14. Kehidupan Rapunzel dan Bawang Putih

54 13 0
                                    

Hana awalnya hanya membayangkan kehidupan putri Rapunzel setelah bertemu orangtua kandungnya yang penyayang dan memberikan apa pun untuk wanita cantuk berambut ajaib itu. Tetapi gadis itu tidak pernah tahu bahwa Tiffany adalah wujud nyata dari Rapunzel di dunia nyata yang menemukan kebahagiaannya sendiri setelah terlepas dari orangtua yang begitu stirct dan dua Kakak yang sempat menganggap gadis itu tidak ada. Gadis itu tidak mengatakannya, tetapi Ina yang cerewet sedikit membicarakannya saat Hana duduk di ruang tamu menunggu Tiffany mengambil buku dan laptop dari kamar.

"Jadi dulu Tiffany selalu sendirian di rumah, makanya kita sering jadiin rumah Tiff basecamp kita biar dia gak kesepian," ujar Ina. Gadis itu membuka setoples cookies di hadapannya lalu mengambil satu untuk diberikan ke Hana sebelum satunya lagi dia makan sambil menutup toples kembali dan melanjutkan ceritanya. "Tapi beberapa bulan terakhir, Tiffany mulai lebih ceria. Kakak-kakaknya juga udah mulai peduli sama dia, meskipun orangtuanya kadang masih netapin peraturan ke dia sih..," ia menjabarkan, lalu melirik saat Dee dengan Fero masuk bersama ke dalam rumah masih dengan perdebatan mereka entah soal apa.

"Mulut lo pengin gue lakban tau, gak. Beneran kesel gue," gerutu Fero seraya tanpa sadar mengambil posisi duduk di samping Hana yang sejak tadi memerhatikan kedatangan dua orang itu dengan penasaran.

Dee yang duduk di depan Ina pun terlihat menjulurkan lidah. "Nih, lakban deh. Paling lo gue banting!" tantang gadis itu tidak mau kalah.

"Kenapa lagi kalian?" Tiffany datang dengan memeluk buku dan menenteng tas laptop sebelum ia letakkan di atas meja ruang tamu yang cukup besar. Gadis itu melirik Dee yang kini tampaknya iseng menendang kaki Fero dari bawah meja dan cowok itu kontan membalas. Benar-benar bikin capek. "Dee!"

"Fero nyebelin, Tiff!"

"Elo yang mulai, ya!"

"Guys, please. Di sini ada Hana, loh. Gak malu apa, keliatan berantem padahal ada tamu," Tiffany mulai memberi titah. Sedangkan dari arah pintu terdengar tawa Ano yang berjalan sembari menarik Dimas yang terlihat enggan mengikuti kegiatan belajar sore ini.

Dimas sudah membayangkan kamarnya yang nyaman, tetapi sepertinya kasur bukanlah tempat tujuannya setelah sampai di rumah sedikit terlambat.

"Berantem mulu dah," Ano berdialog, melempar hot pack pada Ina yang duduk pada posisi serong dari posisinya sendiri, lantas menatap Hana yang terlihat tersenyum canggung. "Maklumin, ya. Anak bontot emang suka gitu, kerjaannya pasti berantem," katanya dengan nada bercanda.

"Kalo mereka berdua anak bontot Tiffany. Lo siapanya, dong?" Ina bertanya heran.

Ano dengan bangga menjawab. "Bapaknya. Elo Tantenya, Dimas mantu gua."

"Ck, aneh!"

Fero yang terlihat mulai muak pun berkata dengan tegas. "Ayo, belajar. Biar cepet kelar," dia melirik ke sampingnya dimana si gadis Jenggana tampak anteng dengan buku tulis dengan halaman kosong. Berbeda dengan kelima sahabatnya yang sudah larut bersama soal dari buku cetak matapelajaran yang menunjukkan pekerjaan rumah mereka. "Buku cetak Biologi lo mana? Katanya mau belajar, tapi buku cetak nggak dikeluarin," dia menggerutu.

Hana tersenyum. "Pinjem, dong. Gue cuma bawa ini," ucapnya sembari mengangkat si buku tulis yang bahkan tidak berisi banyak hal selain gambar-gambar aneh atau coretan tidak jelas.

"Ck, udah gue duga," kakinya menyenggol kaki Dee membuat si gadis yang sedang menulis soal Kimia untuk tugasnya yang dikumpul dua hari lagi pun mendelik jengkel.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang