27. Rahasia yang Terbongkar

61 12 3
                                    

"Kak, ini berarti tinggal minta ACC pertanyaan ke Pak Agung, kan?"

Reno mendatangi kelas Fero di pagi hari yang sibuk. Sepulang sekolah nanti akan ada wawancara OSIS setelah menyebarkan pengumuman siswa yang lolos untuk wawancara nanti. Cowok itu tersenyum sekilas saat Reno pamit dari ruang kelasnya menuju ruangan Pak Agung karena Fero tidak dapat menemani lelaki itu—dia lupa bahwa akan ada ulangan harian Fisika sehingga sekarang cowok itu tengah berkutat dengan catatannya sembai latihan soal akibat kemarin dia lebih banyak berdiskusi dengan Reno mengenai pertanyaan wawancara yang direvisi oleh pembimbing mereka—Pak Agung. Cowok itu menoleh saat Ari memanggil, menaikkan alis.

"Apa?"

"Yeu, bolot. Upacara bro," Ari tertawa kecil, menatap Fero yang tampak kesal sembari mengambil topinya dari ransel lalu mengikuti teman-teman sekelas menuju lapangan yang sudah ramai oleh siswa yang bersiap untuk mengikuti upacara pagi itu.

Sepanjang upacara berlangsung, Fero hanya berdiri dengan setengah mengantuk. Entah mengapa tubuhnya merasa sangat lelah sampai-sampai rasanya dia ingin pingsan saja dan tidur nyenyak di UKS, alih-alih beridiri di bawah sinar matahari terik yang terasa membakar kepalanya. Cowok itu berdecak kecil saat kepalanya hampir merunduk karena matanya berat sekali untuk menatap lurus kepada Pak Raihan yang sedang membacakan beberapa kata untuk amanat kepala sekolah yang sebetulnya bisa sampai dua lembar. Ia menoleh, baru sadar bahwa Hana berdiri di belakangnya.

"Lo termasuk pendek?" Fero lantas menggurau, mengejek gadis itu karena omong-omong mereka memang menerapkan tata cara baris untuk cowok di depan dan cewek di belakang, selain itu posisinya harus terpendek dulu baru tertinggi. Sehingga menemukan Hana di belakangnya, membuat Fero langsung berasumsi bahwa cewek itu memang pendek.

Gadis itu melotot. "Brengsek," umpatnya, melirik ke arah Pak Ali yang tampak mengawasi kelas mereka untuk tetap diam mendengarkan omongan Pak Raihan sebelum dia kembali berbicara. "Lo kalo ngantuk mending ke UKS. Gue gak sanggup kalo lo jatuh."

"Oh, lo mau gendong gue ceritanya?" Fero menggoda gadis itu, tersenyum tipis. "Gue udah seger," katanya mantap, kembali fokus ketika akhirnya kepala sekolah mereka mulai menuruni podium sebelum upacara dilanjutkan ke sesi doa. Ketika kegiatan pagi yang wajib di hari Senin itu berakhir, Fero langsung mengikuti Virgo dan Ari ke kantin dan Hana mengintili mereka bersama Rachel serta Tiffany.

Dari arah belakang, Fero langsung mendapatkan dorongan ringan dari si kecil—Ina—yang langsung merangkul leher cowok itu dan berkata dengan riang. "Aslii! Gue baru liat pengumumannya, dong, Ro. Itu abis pulang sekolah banget?" gadis itu langsung bertanya mengenai proses wawancara nanti yang akan dilakukan oleh Pak Agung dan Bu Tiwi.

Fero mengangguk. "Santai aja, Na. Jawab sejujurnya dan sepemahaman lo. Kan, lo pinter ngomong."

"Tapi gue ngomongnya ceplas ceplos udah kayak telor."

Ari melirik gadis itu, dahinya mengerut. "Telor ceplok?"

"Seratus buat Ari!"

Rachel tergelak. "Bisa aja, Na."

"Dia kan kembarannya si Melvano yang punya komik 'Satu Tambah Satu Nol' itu. Sumpah, udah sebulan itu anak kagak update. Ada masalah apaan, dah?" Virgo melirik Ina yang sedang mengobrol dengan Tiffany mengenai persiapan hari ulang tahun Dee yang sudah menghitung hari.

Ina menoleh. "Ano? Au, dah. Tapi kayaknya iPad dia yang biasanya dipake gambar rusak, dan dia gak berani minta baru soalnya dia udah minta ponsel baru dua bulan lalu. Makanya sekarang gak tau, tuh, kabar gambar dia," jawab cewek itu.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang