34. Benci Jadi Cinta *END*

99 12 3
                                    

Rasanya mungkin aneh bila Hana mengatakan pada dirinya satu tahun lalu bahwa gadis itu berbaikan dengan keluarganya sekarang, memiliki teman-teman baru yang bahkan lebih menyenangkan dan menerimanya seperti saat gadis itu memiliki Diana, serta mempunyai gebetan menyebalkan yang kerjaannya bikin emosi Hana meluap-luap layaknya air yang baru matang.

Gadis itu tersenyum, menghentikan kegiatan ekskul karate sore itu dengan 'Haik' panjang lantas mengikuti Dee ke ruang ganti perempuan. Dia melirik tribun, meskipun tahu bahwa hari ini Fero absen tidak ikut latihan karena rapat OSIS yang menyitanya. Melupakan satu minggu lagi akan ada turnamen penting. Tetapi Dee cerita bahwa di rumah, lelaki itu akan berlatih basket di taman kompleks bersama Ano dan Dimas yang membantu.

Hana jadi tidak heran kenapa Fero tampak santai saja meskipun melewatkan latihan intensifnya di basket menjelang turnamen. Cowok itu betul-betul dapat mengatur waktunya dengan baik, membuat gadis itu semakin kagum pada ketelatenan lelaki itu—oh my god, Hana, stop!

Setelah berganti dengan seragam sekolahnya, Dee langsung pamit akibat Dimas yang datang cepat hari ini menjemput perempuan itu. Membuat langkah Hana berubah bimbang antara ke pos satpam atau ke ruang OSIS. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk menunggu di pos satpam, menatap langit Jakarta yang tampak muram di sore hari yang tadinya masih cerah. Kali ini dia khawatir bila turun hujan sebelum Fero keluar dari ruang rapatnya, dan harapannya terjadi saat dia sampai di depan pos satpam lantas air itu turun dalam hitungan beberapa detik deras meruah.

Gadis itu berdecak, agak mundur ke belakang karena beberapa motor yang lewat menciptakan cipratan air sedikit mengenai rok abu-abu sebatas mata kakinya. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri, mengusap bahunya yang basah akibat air hujan yang terbawa angin, sampai sebuah jas hujan melindungi bahunya, menyelimuti tubuh gadis itu dan Fero berdiri di depannya hanya dengan sebuah jaket bomber hitam yang disleting sampai atas.

Hana mendongak. "Loh, Ro? Tapi nanti lo keujanan dong," kata gadis itu sembari mendekat ke arah motor cowok itu. Fero hanya mengenakan celana dari jas hujannya sedangkan Hana yang mengenakan atasan jas hujan pria itu yang kebesaran, hampir menyerupai dress sedikit di atas lutut untuk Hana yang tingginya tidak lebih dari 169 centimeter dan cowok itu yang mencapai 178 centimeter.

Fero tersenyum. "Udah deh, jangan lebay. Ujan air ini," ia naik ke atas motor, kembali menyalakan mesin dengan Hana yang langsung naik ke atas jok motor sambil berpengan pada bahu cowok itu dengan punggungnya kini tampak jelas akibat Fero meletakkan tasnya di dalam bagasi motor. Laptopnya sendiri dia titipkan pada Ina karena gadis itu memakai jas hujan milik Ari.

Motor itu meninggalkan lingkungan sekolah. Fero berpamitan dengan Pak Satpam terlebih dahulu, sebelum membelah jalanan Ibukota yang mulai digenangi air hujan namun tak benar-benar banjir. Hanya sedikit genangan air yang bergerak ke sumber serapan air yang berada di tiap ruas jalan raya untuk menghindari adanya genangan air tinggi yang hanya akan mengganggu perjalanan para pengendara. Lelaki itu menjalankan motornya ke arah Blok M, menuju tukang nasi goreng langganan pria itu jika sedang bermain bersama kelima sahabatnya yang akhir-akhir ini sudah jarang kumpul bersama akibat kesibukan Fero dan Ina dengan OSIS serta Ano dengan deadline komiknya.

Meskipun begitu, grup chat mereka selalu ramai dan kadang ada saja beberapa dari mereka yang mendatangi Fero. Serta kegiatan Sabtu mereka yang belum terlupakan—lari pagi keliling kompleks—membuat hubungan persahabatan itu tidak benar-benar renggang. Meskipun sibuk atau kelelahan akibat sekolah, lari pagi di hari Sabtu sama sekali tidak mereka tinggalkan karena hanya hari itu mereka bisa berkumpul bersama.

Lupakan soal sahabat-sahabat Fero itu, lelaki itu menghentikan motornya di kedai yang hanya berupa terpal yang dipasang luasnya tidak lebih dari 5 meter, dengan meja kayu dan kursi yang berhadapan. Serta gerobak nasi goreng yang sibuk mengoseng pesanan, menciptakan harum yang cukup membuat perut Fero bergemuruh tak sabaran.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang