12. Ikut dalam Kehancuran

68 11 4
                                    

Tidak pernah ada hari yang paling beruntung ataupun penuh dengan kejadian-kejadian menyebalkan. Hanya ada hari yang complicated, hari yang melelahkan tapi juga menyenangkan, hari yang ... tidak 100% sempurna. Seperti yang kali ini Fero alami, lelaki yang seumur hidup menjalani hari-harinya penuh perhitungan, tetapi sore hari kali ini berada di tengah kekacauan. Dengan suara teriakan dan umpatan kasar, sirine polisi, dan pukulan di pipi oleh gadis Jenggana yang kini menatapnya marah.

Namun itu masih 9 jam dari sekarang, dimana Fero baru selesai sarapan dan sekarang benar-benar menyumpal mulut Dee soalnya gadis berisik itu teriaknya memakai toa milik Abang-abang perabotan keliling yang lagi berhenti di depan rumahnya. Beneran ini cewek punya masalah hidup apa sih dengan Fero?

"Lo sinting, ya?" hardik cowok itu, masih kesal soal panggilan Dee yang beneran mengganggu sarapan paginya. Walaupun Papa dan Mama tertawa geli, Fero sudah ketar-ketir pengin menyumpal mulut sahabatnya menggunakan tisu toilet sekalian.

"Hehe," Dee nyengir lebar, sedang Ano dan Tiffany tertawa pelan dan Ina asik belajar untuk ulangan harian Kimia di jam pertama. Kalau kalian bertanya soal Dimas, lelaki itu sedang merunduk, membaca e-book Geografi lewat ponselnya karena Dimas tengah mempersiapkan presentasinya untuk pagi ini di kelas.

Sekarang Dee larut dengan obrolannya bersama Tiffany—mengenai drama Korea yang akhir-akhir ini tengah populer di tengah kesibukan sekolah, lantas Fero agak menyempitkan jarak dengan Ano yang sebelumnya baru membuka aplikasi webtoon, berniat melihat perkembangan komik terbarunya di webtoon canvas dan masih berharap ceritanya dapat segera official soalnya Ano mau beli iPad baru. Kalau minta ke Papa, bisa-bisa dia terancam keluar dari KK.

"No, lo udah chat Kala?" Fero bertanya dengan setengah berbisik. Beruntung bus pagi itu ramai oleh anak sekolah maupun para pekerja dan Ibu-ibu yang ingin ke pasar. Sehingga suara Fero jelas teredam oleh beberapa penumpang yang juga mengobrol atau suara kendaraan bermotor di luar sana yang kadang suka menancap gas atau membunyikan klakson di saat lampu merah akibat buru-buru namun motor masih saja menyalip kendaraan mereka.

Ano menoleh. "Udeh, dia bilang oke," kemudian cowok itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku seragam sambil melirik sahabatnya itu. "Lagian ngapain dah kita ke—"

"Ssst!" Fero memberi peringatan, matanya melirik ke arah Dee dan Tiffany yang tampak acuh. Serta Ina yang masih menghapal rumus asam basa. "Jangan berisik, goblok."

"Iyeee," Ano malah membalas dengan jengkel. "Kita ngapain ke sana?" tuntut cowok itu.

"Cuma liat-liat doang, kok. Katanya di sana ada warteg terdekat, kita duduk aja di situ," jawab Fero, lalu cowok itu segera melihat ke depan ketika Dee dan Tiffany mulai melirik kedua cowok itu dengan tatapan penuh selidik.

Tiffany lebih dulu bertanya. "Kalian bisik-bisik apa?'

"Ada deh," Ano tersenyum lebar.

Sedang Fero terkekeh. "Cuma obrolan cowok."

"Ya, apa?!" Dee berubah geregetan. Gadis itu lantas menunjuk keduanya penuh sangsi. "Bokep ya—umppp umm umm!!!" tetapi tangan Fero lebih dulu menutup mulut gadis itu sehingga Dee berontak bersama suara yang tidak jelas.

Ketika turun dari bus, Ina melirik Dee dan Fero yang muli bertengkar perihal obrolan Fero dan Ano yang masih berada dalam misteri. "Udah, udah. Entar orang-orang bingung, loh, yang pacarnya Dee itu Fero atau Dimas. Lo berdua bisanya berantem mulu," ucapan gadis itu tampak tidak biasa soalnya Ina bukan tipe orang yang menengahi pertengkaran. Gadis itu tipe badut yang suka ketawa melihat Dee dan Fero bertengkar, atau malah ikut memanasi bersama Ano. Namun Kimia memberikan efek dewasa bagi Ina untuk beberapa jam ke depan—mungkin ini hanya bertahan selama 3 jam.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang