napas. "Gue sempat berdiskusi buat mundur dari jabatan wakil, tapi Ian dan kepala sekolah sama pembimbing nahan gue. Kelima sahabat gue juga hampir marah besar pas gue bilang mau mundur. Jadi gue bertahan dan Rize diskors akibat ulahnya."

Hana menatap cowok itu dari samping, terseyum tipis. "Kalo gue di sana, gue juga bakal marah semisal lo nekat buat mundur dari tanggung jawab terbesar lo, Ro," kata gadis itu dengan tenang. "Ternyata kita sama-sama punya hari yang disesali, ya," ungkap gadis itu sembari menerawang ke arah layar monitor yang kini memutar lagu Air dan Api milik Naif. "Kalo hari yang gue sesali itu, adalah hari dimana gue mengajak cewek itu berteman. Si penghianat itu," ia tampak menggeram namun Fero lebih dulu meredam amarah si gadis Jenggana tersebut dengan menepuk bahunya pelan.

Membuat Hana dapat menarik dan mengeluarkan napas dengan teratur selagi amarahnya mulai menyusut. Gadis itu tersenyum datar, berkata dengan mencoba tenang. "Hari itu, harusnya gue nggak nyelamatin dia, Ro. Mungkin lo menyesal karena nggak bisa ada selalu buat Ina. Tapi gue menyesal karena bantu dia waktu dibully. Harusnya gue biarin aja, biar mati sekalian," ujarnya, menatap dengan menghunus pada bait lagu di depan sana.

Mengapa kita saling membenci?

Awalnya kita saling memberi.

***

Sekolah Khusus Perempuan tingkat SMP itu sama ramainya seperti sekolah umum. Tetapi hari itu, keramaian bukan karena gadis-gadis bergosip atau kumpulan cheerleader yang berlatih di lapangan. Namun karena perundungan yang tak akan ada yang dapat melerainya akibat tidak mau ikut campur, tak punya urusan untuk hal selain belajar, dan tidak mau dikeluarkan dari sekolah karena yang melakukan perundungan merupakan cucu dari Kepala Sekolah. Siapa yang mau melarang? Guru? Yang ada dipecat. Maka lebih baik pura-pura tidak tahu.

Korban dari perundungan itu adalah Diana, anak dari orangtua tunggal dimana tersebar luas bahwa Ibunya merupakan simpanan pemimpin perusahaan sampai-sampai ada yang menyebut perempuan itu anak dari luar nikah. Siapa yang dapat menghentikan obrolan para perempuan? Jelas tidak ada. Bahkan gosip-gosip itu bisa dianggap sebagai fakta bagi para orang awam.

Hana, si gadis yang selalu tampil modis dan ceria itu berhenti. Kali ini dia sudah tidak tahan. Meskipun orang-orang bilang bahwa tak akan ada yang dapat melawa Viera, Hana bisa. Karena gadis itu bahkan memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan arogan yang tengah berada di aksinya yang ketiga bulan itu. Menendang Diana yang sudah tersungkur di lantai demi menyelamatkan kanvas-nya yang sudah patah.

Perempuan Jenggana itu mengambil satu buah kuas yang masih utuh, memainkannya sembari menatap Diana yang terdiam demi bersitatap dengan si perempuan bermata tajam layaknya kucing itu.

"Berdiri."

Semua siswa yang menonton terkesiap, ada yang merasa senang sembari mengabadikan Hana yang kemungkinan ikut merundung Diana. Ada juga yang menanti-nanti apa yang akan Hana lakukan pada perempuan berambut acak-acakan dan penuh debu lapangan itu.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang